Riuh dan Ruwet, Puteri Tertua Raja Bhumibol Ini Ingin Jadi Perdana Menteri

Minggu, 10 Februari 2019 | 07:24 WIB
0
670
Riuh dan Ruwet, Puteri Tertua Raja Bhumibol Ini Ingin Jadi Perdana Menteri
Putri Ubol (Foto: Disway.id)

Tulisan ini tidak bisa ditunda lagi. Biar pun ada ulang tahun DI’s Way kemarin (9/2). Yang, ehm, sangat meriah itu.

Biarlah momen ulang tahun itu diinstagramkan saja. Di @dahlaniskan19. Agar tidak melewatkan kehebohan di Thailand ini.

Bayangkan: tiba-tiba saja seperti ada petir dari langit Thailand. Putri kerajaan datang ke KPU: mendaftarkan diri jadi caleg. Dari partai baru: Thai Raksa Chart. 

Kalau partai itu menang sang putri akan jadi perdana menteri. Adik jadi raja, kakak jadi perdana menteri.

Nama putri itu: Princess Ubolratana Rajakanya Sirivadhana Barnavadi.
Panggil saja Putri Ubol.

Dia putri tertua Raja Bhumibol. Yang dari istri Ratu Sirikit.

Putri Ubol bukan baru kali ini bikin petir. Pernah juga bikin halilintar. Saat dia berumur 22 tahun. Saat masih kuliah di MIT Boston. Mendalami ilmu matematika dan biologi.

Saat itu Putri Ubol kecantol teman kuliahnya. Ngebet ingin segera kawin. Padahal, arjunanya itu pemuda bule. Warga Amerika Serikat. Namanya: Peter Ladd Jensen.

Putri Ubol tahu konsekwensi cintanya itu. Harus melepaskan keputriannya. Menjadi rakyat biasa. Tanpa gelar ningrat apa pun. Pun tidak akan bisa jadi Ratu Thailand.

Cinta lebih penting dari semua itu. Apalagi cintanya anak umur 22 tahun. Masih kurang dua semester lagi untuk lulus.

Mereka pilih cinta.

Kawin. Dengan sangat gempar. Kalau Anda masih ingat.

Perkawinannya dengan Jensen cukup sukses. Untuk ukuran Amerika. Juga untuk ukuran cinta pertama. Dari seorang gadis berumur 22 tahun.

Pasangan itu punya tiga anak. Salah satunya sangat pintar. Sampai jadi autis.

Justru saat perkawinan itu sudah berumur 26 tahun mereka bercerai. Tiga anaknya ikut Putri Ubol. Yang untuk sementara tinggal di San Diego.

Beberapa tahun kemudian Ubol balik ke Thailand. Tidak mau lagi tinggal di Amerika. Ratu Sirikit sangat sayang padanya. Demikian juga Raja Bhumibol. Akhirnya Ubol diterima kembali tinggal di komplek istana. Tanpa gelar keluarga kerajaan.

Aceh dilanda tsunami tahun 2004.

Saat itu keluarga ini lagi rekreasi ke pantai Phuket. Si autis terbawa tsunami. Yang juga melanda pantai barat Thailand itu.

Sebenarnya Putri Ubol digadang-gadang sangat tinggi. Bisa jadi Ratu Thailand pengganti Bhumibol. Karena itu dia disekolahan ke universitas terbaik di dunia: MIT.

Apalagi, setelah adik lakinya tidak bisa diandalkan: Vajiralongkorn. Apa pun wujud ya terpaksa Vajilarongkon diangkat menjadi Putra Mahkota. Dua tahun setelah Putri Ubol melepaskan hak warisan kerajaannya.

Tapi kelakuan Putra Mahkota itu jauh dari terpuji. Segala hal yang jelek menempel padanya: suka judi, perempuan, mabuk dan lebih dari itu.

Semua itu hanya jadi bisik-bisik antar tetangga. Tidak ada media lokal yang memberitakan. Di Thailand berlaku UU ini: tidak boleh menjelekkan raja dan keluarganya. Banyak sekali orang yang masuk penjara karena itu. Apalagi di zaman digital ini.

Hanya media asing yang menuliskannya. Tapi media-media itu segera dilarang beredar di Thailand. Dan wartawannya diusir dari sana.

Secara politik Thailand tidak pernah stabil. Tapi tidak membahayakan negara. Berkat sistem kerajaannya itu.

Raja berkuasa mutlak. Tapi soal politik dan pemerintahan raja tidak ikut campur. Bahkan kerajaan bersikap menjauhi politik.

Karena itu setiap kali militer melakukan kudeta raja hanya melihat saja. Tidak merestui, pun tidak melarang.

Termasuk kudeta terakhir lima tahun lalu. Saat militer mengakhiri pemerintahan Yingluck Shinawatra. Adik mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra. Yang sangat cantik itu. Yang sangat elegan itu.

Militer bertekad mengakhiri kekuasaan klan Thaksin. Secara tuntas. Sampai akar-akarnya. Jangan Thaksin dilengserkan ternyata muncul Yingluck. Jangan Yingluck dilengserkan muncul Shinawatra yang lain lagi.

Kalau sistem demokrasi diteruskan hasilnya akan sama. Pemerintahan hanya akan berganti dari Shinawatra ke Shinawatra.

Karena itu militer menunda terus pemilu. Sampai junta militer ini tiba-tiba sudah berumur lima tahun. Janjinya segera melaksanakan pemilu dibiarkan tinggal janji. Belum ditemukan cara jitu. Agar tidak ada Shinawatra-Shinawatra lain yang muncul di pemilu.

Akhirnya keyakinan militer itu tiba. Thaksin dan Yingluck sudah lima tahun hidup di pengasingan. Sang kakak bahkan sudah lebih lama. Partainya pun sudah dilarang. Kebebasan berkumpul juga sudah ditetapkan. Agar pengikut Thaksin tidak bisa konsolidasi.

Militer juga sudah punya partai politik. Sudah di-survey. Sudah bisa menang pemilu. Perdana menteri hasil kudeta sekarang akan bisa dapat masa jabatan kedua. Secara legal dan demokratis.

Maka perdana menteri Jendral Prayuth Chan-O-Cha pede. Mengadakan pemilu mendadak. Tanggal 27 Maret bulan depan. Agar pengikut Thaksin tidak sempat bikin partai. Pun kalau sempat tidak akan cukup waktu untuk memenangkan pemilu.

Militer lega.

Merasa aman.

Dan bangga.

Bisa menyelenggarakan pemilu seperti yang sudah dijanjikan saat kudeta. 
Tiba-tiba petir itu menggelegar dari langit.

Putri Ubol datang ke KPU. Mendaftar jadi caleg. Dari partai baru. Yang dibentuk pengikut Thaksin.

Ternyata muncul Shinawatra dalam bentuk lain. Yang lebih hebat. Yang lebih sulit dikalahkan.

Militer panik.

Harus diapakan dia.

Bagaimana cara memberangusnya.

Dia memang putri raja.

Tapi sudah menjadi orang biasa.

Dia orang biasa. Tapi putri raja.

Dia juga kakak raja yang sedang berkuasa.

Sang Raja, akhirnya bikin pernyataan: pencalegan itu tidak pantas dan tidak boleh. Keluarga kerajaan tidak boleh terlibat politik.

Sulit juga.

Pernyataan raja itu sendiri sekaligus juga merupakan pelanggaran. Berarti raja sudah ikut campur dalam politik.

Ruwet.

Pusing.

Pemilu sudah terlanjur dekat.

Itulah Thailand sekarang ini.

Baiknya pembaca DI’s Way jangan ikut campur.

***

Dahlan Iskan