Situasi Mendorong Sang Penulis Itu Menjadi Presiden

Presiden adalah jabatan sementara dan terus berganti. Seorang penulis sejati akan terus menulis. Menjadi presiden hanyalah jeda. Selesai jeda, ia kembali menulis.

Minggu, 18 Agustus 2019 | 00:15 WIB
0
477
Situasi Mendorong Sang Penulis Itu Menjadi Presiden
Vaclav Havel (Foto: NPR)

Namanya diabdikan menjadi label penghargaan hak asasi manusia. Namun ini penghargaan khusus hanya untuk para aktivis dan civil society. Ialah untuk anggota masyarakat, bukan pejabat, yang jatuh bangun memperjuangkan kebebasan, keadilan dan hak asasi manusia.

Parlemen Eropa sendiri yang memilih namanya untuk pengarhagaan itu. Riwayat hidupnya sesuai dengan spirit yang akan diinyala-nyalakan melalui penghargaan tersebut: individu, Civil Society yang bangkit berjuang.

Tapi namanya juga diabadikan untuk pengharaan lain. Ialah penghargaan untuk mereka yang membangkang di jalur kesenian, untuk Creative Dissent. Spirit hidupnya sebagai penulis dan dramawan acapkali membangkang atas sistem totaliter masyarakat. Beberapa kali ia masuk penjara.

Para pengusaha seperti pendiri Google dan para sahabat sengaja menggunakan namanya untuk penghargaan khusus ini. Civil Disobedienve, pembangkangan sipil, keberanian warga negara untuk tidak tunduk pada sistem otoritarian memang dapat disalurkan lewat kesenian.

Penghargaan bagi Creative Dissent dimaksudkan untuk ikut meluaskan spiritnya: menggunakan jalur seni untuk melawan situasi sosial yang tak adil dan menindas.

Vaclav Havel. Itulah dia. Riwayat dan nama tokoh ini digunakan untuk dua label dan dua kategori penghargaan itu. Haclac Havel For Human Rights Prize. Dan Vaclav Havel for Creative Dissent.

Ia sebenarnya meniatkan diri menjadi seorang penulis saja. Seorang dramawan. Situasi membentuknya berakhir menjadi pejuang. Lalu karena pejuangannya berhasil, ia pun menjadi presiden.

Dua puluh tahun sebelumnya, di tahun 1960an, Haclav Havel murni seorang dramawan. Passion-nya memang membangkang. Isu politik memang menjadi topik naskah dramanya.

Baginya, Checkoslowakia negara kaya dengan sejarah peradaban. Ini negara para emperor, penulis dan artis. Kebebasan dan keberagaman sudah menyatu dengan sungai, pohon dan udara di sana.

Tiba tiba datang kekuasan komunisme mengekang dan menyeragamkan segala hal. Siapapun yang berbeda dan melawan masuk penjara. Yang tak bisa menyesuaikan diri dengan sistem yang dibawa komunisme akan diasingkan.

Vaclav menuangkan protesnya soal itu dalam beberapa naskah teater. Dalam naskah Garden Party, ia mengkisahkan seorang manusia yang harus hadir dan hidup dalam pesta kebun. Ia diminta jumpa banyak tokoh penting di sana. Tak bisa tidak, ia harus menyesuaikan diri pada prilaku dan aturan yang ada. Jika tidak, ia akan asing di pesta kebun itu.

Ia akhirnya berhasil hidup bersama dalam pesta kebun itu. Namun ia keluar dari pesta itu kehilangan identitas dirinya sendiri. Terlalu banyak kompromi, kebohongan dan kepura-puraan yang harus ia lakukan untuk survive.

Naskah drama itu bentuk halus Haclav menyindir situasi negaranya saat itu. Betapa individu dipaksa untuk hidup sesuai dengan kehendak the big brother: sistem besar komunisme. Jikapun individu itu berhasil survive, ia banyak kehilangan otentisitasnya sendiri.

Atau naskah Vaclav Havel yang lain, yang sama simboliknya. Judul naskahnya: Memorandum. Ini kisah sebuah memorandum yang tiba di satu kantor. Tak ada satupun yang mengerti cara membaca memorandum itu. Ia ditulis dalam bahasa yang asing.

Terdengar berita beberapa orang di luar sana yang mampu menterjemahkan. Namun mereka hanya bersedia jika diberi ijin oleh atasan. Sedangkan atasan tak kunjung memberikan ijin.

Terdapat pula ahli lain yang diam diam membantu menerjemahkan. Namun baru mulai ia sudah dipecat oleh atasan yang lain.

Suasana kantor menjadi serba tak menentu dan serba takut. Namun mereka mengerti pada akhirnya memorandum hanya bisa mereka pahami jika diterjemahkan ke dalam bahasa ibu mereka sendiri.

Begitulah gaya drama dari Vaclav Havel: halus, simbolik namun mengkritik keras. Memorandum bahasa asing itu dapat dikiaskan seperti sistem komunisme yang asing yang ingin diterapkan paksa. Betapa berkuasa para atasan yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak.

Sedangkan semua tahu, walau takut, sistem yang bisa berkerja untuk masyarkat adalah yang berasal dari bahasa ibu, yang tumbuh dalam sejarahnya sendiri. Bukan sistem yang

dipaksakan dari luar.

Havel sempat membawa teaternya mentas hingga ke Amerika Serikat. Iapun dikenal meluas. Dunia teater dan penulis menjadi pangilan hidup.

Namun situasi berubah ketika pemerintahan komunisme di Chekoslovakia mengeras. Vaclav pun dilarang mentas. Pemerintah merasa tak layak dikirik. Bagi yang berbeda, harus dilemahkan, dihabisis, dibasmi. Tak hanya tokoh politik oposisi yang diberangus, seniman dan pentas teater juga dibredel.

Itulah awal Vaclav mulai ikut aksi protes. Ia membentuk banyak civil society. Kesewenangan mesti dilawan. Jika bukan civil society, intelektual, kaum seniman dan aktivis yang sadar, siapa lagi yang bisa melawan?

Dari momen momen, Havel mengalihkan pentas teaternya ke pentas politik. Ia terlibat mendirikan, dan memimpin civil society. Antara lain yang ia bangun: Charter 77 (tahun 1977), Committe for Unjustly Procecuted (1979), dan yang lebih besar Civic Forum (1988).

Para pembangkang terhadap situasi, oposisi, intelektual, seniman, mahasiswa yang peduli pada perubahan pun berkumpul. Beberapa kali mereka terlibat dalam aksi nyata, mulai dari peringatan Prague Spring di banyak univeristas di Praque. Puncaknya adalah Velvet Revolution yang akhirnya berhasil memaksakan perubahan.

Beberapa kali Vaclav Havel bulak balik masuk penjara. Yang terlama di tahun Mei 1979- Febuari 1983. Di dalam penjara ia sempat menulis dua buku. Ada buku yang merupakan kumpulan surat yang ditulisnya untuk istri dari penjara. Buku itu diberi judul Letters to Elga.

Buku kedua di dalam penjara yang melambungkannya: the Power of Powerless. Ini kumpulan esai politiknya yang paling terkenal. Buku ini dicetak dan disebar menjadi bacaan para pembangkang.

Teman temanya sesama penulis dan dramawan manca negara ikut menggaungkan gerakan Havel. Samuel Beccket, penulis terkemuka yang tinggal di Paris mendedikasikan karyanya: Catostrope (1984) untuk Havel. Milan Kundera asal Chech yang juga berubah menjadi warga Perancis menyatakan, karya tulis Havel yang terbesar adalah keindahan perjuangan hidupnya sendiri.

Vaclav Havel pun bertranformasi menjadi pemimpin politik. Akar dan sentimen seniman dan penulis pada dirinya begitu memerlukan kebebasan. Mereka menginginkan berlakunya sistem yang lebih bebas, lebih menjamin keberagaman, lebih menghormati keunikan individu. Tak ada lain itu demokrasi di barat.

Civic Forum yang dipimpin Havel menemukan sistem altenatif. Checkoslovakia perlu direformasi kembali. Bab besar Komunisme harus sudah ditutup. Chekoslovakia memerlukan bab baru: demokrasi barat.

Vaclav beruntung. Saat itu, di tahun 1989, yang menjadi penguasa tertinggi di Uni Sovyet Michael Gorbachev. Tokoh itu kemudian hari ditasbihkan TIME MAGAZINE sebagai “The Person of The Decade, di tahun 1990. Ia menjadi tokoh utama selama satu dekade: 10 tahun terakhir. Gorbachev juga mendapatkan Nobel Perdamaian 1990.

Jika saat itu yang bekuasa di Sovyet pemimpin yang biasa, Havel segera menghadapi serbuan tank militer dan dibantai habis. Tapi Gorbachev memberikan keleluasaan. Hadirnya Gorbachev yang reformer, yang mementingkan opini dunia, sebuah keberuntungan besar bagi gerakannya.

Pada bulan Desember 1989, konggres di parlemen Checkoslwakia memilih Vaclav Havel sebagai presiden. Pilihan satu suara, mufakat penuh. Seorang penulis oleh zamannya diseret-seret untuk menjadi pejuang. Seorang pejuang oleh zamannya, akibat kombinasi pengorbanan dan keberuntungan, akhirnya menjadi presiden.

Saya berkunjung ke Checkoslvakia tahun 2003. Havel baru saja menyelesaikan termin kedua. Ia sudah turun tahta saat itu.

Dari kaca mata tahun 2019, setelah saya berkeliling ke lima benua, Praha, ibu kota Chech Republic, tetap saya anggap ibu kota paling indah di dunia. Ia gabungan kerajaan besar nan megah, keindahan alam, dan budaya yang teramat kaya. Suasana keakraban terasa di sana dan sini. Di pinggir pedestrian, beberapa spot memainkan alat musik, atau membaca puisi.

Ketika saya di sana, pemandu menawarkan tour khusus napak tilas perjuangan Vaclav Havel. Ujar pemandu, Havel sudah tak lagi menjadi presiden, tapi ia tetap menjadi ikon budaya kami.

Aneka tempat dikunjungi, dalam tour itu, mulai dari city tour melihat Memorial to the Victim Communism, National Street, hingga berujung di kafe tempat umumnya aktivis dan para intelektual menghabiskan waktu ketika melawan komunisme.

Satu tempat yang dikunjungi adalah Charles University. Ia salah satu universitas tertua di Eropa. Berdiri tahun 1348, di atas tanah 100 hektar. Bangunan didominasi warna merah atap dan putih dinding. Megah, antik, indah, di tepi sungai.

Ujar pemandu, di universitas ini, acapkali dimulai aksi protes yang meluas. Dulu di tahun 1939, mahasiswa protes atas kekejaman Nazi. Sebanyak 1200 mahasiswa ditahan. Sebagian akan dikirm ke camp konsentrasi. Sebanyak 9 mahiswa dan dosen ditembak mati.

Tempat ini kembali digunakan Havel dan kawan-kawan. Jika dulu para mahasiswa mengusir Facisme, kini Havel dan umumnya rakyat ingin mengusir komunisme.

Selesai menjabat presiden, di awal tahun 2003, Vaclav Havel kembali menulis naskah teater. Di tahun 2008, karyanya Leaving dimainkan di Archa Theater Praha. Juga diterjemahkan ke bahasa Inggris dan dimainkan di Orange Tree London. Juga dimainkan di Amerika Serikat, Philadelpia, di Wilma Theater.

Leaving karya Vaclav Havel menceritakan peralihan kekuasaan yang tak terduga. Sang penguasa mengalami krisis setelah dipaksa turun sebagai penguasa. Para ahli menyatakan, Havel meramu kisah dalam King Lear karya Shakespeare dan The Cherry Orchad karya Anton Chekov.

Di tiga negara itu, pertujukan teater naskah Haclav Havel mendapatkan sambutan luar biasa: standing ovation.

Lama saya duduk mengenang kisah Sang penulis Haclav Havel. Bagi seorang penulis, hidup sejatinya memang menulis. Menjadi presiden hanyalah selingan. Jika situasi mendorongnya menjadi presiden, untuk perubahan masyarakat, ia ambil amanah itu.

Tapi presiden adalah jabatan sementara dan terus berganti. Seorang penulis sejati akan terus menulis. Menjadi presiden hanyalah jeda. Selesai jeda, ia kembali menulis.

Agustus 2019

***

Catatan Perjalanan Denny JA