Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pernah merasakan betapa kekuasaan Israel sangat dominan di Ramalah.
Masyarakat internasional dan Dunia Arab sepertinya tidak mampu berbuat apa-apa, jelang memasuki bulan suci Ramadhan, ketika wilayah Palestina di Jalur Gaza dibombardir pesawat tempur Israel.
Itulah yang terjadi ketika minggu lalu sembilan warga Palestina tewas dan berpuluh-puluh lainnya luka-luka. Israel berdalih bahwa serangan tersebut dikarenakan gerilyawan Palestina melakukan tembakan dari senjata rakitan.
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu berang dan memerintahkan pasukan bersenjata Israel melakukan pembalasan. Adilkah, pembalasan dilakukan memakai senjata dan pesawat super modern, sementara gerilyawan Palestina yang kebanyakan tinggal di pengungsian bersenjatakan senjata rakitan, katapel dan batu?
Kadang kala sering kita lihat pasukan Palestina berseragam, tetapi sejauh ini tidak pernah berbuat apa-apa. Apakah karena rakyat Palestina belum merdeka dan berdaulat secara "de jure" dan "de facto."
Mengapa belum merdeka, tetapi memiliki Kedutaan Besar di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Latar belakangnya memang ada rasa optimis yang tinggi dari negara lain, bahwa bangsa Palestina sejak awal memiliki wilayah itu pasti akan merdeka.
Peta Palestina ini adalah peta tahun 1947. Lihatlah, wilayah luas itu milik warga Palestina, baik yang beragama Islam maupun Kristen. Tetapi sejak pembagian tidak adil oleh negara-negara pemenang Perang Dunia II, pembagian itu kemudian memperuncing sengketa antara Palestina dan Yahudi.
Pada tahun 1947 itu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengganti peranan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), karena dianggap gagal melaksanakan tugasnya. Tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.181 , di mana wilayah Palestina yang luas itu dipecah menjadi tiga bagian.
Pertama, kaum Yahudi mendapat 56 persen dari seluruh wilayah Palestina, meskipun waktu itu penduduknya hanya 30 persen dari penduduk Palestina waktu itu. Kedua, mengherankan, penduduk Arab Palestina yang memiliki wilayah, hanya memperoleh pembagian 42 persen.
Ketiga, wilayah sisa dua persen lagi, termasuk kota tua Jerusalem dimasukan dalam wilayah internasional yang akhir-akhir ini kelihatannya hanya Israel yang menguasainya. Peranan wilayah internasional hilang, apalagi Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa Jerusalem adalah ibu kota Israel.
Warga negara Yahudi itu selanjutnya didorong untuk merdeka pada 14 Mei 1948 dan diakui oleh seluruh negara besar, termasuk Rusia. Sementara rakyat Palestina tidak pernah diakui kemerdekaannya hingga sekarang baik warga Palestina di Tepi Barat maupun di Jalur Gaza.
Wilayah Palestina semakin berkurang, karena pemerintah Israel selalu menerapkan pembangunan pemukiman baru untuk warga Yahudi. Pemukiman itu dibangun di atas hak milik warga Palestina.
Sekarang rakyat Palestina bisa saja menjadi pengungsi setelah wilayahnya semakin habis diambil pemerintah Israel secara perlahan tetapi pasti. Dulu, penduduk Yahudi yang berpindah-pindah.
Dukungan AS kepada Zionis di masa Trump sekarang ini luar biasa. Tidak satu pun negara bisa ikut campur. Juga Arab Saudi sekutu dekat AS. Meski Arab Saudi disegani di Dunia Arab, tetapi negara itu tidak mungkin mengecam AS.
Inilah perkembangan di wilayah Palestina saat ini. Suatu ketika pun simbol presiden dan duta besar Palestina semakin hilang. Boleh jadi warga Palestina di samping tidak akan pernah merdeka dan berdaulat, mereka tidak lagi memiliki wilayah. Kalau pun memiliki, ya, seperti sekarang ini yang berada di bawah kekuasaan Israel.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi pernah merasakan betapa kekuasaan Israel sangat dominan di Ramalah. Ia pernah tidak diizinkan Israel mendarat di Ramalah. Akhirnya hanya bisa terbang ke Yordania.
Ramallah adalah sebuah kota di Palestina yang terletak di tengah Tepi Barat. Populasi kota ini berjumlah sekitar 23.000. Kota ini berlokasi 10 kilometer sisi utara dari kota Yerusalem. Kota ini adalah kota modern yang berstatus sebagai ibukota pemerintahan Palestina.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews