Surono Danu Lebih Layak Mendapat Gelar Kehormatan Dibanding Pejabat

Sudah seharusnya perguruan tinggi atau pemerintah memberikan perhatian atau apresiasi riset atau penelitian yang dilakukan masyarakat.

Rabu, 23 Juni 2021 | 08:57 WIB
0
720
Surono Danu Lebih Layak Mendapat Gelar Kehormatan Dibanding Pejabat
Surono Danu (Foto: suluh.co)

Di negeri tercinta Indonesia ini-terkadang penghargaan gelar kehormatan dari perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sering menyasar kepada pejabat atau mantan pejabat dan pengusaha atau politikus.

Gelar penghormatan yang sering diberikan oleh perguruan tinggi atau universitas yaitu H.C atau Honoris Causa.

Konon gelar penghormatan atau Honoris Causa itu diberikan karena pejabat atau mantan pejabat atau politikus itu mempunyai sumbangsih  atau berjasa kepada dunia ilmu pengetahuan atau bidang ilmu lainnya.

Tentu gelar penghormatan itu diberikan atas penilaian yang sifatnya subjektifitas dari perguruan tinggi negeri atau swasta. Bukan berdasarkan objektifitas berdasarkan karya nyata.

Memang bukan salahnya pihak atau individu yang menerima gelar kehormatan tersebut yang diberikan oleh perguruan tinggi tersebut. Karena mereka tidak meminta atau menyodorkan dirinya untuk minta gelar kehormatan tersebut.

Akan tetapi pihak perguruan tinggilah yang seharusnya dipertanyakan atas dasar apa mereka memberikan gelar kehormatan kepada pejabat atau mantan pejabat dan politikus.

Mengapa hanya memberikan gelar kehormatan hanya kepada tokoh publik,pejabat atau mantan pejabat?

Jarang pergguruan tinggi memberikan gelar kehormatan menyasar kepada masyarakat bawah yang benar-benar mempunyai karya atau orang yang mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan masyarakat banyak.

Sepertinya perguruan tinggi negeri atau swasta lebih tertarik atau berpihak kepada mantan pejabat atau pejabat dan politikus dalam memberikan gelar kehormatan.

Ada seseorang yang benar-benar mempunyai karya dan sumbangsih atau berjasa kepada masyarakat atau petani  yang seharusnya lebih layak untuk mendapat penghargaan gelar kehormatan tersebut dari perguruan tinggi negeri.

Siapakah dia?

Dia adalah Surono Danu. Pria nyentrik dengan rambut gondrong dan perawakan tinggi tersebut sudah berkecimpung dan malang-melintang lama dalam dunia penelitian bibit padi unggul. Ia mempunyai kelompok tani yaitu Serikat Tani Indonesia atau yang lebih dikenal Sertani.

Pada awal  tiba di Lampung ia menjelajahi wilayah itu hanya dengan sepeda onthel dan mengumpulkan varietas jenis padi lokal yang jumlahnya mencapai 300 jenis lebih. Dari Jumlah itu disortir atau dipilih kembali menjadi 181 dan dipilih lagi menyisakan tiga jenis padi unggul.

Dari tiga jenis bibit padi unggul tersebut lalu dikawin silangkan ditempat riset atau penelitiannya. Jangan membayangkan tempat riset atau penelitiannya di gedung ber-AC seperti lab perguruan tinggi yang tempatnya dan peralatannya lengkap.

Tempat riset dan penelitiaanya di lahan bedengan dengan memakai polibeg sebagai tempat untuk menanam padinya. Untuk mengawinkan silangkan bibit padi tersebut, Surono Danu hanya menggunakan pincet. Dan waktu mengawinkan kurang lebih jam 4 pagi.

Pincet itu digunakan untuk membuka serbuk sari dari padi yang akan dikawinkan.Proses ini pun sangat sulit atau rumit menurut penuturan yang bersangkutan.

Dari proses riset dan penelitian yang memakan waktu lama dan kegagalan demi kegagalan dilaluinya dengan sabar, maka 10 tahun kemudian bisa menemukan benih padi unggul dengan usia panen yaitu 150 hari.

Karena sifat dari riset dan penelitian adalah memperbaiki atau menyempurkan dari hasil temuan sebelumnya,maka 7 tahun kemudia Surono Danu berhasil menghasilan benih atau bibit padi dengan usia 135 hari panen.

Dan beberapa tahun kemudian Surono Danu menemukan benih padi dengan usia 105 hari panen.Surono Danu tak lelah untuk menghasilkan atau menemukan benih padi yang usianya semakin pendek yaitu 95 hari panen.

Benih padi unggul yang ditemukan Surono Danu mempunyai banyak kelebihan yaitu waktu masa panen yang relatif lebih cepat, hasil panen lebih banyak karena bulir padet,tanaman padi lebih tahan terhadap penyakit dan tidak membutuhkan jumlah air yang banyak seperti umumnya kalau menanam padi.

Bahkan batang padi yang digigit tikus bisa menyambung atau menutup luka batang padi tersebut hanya dalam 24 jam.

Hasil bibit padi unggul itu diberikan kepada kelompok taninya oleh yang bersangkutan secara gratis. Karena ia ingin ada kemandirian pangan di negeri ini.Bukan hanya jargon atau retorika saja.

Selama puluhan tahun melakukan riset atau penelitian, tidak ada baik pemerintah atau perguruan tinggi yang membantunya. Semua ia tanggung sendiri.Karena Surono Danu termasuk orang uang idealis dan gaya bicaranya juga lantang.

Dan Surono Danu yang berkeliling ke berbagai daerah di tanah air untuk mengenalkan atau memberi penyuluhan terkait tanaman padi.

Pertanyaannya:

Apakah pemerintah peduli kepada anak negeri  sekalipun berasal dari kalangan bawah tapi nyata mempunyai karya?

Apakah pemerintah pernah memberikan bantuan baik materi atau alat-alat untuk menunjang riset atau penelitian yang dilakukan oleh Surono Danu?

Apakah perguruan tinggi pernah juga membatu pengembangan dalam riset atau penelitian yang dilakukan oleh Suruno Danu?

Apakah perguruan tinggi pernah mendapingi atau bekerjasama dalam riset benih padi unggul yang dilakukan oleh Surono Danu?

Padahal di negeri ini ada perguruan atau Institut khusus pertanian. Pernahkan Institut Pertanian milik pemerintah itu memberikan penghargaan kepada Suruno Danu yang sudah puluhan tahun berkecimpung dalam riset atau penelitian penemuan benih atau bibit padi unggul?

Inilah fakta di negeri ini, seseorang yang mempunyai hasil karya dan bermanfaat bagi masyarakat banyak tidak ada penghargaan atau dukungan dari pemerintah atau perguruan tinggi. Sekalipun yang bersangkatuan tidak minta atau butuh dengan penghargaan dari perguruan tinggi dengan gelar kehormatan tersebut. Tapi minimal pemerintah lewat kementerian pertanian memberikan perhatian lebih kepada anak bangsa yang mempunya karya nyata.

Katanya jargon pemerintah adalah kemandirian pangan dan tidak impor beras. Dan selalu hampir setiap tahun isu impor beras selalu menghantui petani kita.

Sudah seharusnya perguruan tinggi atau pemerintah memberikan perhatian atau apresiasi riset atau penelitian yang dilakukan masyarakat. Sekalipun riset atau penelitian tersebut tidak dilakukan di perguruan tunggi atau lab yang modern.

***