Mulut Kotor

Mereka tidak pernah mencari-cari pesangon ketika masa jabatan akan berakhir. Misalnya, dengan buru-buru mengesankan RUU menjadi UU. Apalagi kalau itu atas pesanan yang memberi pesangon.

Minggu, 29 September 2019 | 08:36 WIB
0
530
Mulut Kotor
Boris Johnson (Foto: Disway.id)

Tulisan ini harus adu cepat dengan BoJo --Boris Johnson: bisa jadi perdana menteri Inggris itu sudah mengundurkan diri. Saat tulisan ini terbit di DI's Way.

Atau belum.

Atau tidak pernah mundur --tidak mau tercatat dalam sejarah sebagai perdana menteri terpendek masa jabatannya. Kurang dari 100 hari.

Tapi desakan untuk mundur itu luar biasa. Sejak Selasa lalu. Sejak ada putusan Mahkamah Agung Inggris. Yang memutuskan --tidak mengejutkan-- BoJo melanggar hukum.

Yang mana?

Yang membekukan parlemen itu. Yang alasannya karena akan ada Queen Speech tanggal 15 Oktober 2019. Yang menurut aturan di sana jelas: sebelum pidato Sang Ratu, parlemen harus off dulu.

Padahal itu hanya akal-akalan BoJo. Agar parlemen tidak punya waktu membahas Brexit.

Dengan begitu --harapan BoJo-- Brexit pasti terjadi tanggal 31 Oktober nanti. Dengan atau tanpa kesepakatan --disetujui Uni Eropa atau tidak.

Sejak BoJo menghadap Ratu Elizabeth --untuk minta ada Queen Speech-- kecaman muncul: BoJo menipu Ratu.

Banyak anggota parlemen bergerak. Termasuk mantan perdana menteri John Major. Yang satu partai dengan BoJo.

Mereka tidak mempersoalkan 'penipuan' itu. Tapi menggugat soal pelanggaran hukumnya: membuat parlemen beku.

Ini sangat mendasar dalam urusan demokrasi. Di Inggris.

Di Inggris.

Dianggap sama dengan memberangus suara rakyat.

Bukan main perjuangan anggota DPR di Inggris. Dalam menegakkan demokrasi.

Di Inggris.

Mereka tidak pernah mencari-cari pesangon ketika masa jabatan mereka akan berakhir. Misalnya, dengan buru-buru mengesankan suatu RUU menjadi UU. Apalagi kalau itu atas pesanan yang memberi pesangon.

Begitu ada putusan Mahkamah Agung itu, anggota parlemen langsung masuk kerja. Keesokan harinya.

Mereka langsung memanggil BoJo ke DPR. Untuk ditanya banyak hal.

BoJo pun buru-buru pulang. Padahal, saat itu, ia lagi di New York. Untuk sidang PBB. Dan bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Trump pendukung utama BoJo. Sampai menjanjikan bantuan yang tremendous setelah berhasil Brexit.

Dari New York BoJo langsung ke parlemen.

Sidang itu begitu panas.

BoJo ngotot: Inggris harus keluar dari Uni Eropa 31 Oktober nanti --tanpa kesepakatan sekali pun.

Baca Juga: Kian Meriah, Boris Johnson PM Inggris yang Baru

Tapi bukan itu yang membuat panas --melainkan ini: mulut kotornya.

"Brexit adalah jalan terbaik untuk menghormati terbunuhnya Jo Cox," ujar BoJo. Di sidang parlemen. Saat ia dipanggil parlemen itu.

Gempar.

Pembunuhan itu terjadi tahun 2016 lalu. Tanggal 16 Juni. Pukul 13.00.

Joanne Cox adalah wanita.

Cantik.

Setengah umur.

Anggota baru DPR.

Anti Brexit.

Dari partai oposisi --Partai Buruh.

Dia dipukuli, ditembak, mati.

Di umur ranum-ranumnya: 41 tahun.

Pelakunya ekstrem kanan --pro-Brexit. Namanya: Bernard Kenny, 77 tahun.

Penembakan itu dilakukan saat Jo Cox lagi di desa. Untuk acara surgery.

Di dunia kedokteran kata itu berarti operasi.

Di dunia politik Inggris kata itu berarti 'penanganan persoalan seorang pemilih'.

Pada acara surgery itu seorang anggota DPR menemui konstituennya. Satu persatu. Seperti dokter menangani pasien yang akan dioperasi.

Di situ anggota DPR mendiskusikan persoalan yang dialami pemilih.

Lha, ini BoJo justru bilang begitu. Sangat menyakitkan. Mungkin saking jengkelnya. Atau saking marahnya --langkahnya keluar Uni Eropa seperti dihambat.

Misalnya oleh putusan parlemen ini. Yang sangat menyulitkan BoJo: tidak boleh Brexit tanpa kesepakatan.

Bagi BoJo keluar dari Uni Eropa harus dilakukan. Itu amanat rakyat --hasil referendum tiga tahun lalu. Meski menangnya kurang dari satu persen.

Kelompok Brexit memang marah. Sudah tiga tahun umur referendum. Belum ada satu pun perdana menteri yang bisa melaksanakannya.

Gordon Brown meletakkan jabatan --kecewa dengan hasil referendum.

Theresa May juga mundur. Dia kecewa karena hasil perundingannya dengan Uni Eropa --tentang tata cara meninggalkan Uni Eropa-- tidak disetujui parlemen.

Khususnya soal penyelesaian perbatasan Irlandia Utara (Inggris) dengan Republik Irlandia (Uni Eropa).

Sekarang Brexit lebih rumit lagi.

Kini ada tiga pilihan untuk BoJo: mundur, menjilat ludah, atau dimosi tidak percaya --dilengserkan.

Ups, empat: melawan.

Sampai kemarin yang keempat itu jalan yang dipilih BoJo. Sampai mulutnya begitu kotor. Sampai adik perempuannya sendiri menilai begitu. Sedang adik lakinya sudah dua minggu lalu mundur dari jabatan pemerintahan.

Hasil jajak pendapat menyebut: 65 persen minta BoJo mundur.

Itu baik sebenarnya. Bagi saya. Agar tidak perlu lagi menyusuri parit di seluruh London.

Dahlan Iskan

***