Ketika perhelatan olah raga internasional sudah dimasuki kepentingan politik atas nama demokrasi atau HAM atau penjajahan, maka unsur sportivitas dan profesionalisme sudah hilang.
Pertandingan atau ajang olah raga antar negara atau internasional sejatinya menjunjung sportivitas dan profesionalisme. Demi menjunjung sportivitas, maka ada lembaga atau badan anti doping yang mengharuskan atlet untuk test anti doping sebelum pertandingan.
Penggunaan obat-obatan atau suplemen yang bisa menambah stamina fisik seorang atlet adalah terlarang. Namun, justru acap kali perhelatan atau turnamen ajang olah raga kelas internasional, tidak menjunjung semangat sportivitas atau profisionalisme, tetapi malah disusupi kepentingan politik oleh atlet itu sendiri. Dalihnya sering kali sumir yaitu sebagai solidaritas atas nama penjajahan atau kemanusiaan.
Baru-baru ini ada atlet tenis usia remaja 14 tahun yang berasal dari Kuwait yaitu Muhammad Al-Awadi menolak bertanding karena lawan tandingnya berasal dari Israel. Turnamen tenis internasional ini diadakan di Uni Emirat Arab (UEA). Padahal pertandingan itu sudah memasuki babak semi final.Tapi ia lebih memilih menolak untuk bertanding.
Alasannya demi solidaritas kepada ratyat Palestina yang masih diduduki Israel.
Penolakan bertanding dalam ajang olah raga internasional melawan Isreal bukan kali ini saja, bahkan sering terjadi.
Seperti dalam olimpiade Jepang 2020 yang baru saja. Peyudo asal Aljazair juga menolak untuk bertanding lawan atlet Israel. Yudokw asal Sudan juga melakukan hal yang sama yaitu menolak untuk bertanding lawan Israel.
Bahkan dalam olimpiade Rio 2016, atlet Mesir Islam El Shehaby dipulangkan hanya karena menolak bersalaman dengan atlet Israel yaitu Or Sasson yang mengalahkannya.
Dan masih banyak lagi untuk disebutkan satu persatu, penolakan atau memilih mundur dalam ajang pertandingan olah raga karena melawan Israel.
Mereka tidak menjunjung sportivitas dan profisonalisme dalam ajang olah raga. Ajang olah raga dimasuki unsur kepentingan politik.
Seharusnya dalam olah raga tidak boleh memilih-milih atau memilah-milah lawan hanya karena alasan penjajahan atau kemanusiaan.
Bahkan, bukan hanya isu Palestina saja seorang atlet menolak bertanding melawan Israel dengan alasan pejajahan atau kemanusiaan. Malah olimpiade Beijing 2022 yang belum dimulai saja, sudah ada penolakan dari negar super power yaitu Amerika dan sekutunya. Alasannya tidak jauh dari atas nama demokrasi dan hak asasi manusia yang terjadi di Uighur Xinjiang.
Yang terjadi penolakan Amerika dan sekutunya terhadap penolakan untuk menghadiri perhelatan Olimpiade Beijing berbeda dengan altet yang menolak atau memiih mundur melawan atlet Israel. Bedanya, secara individu atlet menolak melawan Israel, sedangkan dalam Olimpiade Beijing yang menolak atas nama institusi sebuah negara.
Ketika perhelatan olah raga internasional sudah dimasuki kepentingan politik atas nama demokrasi atau HAM atau penjajahan, maka unsur sportivitas dan profesionalisme sudah hilang.
Mengapa tidak memisahkan buat sementara waktu saja dari kepentingan politik? Supaya sportivitas dan profesionalisme tetap terjaga dalam olah raga.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews