Mao Tse Tung Dikubur oleh Generasi Ali Baba, Berakhirnya Komunisme?

Di dalam moseleum itu, jazad Mao Tse Tung nampak masih segar. Padahal ia wafat tahun 1976. Jasadnya diletakkan dalam peti kaca di atas meja. Bergantian pengunjung melihatnya dari dekat.

Jumat, 30 Agustus 2019 | 06:38 WIB
0
584
Mao Tse Tung Dikubur oleh Generasi Ali Baba, Berakhirnya Komunisme?
Mao Tse Tung (Foto: Grid.id)

Data di tahun 2019 memberikan petunjuk. Komunisme Cina sebagaimana yang dulu kita kenal segera berakhir. Berangsur Cina beralih menjadi negara kapitalisme dengan karakteristik yang berbeda. Ialah kapitalisme negara. Atau Kapitalisme minus demokrasi.

Mao Tse Tung pun, pendiri komunisme Cina, menjadi masa silam. Namun raksasa hanya bisa dikalahkan oleh raksasa. Siapa raksasa yang mengalahkan Mao Tse Tung? Penakluknya adalah Deng Xio Ping dan Jack Ma. Dua raksasa ini didukung oleh lahirnya generasi Ali Baba di kalangan kaum pengusaha muda Cina.

Renungan inilah yang memercik ketika saya membaca data 2018-2019. Data ini sulit untuk ditafsir lain.

Lihatlah List Fortune Global 500 tahun 2019. Ini tradisi majalah Fortune. Setiap tahun majalah ini membuat rangking 500 perusahaan terbesar dunia diukur dari revenue. Dari 500 perusahaan itu, terdapat 109 perusahaan dari Cina.

Sekitar 20 persen dari 500 perusahaan terbesar dunia berasal dari Cina.

Lihat pula data Forbes Global 2000 tahun 2019. Majalah Forbes membuat list tahunan perusahan terbesar diukur dari asetnya. Dari lima perusahan paling besar, tiga berasal dari Cina: ICBC, China Construction Bank dan Agricultural Bank of Cina. Dua lainnya dari Amerika Serikat: JP Morgan Chase dan Bank Of America.

Hanya 61 negara yang masuk dalam daftar itu. Amerika Serikat rangking pertama karena menempatkan 579 perusahaan. Tapi nomor dua adalah Cina karena menempatkan 309 perusahaan. Jumlah perusahaan besar di Cina melampui Jepang yang hanya 223 perusahaan.

Bagaimana dengan tumbuhnya perusahaan swasta di Cina sekarang ini? Rumusnya adalah 60/70/80/90. Cara membacanya: perusaan swasta itu menyumbang 60 persen dari total GDP Cina. Perusahaan swasta melakukan total 70 persen dari inovasi bisnis yang ada di negara itu. Juga perusahaan swasta menyerap 80 persen tenaga kerja perkotaan. Dan pula perusahaan swasta yang melahirkan 90 persen pekerjaan baru.

Di era Mao Tse Tung, perusahan swasta dianggap agen kapitalisme. Mereka musuh negara. Kini peran dan kontribusi perusahaan swasta di Cina itu meraja lela.

Namun kapitalisme di Cina berbeda dengan umumnya negara kapitalisme di barat. Begitu banyak perusahaan swasta yang tumbuh, yang dominan tetap dimiliki negara. Mereka disebut SOE (State Owned Enterprise). Pengelola SOE pelan pelan dialihkan kepada tim eksekutif profesional yang tak boleh dicampuri oleh politisi.

Karena itu, memang corak kapitalisme yang tumbuh di Cina lebih tepat disebut kapitalisme negara. Belum tumbuh pula demokrasi di sana.

**

Tahun 2010, saya mengunjungi Beijing, Cina. Menyempatkan diri saya mendatangi Moseleum Mao Tse Tung. Agen perjalanan saya menyatakan tempat itu termasuk yang paling populer dikunjungi turisme manca negara.

Di dalam moseleum itu, jazad Mao Tse Tung nampak masih segar. Padahal ia wafat tahun 1976. Jasadnya diletakkan dalam peti kaca di atas meja. Bergantian pengunjung melihatnya dari dekat.

Sudah lama saya mendengar jasad pemimpin yang diabadikan oleh pengikut setia. Ada jasad Lenin. Juga jasad Ferdinan Marcos. Namun kali itu pertama saya melihat langsung jasad yang dibalsem.

Terbaca dari riwayat dan asal muasal mengapa jasad Mao Tse Tung dibalsam. Padahal ia sendiri meminta jasanya dikremasi.

Para pengikutnya ingin merawat legitmasi. Sekitar 700 ribu warga suka rela dari aneka privinsi di Cina datang untuk ikut membangun museleum itu. Sengaja pembangunan melibatkan rakyat sebanyak itu sebagai simbol keikut sertaan rakyat Cina dari segala penjuru.

Bahan untuk museleum itu juga diambil dari aneka wilayah. Granitnya dari provinsi Sichuan. Porselin dari provinsi Guondong. Pohon-pohon dari provinsi Shaanxi. Bahan dari aneka provinsi diupayakan menyumbang sesuatu di sana. Itu bentuk penghormatan kolektif kepada bapak komunisme Cina. Mao Tse Tung: Pemimpin Besar!

Mao Tse Tung memang seorang jenius yang visioner. Ia dikenal luas sebagai ahli strategi militer, intelektual, ahli teori, berikut pula orator dan penyair. Apa jadinya jika aneka bakat itu bercampur dalam satu pikiran? Apa jadinya jika pikiran itu juga percaya pada ideologi komunisme?

Untuk kasus Mao Tse Tung, hasilnya adalah program “Lompatan Jauh Ke Muka,” dan “Revolusi Kebudayaan.” Ia meyakini aparatus negara harus dikerahkan secara massif agar ideologi komunisme diyakini masyarakat secara massif dan seragam.

Tak apa kekerasan digunakan jika diperlukan. Ideologi Komunisme dianggap di atas pikiran bebas manusia.

Di samping Mao memang memajukan Cina, Mao juga kini mulai disalahkan. Ia dinilai bertanggung jawab atas lapar massal dan matinya 70 juta orang selama ia berkuasa. Jumlah orang yang mati dalam kekuasaan Mao adalah yang terbanyak dalam sejarah seorang pemimpin.

Itu bukan mati biasa. Itu mati gabungan dari kekerasan penguasa, meluasnya penyakit dan kelaparan.

Ujar Sidney Rittenbergh, penulis biografi Mao, memang tak bisa dipungkiri. Mao Tse Tung itu raksasa pemimpin namun juga raksasa kriminal. Ia melakukan kebijakan yang berdampak kekerasan massal itu bukan karena ia memang berniat melakukannya. Tapi ia semata konskwensi fantasinya soal ideologi, yang dipaksakan. Itu konsekwensi imajinasi gagasan seorang pemimpin yang sangat berkuasa.

Mao sadar dan tahu. Bahwa untuk membuat Cina cepat maju, programnya mungkin dapat menyebabkan kematian begitu banyak rakyat. Ia menyebutnya sebagai harga yang harus dibayar oleh sebuah revolusi.

Yang kemudian menguburkan ideologi komunisme ala Mao Tse Tung adalah raksasa lainnya: Deng Xio Ping. Ujar Deng, “Doktrin dan ideologi tak lagi penting. Buktinya, Cina di bawah Mao dan setelahnya, mandek.

Yang penting itu adalah hasil. Tak penting apakah kucing itu bewarna merah atau hitam. Yang penting kucing itu dapat menangkap tikus.”

Dan tikus yang dimaksud adalah kesejahteraan rakyat. Ujar Deng, “Mao Tse Tung 70 persen benar, 30 persen salah.” Deng pun melakukan reformasi ekonomi. Menurutnya Mao salah. Pasar bebas itu justru diperlukan Cina untuk kemajuan.

Mulailah era diinjeksi pasar bebas terbatas dengan kontrol ketat negara. Ia menyebutnya sosialisme dengan karakter Cina. Menurut Deng, sejak ribuan tahun, orang Cina itu pedagang. Karakter pedagang jangan dihapuskan tapi dikontrol. Pasar bebas ala kapitalisme diperlukan, tapi dimodifikasi.

Di bawah Deng Xio Ping, ekonomi Cina melesat cepat.

Satu dari buah reformasi ekonomi Deng adalah Jack Ma. Ia mendirikan usaha Ali Baba. Itu bukan SOE (State Owned Enterprise). Ali Baba murni perusahan swasta. Ali Baba melakukan ekspansi internasional.

Tanggal 18 September 2014, Ali Baba melakukan IPO, menjual saham di Amerika Serikat. Sejarah mencatat. IPO dari Ali Baba menghasilkan dana 21.8 billion US dolar. Itu setara dengan sekitar 300 trilyun rupiah. Itu adalah IPO terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat, melampaui Google, Facebook dan Twitter digabung menjadi satu.

Sebuah perusahan mencapai prestasi terbesar di pusat negara kapitalisme dunia. Perusahaan itu dari negara yang kini secara formal masih menyebut diri negara komunisme. Namun secara substansial, Cina sudah bukan lagi komunisme.

**

Duduk sore hari sambil minum kopi. Ketika membaca banyak berita soal Jack Ma dan Ali Baba. Bayangan jazad Mao Tse Tung yang sempat saya kunjungi, datang kembali.

Mao Tse Tung di eranya memang memiliki salah satu tentara terkuat di dunia. Ia memiliki salah satu jaringan birokrasi terbesar di dunia. Ia juga mempunyai salah satu pendukung yang terbanyak di dunia.

Namun zaman berubah. Perubahan itu terlalu kuat untuk dilawan. Zaman yang berubah telah mengalahkan Mao Tse Tung. Zaman yang berubah itu muncul dalam bentuk raga Deng Xioping dan Jack Ma.

Juli 2019

***

Catatan Perjalanan Denny JA