Mostar, saya mengunjungi kota tua yang cantik di Bosnia ini pada musim panas 2019. Kota ini, sebagaimana beberapa kota lainnya di Bosnia & Herzegovina terbagi menjadi 2 sektor setelah perang kemerdekaan Bosnia. Di Mostar, etnis Bosnia mendiami sisi sebelah timur Sungai Neretva. Sedangkan etnis Croatia mendiami sisi barat sungai.
Meskipun hidup hanya dipisahkan sungai, namun dapat dikatakan interaksi antara kedua belah pihak sangatlah terbatas. Mereka masing–masing punya pemerintahan sendiri, sekolah sendiri, pasar sendiri, dll. Rupanya kepahitan permusuhan di masa perang masih berbekas.
Konon, mereka bahkan bersaing mengenai ketinggian menara masjid Bosnia dan menara gereja Croatia.
Dalam keadaan yang tidak ideal ini, Mostar Urban Movement Youth Group, berinisiatif mendirikan patung Bruce Lee di taman Zrinjski. Tidak jauh dari ruas jalan yang tetap dibiarkan seperti zaman perang Bosnia dengan bangunan–bangunan rusaknya.
Mengapa Bruce Lee? Rupa-rupanya Bruce Lee merupakan tokoh yang menjadi titik persamaan antara etnis Bosnia dan Croatia.
Konon, di tahun – tahun 70 an dan 80 an, pemuda – pemuda Yugoslavia sangat menggemari film–film kungfu Bruce Lee. Olah raga bela diri merupakan hal yang populer di Bosnia.
Bruce Lee juga dipandang sebagai tokoh yang mampu menyatukan budaya timur dan barat, yang mengajarkan toleransi melalui keindahan seni bela diri timur.
Berdasarkan pemungutan suara yang dilakukan oleh Urban Movement Mostar, Bruce Lee adalah tokoh yang diterima oleh kedua etnik group.
Unik? Memang benar! Mengingat dapat dikatakan Bruce Lee tidak ada sangkut pautnya dengan sejarah negeri tersebut. Namun memilih "tokoh" pahlawan lokal dari salah satu etnis yang ada sebagai lambang persatuan, justru berpotensi memperuncing permusuhan.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews