Masyarakat mendukung kebijakan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif. Bebas dalam artian berpendapat tanpa ada tekanan dari pihak luar, karena memang ita tidak memihak blok tertentu.
Indonesia memiliki kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, sehingga memudahkan untuk diterima dalam pergaulan dunia. Di sisi lain, masyarakat pun mengapresiasi upaya penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang saat ini terus diupayakan Pemerintah.
Selain memiliki kebijakan politik dalam negeri, Indonesia juga memiliki kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hal ini dicanangkan sejak era orde baru, sehingga kita bisa menentukan sikap dalam forum internasional dan tidak terbawa dalam arus pergaulan. Penentuan sikap ini penting karena beberapa negara ada yang membuat kubu tertentu, karena memiliki kesamaan.
Pemerintah memang tidak memihak pada 1 blok tertentu. Bahkan Indonesia pernah jadi tuan rumah gerakan non-blok dan memiliki posisi yang dihormati oleh negara lain. Baik oleh negara di dalam gerakan non-blok maupun yang bukan anggotanya. Politik bebas aktif berarti pemerintah bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri secara apriori pada 1 kekuatan dunia serta secara aktif.
Kebijakan politik luar negeri sangat penting, terutama dalam pergaulan internasional. Misalnya di forum seperti sidang PBB, perwakilan pemerintah Indonesia bertemu dengan perwakilan negara-negara lain. Ketika ada yang ‘menyenggol’ maka dengan prinsip bebas aktif, kita bisa bersikap bebas tanpa harus membebek, dan secara aktif menegaskan prinsip negara.
Pada beberapa kali sidang PBB negara kepulauan bernama Vanuatu sempat menyindir Indonesia yang dianggap tidak memberi hak asasi kepada rakyat Papua. Dalam artian, mereka mendukung referendum dan secara tidak langsung ingin mempermalukan pemerintah Indonesia di forum internasional.
Akan tetapi perwakilan pemerintah Indonesia langsung mendebat. Sekretaris ketiga Kementrian luar negeri RI Sindy Nur Fitri menyatakan bahwa Vanuatu telah melakukan tuduhan palsu, tidak berdasar, bahkan keliru tentang Papua. Permasalahan HAM di Bumi Cendrawasih telah dipelintir, karena faktanya tidak seperti itu.
Sindy menambahkan, seharusnya pemberontak (KST dan OPM) di Papua yang dipermasalahkan karena melanggar hak asasi. Mereka telah melakukan berbagai teror dan mengancam keselamatan warga Papua, bahkan sampai ada korban jiwa. Baik dari warga sipil maupun aparat.
Kalau sudah begini maka jelaslah KST dan OPM yang bersalah karena melakukan pelanggaran HAM besar, karena kasus pembunuhan adalah pelanggaran hak azasi terkeji. Akan tetapi mereka malah playing victim dengan menuduh pemerintah Indonesia, lalu mencari dukungan dari negara lain seperti Vanuatu. Padahal Vauatu sediri tidak punya hak sama sekali untuk mencampuri urusan interal Indonesia, apalagi mengadu ke PBB.
Pelanggaran HAM di Papua memang dipermasalahkan karena pemerintah Indonesia dituding karena tidak memberikan kemerdekaan pada rakyat Papua. Padahal yang meminta referendum hanya OPM dan KST, yang tidak mewakili suara rakyat di Bumi Cendrawasih.
Pemerintah tetap bersikap tegas jika ada yang menyinggung tentang Papua. Lebih baik pihak luar berpikir terlebih dahulu baru berbicara, daripada asal tuduh dan akhirnya mempermalukan dirinya sendiri. Pelajari sejarah masuknya Papua sebagai provinsi di Indonesia, dan hal itu sudah sah karena sesuai dengan hukum internasional.
Masyarakat mendukung penuh kebijakan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif. Bebas dalam artian berpendapat tanpa ada tekanan dari pihak luar, karena memang ita tidak memihak 1 blok tertentu. Aktif berpendapat dan mempertahankann argumennya dalam forum internasional, apalagi jika yang dibahas adalah permasalahan hak asasi maunusia.
Zakaria, penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews