Kenapa Haftar memberontak & Solusi Akhir konflik Libya?

Turki-GNA sedang menunggu waktu yang tepat untuk melakukan operasi final terhadap kekuatan militer Haftar jika Haftar tidak menyerah.

Rabu, 29 April 2020 | 11:13 WIB
0
298
Kenapa Haftar memberontak & Solusi Akhir konflik Libya?
Khalifa Haftar (Foto: Aljazeera.com)

Khalifa Haftar adalah orang di belakang naiknya Qaddafi ke tampuk pimpinan Libya tahun 1969 lewat kudeta. Haftar juga ikut mendukung menggulingkan Qaddafi dalam revolusi 2011.

Tapi pada 2011, peran Haftar tidak signifikan sama sekali. Karena pasca Qaddafi lengser. Libya dipegang oleh NTC (National Transition Council) dibawah Pimpinan Mustafa Abdul Jalil dan PM Mahmoud Jibril.

NTC sendiri hanya bertugas 7 bulan pasca lengsernya Qaddafi sampai agustus 2012. Sebelum akhirnya di serahkan ke komite nasional umum di bawah Abdurrahman Al Kieb. Mahmoud Jibril Sendiri baru wafat 5 april 2020 lalu karena sakit.

Haftar sendiri berada di pengasingan sejak 1990 sampai 2011. Selama itu, Haftar berdomisili di Langley, Virginia AS.

Haftar diduga kuat adalah agen intelijen AS sejak 1995-2011. Haftar berdomisili dekat dengan markas besar CIA di Langley, Virginia AS.

Haftar pulang ke Libya pasca Qaddafi lengser dan dipakai oleh intelijen Barat untuk merebut Libya dari tangan pemerintahan sah karena faktor kekayaan minyak Libya.

Haftar sendiri bermarkas di Tobruk, Libya bagian Timur dengan bendera LNA. Sedangkan pemerintahan sah Libya berada di Tripoli sejak 2012 dengan bendera GNA (Markas GNA sebelumnya 2011-2012 adalah di Benghazi.

Haftar tidak memberontak atas keinginannya secara alami untuk menjadi pemipin Libya. Karena dia tahu mayoritas rakyat Libya tidak menyukainya.

Haftar memberontak by design karena keinginan beberapa negara besar yang ingin menguasai kekayaan alam Libya. Mereka memakai tangan Haftar yang merupakan "binaan" lama mereka di badan intelijen saat Haftar masih di pengasingan.

Haftar sekaligus punya misi khusus dari negara negara yang mendukung pemberontakannya. Misi yang diberikan oleh Saudi, UAE, Mesir, adalah agar Ikhwanul Muslimin tidak berada di tampuk kekuasaan di Libya pasca Qaddafi.

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, Ikhwanul Muslimin adalah salah satu entitas politik yang saat ini berada di blok GNA dan mayoritas rakyat Libya.

Misi khusus dari negara negara supporter Haftar tadi adalah bagaimana agar Libya pasca Qaddafi dipimpin oleh As Sisi baru versi Libya. Haftar adalah orang yang tepat menurut mereka.

Sedangkan misi umum Haftar yang diberikan oleh negara supporter non negara Islam semisal Perancis, Italia dkk adalah bagaimana agar minyak Libya bisa dikuasai oleh Chevron AS, Total Oil Company milik Perancis, dst.

Haftar memberontak dan ingin merebut Libya hanya karena misi misi di atas. Tidak ada misi menjadi pemimpin Libya, memperbaiki Libya dan rakyatnya pasca Qaddafi.

Semua supporter Haftar saat ini menjadi gamang, karena pada awalnya mereka tidak menghitung secara cermat bahwa Turki akan masuk mendukung GNA di bawah Presiden Sarraj.

Karena Turki baru masuk ke Libya itu 7 bulan setelah GNA kewalahan menghadapi Haftar sendirian sejak april 2019. Turki masuk lewat MoU resmi G to G.

Saat ini, GNA begitu kokoh dan sangat beda dengan GNA sebelum di support Turki. GNA Sekarang adalah GNA yang kuat dari semua sisi.

Sedangkan LNA nya Haftar sekarang adalah LNA yang lemah. Beda dengan LNA di mana Turki belum masuk sebagai salah satu lawan tempur mereka di lapangan.

Pengumuman Haftar yang mengklaim berkuasa penuh di wilayah Timur Libya malam kemarin adalah indikasi frustasi Haftar karena kehilangan banyak pendukungnya selama 2 bulan ini.

Dua bulan ini, LNA Haftar mengalami banyak kerugian dan kemunduran saat pasukan Turki-Libya memanfaatkan masa masa pandemi ini untuk melakukan dua operasi militer: Peace Storm & Volcano of Rage.

Menanggapi klaim Haftar yang mengaku berkuasa penuh di Wilayah timur, GNA di Tripoli menganggap ini adalah "kudeta" lanjutan terhadap pemerintahan yang sah di Tripoli. Dengan begitu, maka langkah militer lanjutan akan di lakukan oleh GNA.

Perlu di ketahui, klaim Haftar menguasai bagian Timur Libya malam kemarin tidak mendapatkan dukungan politik dari elit politik di wilayah Timur seperti Abdullah al Thani yang juga berpengaruh di wilayah Timur. Ini artinya kekuatan Haftar juga terbelah lagi.

Kunci Libya di masa yang akan datang hanya ada di tangan Turki dan Rusia. Turki yang paling kuat menyokong GNA dan Rusia yang paling kuat menyokong LNA.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dua hari lalu meminta intervensi internasional agar menemukan meja dialog antara LNA Haftar dan GNA Sarraj. Namun proposal ini ditolak GNA-Turki.

Permintaan dialog menlu Rusia ini bukan tanpa alasan. Mereka tahu LNA Haftar semakin terjepit dan semakin kehilangan kontrol atas Libya wilayah Timur.

Saya melihat, Turki-GNA sedang menunggu waktu yang tepat untuk melakukan operasi final terhadap kekuatan militer Haftar jika Haftar tidak menyerah.

Ada beberapa langkah agar Konfik panjang ini segera menuju titik finish:

Pertama, Turki meminta Rusia atau negara lain supporter Haftar agar memberikan suaka politik kepada Haftar lalu Haftar kabur dengan jaminan tidak kembali lagi ke Libya.

Kedua, Turki-GNA melakukan serangan militer skala besar untuk menundukkan Tobruk dalam satu atau 2 pekan dengan mengerahkan semua kekuatan militer.

Terakhir, Turki-GNA bisa menginfiltrasi masuk ke barisan Haftar secara rahasia lalu membayar agen ganda interlijen agar membunuh Haftar dari dalam.

Hal begini pernah terjadi pada operasi pembunuhan Presiden Yaman terguling Ali Abdullah saleh yang juga dulu memberontak di Yaman.

Tengku Zulkifli Usman,
Analis Politik Dunia Islam Internasional.