Negara kampiun demokrasi seperti Amerika pun kini terjebak hal yang sama: ingin menyenangkan rakyat. Asal menang pilpres. Walau pun punya dampak terpecahnya bangsa.
Inilah gambaran hasil pemilu di Singapura Jumat depan: partai penguasa, PAP, akan menang 100 persen.
Itulah memang tujuan pemerintah mendadak melakukan Pemilu. Agar bisa menang mutlak. Hasil survei politik menjadi landasan keputusan kilat itu. Kalau jadi bisa menang 100 persen itulah kado terbaik bagi keluarga Lee Kuan Yew, pendiri negeri itu --dari rakyat Singapura.
Setelah Pemilu nanti, putra sulung Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong, meletakkan jabatan. Setelah 16 tahun menjabat perdana menteri.
Tentu rakyat Singapura ingin memberikan hadiah terbaik. Atas capaian Singapura selama 60 tahun di tangan Lee Kuan Yew, termasuk oleh anaknya itu.
”Saya pun akan memilih partai penguasa. Inilah bentuk terima kasih kami kepada Lee Kuan Yew,” ujar seorang teman di sana. Padahal biasanya sikap politik teman itu sangat independen.
Bagi Lee Hsien Loong sendiri kemenangan mutlak itu penting. Alasan idealisnya: agar generasi ke-4 pemimpin Singapura bisa bekerja dengan suasana politik yang tetap tenang. Inilah peralihan kepemimpinan yang krusial. Bisa saja rakyat Singapura tidak akan sehormat lagi pada kepemimpinan 4G nanti. Yang memang benar-benar tanpa dinasti Lee lagi.
Alasan praktisnya: agar pemerintah pasca Lee tidak mengungkit-ungkit apa pun yang sudah terjadi selama ini.
Bagaimana dengan musuh Lee yang juga bernama Lee. Memang Lee yang adik kini bergabung ke partai oposisi. Pertengkarannya dengan Lee yang kakak sudah tidak mungkin didamaikan.
Tapi Lee yang adik tidak masuk caleg dari partai oposisi. Alasannya: justru jangan ada lagi dinasti Lee.
Tapi itu sekaligus melemahkan partai oposisi. Pertanda bahwa dukungan itu tidak habis-habisan.
Singapura memang tidak demokratis. UU ujaran kebenciannya sangat keras. Yang tidak suka kepada pemerintah benar-benar mati kutu.
Kooptasi pada kelompok masyarakat juga sangat dalam. Negara yang hanya berpenduduk lima juta jiwa itu punya 93 wakil rakyat. Belum lagi 14 wakil rakyat yang diangkat. Ditambah 9 wakil lagi dari golongan yang tidak terwakili.
Dapilnya kecil-kecil. Tangan pemerintah benar-benar bisa menjangkau sampai kelompok masyarakat terkecil.
Sistem pemerintahan di Singapura sangat diktator. Tapi diktatornya, ehm, baik hati. Singapura bisa menjadi contoh ”diktator yang baik bisa menghasilkan kemajuan lebih cepat dari demokrasi yang tidak baik”.
Sayang sulit sekali mencari ”diktator yang baik hati”. Apalagi di negara sebesar Indonesia.
Sejak awal, Lee Kuan Yew sudah menantang negara demokrasi. Termasuk negara-negara Barat.
Kelemahan negara demokrasi, kata Lee, selalu terjebak pada pemilu. Semua pemimpinnya hanya berusaha menyenangkan rakyat. Termasuk untuk hal-hal yang akan menjerumuskan masa depan rakyat itu sendiri. Tujuannya satu: agar menang Pemilu.
Negara kampiun demokrasi seperti Amerika pun kini terjebak hal yang sama: ingin menyenangkan rakyat. Asal menang pilpres. Walau pun punya dampak terpecahnya bangsa.
Sayang tidak ada mekanisme yang teruji bagaimana bisa menemukan ”diktator yang baik hati”.
Adakah yang tertarik menyusun konsep pencarian diktator—baik—hati?
Kalau tidak ada jaminan untuk itu semua sepakat: demokrasi lebih baik. Asal demokrasi yang disertai berjalannya sistem hukum.
Dahlan Iskan
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews