Buya

Wasiat Buya Syafii Ma'arif agar persatuan dan kesatuan bangsa dan begara terus dijaga dan dipertahankan, menjadi tugas semua anak Bangsa untuk melaksanakannya.

Jumat, 27 Mei 2022 | 21:07 WIB
0
146
Buya
Syafii Ma'arif (Foto: tribunnews.com)

Suatu hari di Bulan Desember, 2021, saya kirim WA pada Buya Syafii Maarif, ingin mewawancarainya untuk program Trias Kredensial. 

“Selamat siang, Buya…. Saya sedang di Yogya….apakah setelah tanggal 25 Desember, saya boleh sowan Buya untuk wawancara? Matur nuwun..”

Tak lama kemudian, Buya menjawab kiriman WA saya: 
“Nuwun, tgl 28 Des. sktr jam 11.00 sy insya Allah akan di kantor Suara MuhammadiyahJl. Ahmad Dahlan 107. Kt bisa bertemu di sana. Pak Trias ingatkan trs. Maarif.”


“Matur nuwun sanget, Buya…baik, Buya, saya ingatkan….selamat malam. Salam hormat.” 
Sehari sebelum pertemuan, 27 Desember 2021, saya menerima pesan dari Buya, lewat WA: 

“Punten Pak Trias, ternyata sy ke alamat di atas bsk baru jam 15.30. Jika Rabu, 29 Des. insya Allah, saya akan ada di alamat ini: Perum Pesona Regency E3, Trihanggo, Sleman. Nuwun. Sekitar jam 11.00. Maarif.” 

“Inggih , Buya…baik, saya akan sowan nanti tanggal 29 Desember….terima kasih banyak,  Buya…” 

Rabu pagi, 29 Desember 2021, saya kirim WA ke Buya, “Selamat pagi, Buya… Nanti jam 11.00, saya jadi sowan….matur nuwun.” 

Beberapa menit kemudian, Guru Bangsa itu membalas WA saya: “Sure.”_

“Matur nuwun, Buya.”

Saya pun bersama istri, dan kameramen yang akan merekam wawancara saya, meluncur ke rumah Buya, tak lama kemudian. 

Bertemu Buya di rumahnya, pada hari Senin (27 Desember 2021)

**

Beruntung saya mengenal Buya Ahmad Syafii Maarif (1935-2022). Dan, saya senang dan bangga Buya mengenal saya. Begitu melihat, Buya langsung bisa menyebut nama saya secara lengkap. Sungguh menyenangkan dan bangga. 

Memang, bukan hanya saya saja yang mengenalnya. Tetapi sangat banyak orang di negeri ini yang mengenalnya. Buya memang pantas dikenal. Bahkan, kenal lebih dekat dan sangat-sangat dekat dibanding saya. Saya hanya masuk dalam katagori, “sudah senang sekali kalau kiriman WA saya, dijawab.” 

Buya dengan penuh kesengajaan dan sesadar-sadarnya, saya sebut sebagai   “tokoh  yang sangat terpuji.” Mungkin ada yang tidak sepaham, tidak apa-apa. Berbeda pendapat, soal yang biasa di dalam alam demokrasi, meskipun menurut para cerdik cendikia, demokrasi di negeri ini mulai merosot. 

Sangat wajar, kalau banyak orang dari pelbagai kalangan—politisi, usahawan, ulama, rakyat biasa (tua maupun muda; lelaki maupun perempuan; orang kota maupun orang desa), kaum terdidik maupun yang kurang terdidik, dan masih banyak lagi—mengenalnya, meskipun banyak di antara mereka belum pernah bertemu. Banyak kalangan yang pingin dan sudah sowan kepada Buya, terutama kalangan politisi. Suatu ketika, Buya cerita kepada saya tentang para politisi yang sowan ke rumahnya. “Saya bukan pemimpin politik, Trias,” katanya.

Karena itu, sangatlah bijaksana dan pantas kalau dulu banyak yang sowan  Buya, bila ingin menjadi politisi yang berhati-nurani, yang berakal budi. Tentu Buya sangat berbeda, berbeda jauh sekali, bahkan sangat tidak dapat disamakan dengan “tokoh” (sesepuh) yang tidak perlu dan tidak pantas disowani, yang menurut Presiden Jokowi sering membuat keributan. “Jangan menggadaikan kewibawaan dengan sowan kepada pelanggar hukum,” kata Jokowi kepada para polisi, pada suatu ketika. 

Bagi saya, Buya Syafii Maarif adalah mata-air keteladanan dalam banyak hal, baik kejujuran, kesederhanaan, sikap hidup, persaudaraan,  tindakan nyata dan berbagai hal kebaikan lainnya. Kata pepatah veritatis simplex oratio est, bahasa kebenaran itu sederhana. Begitulah Buya. Apa yang selalu dikatakan, tentang banyak hal, mencerminkan keadaan sesungguhnya yang ada di masyarakat.

Buya selalu mengatakan apa adanya sekalipun terhadap orang yang didukungnya, tanpa “topeng” kepalsuan dengan aksi sekadar sensasi, seperti yang banyak dilakukan oleh mereka yang menokohkan diri, yang suka menebarkan pesona demi gensi dan demi kuasa. Itulah contoh keutamaan Buya.

Kata pepatah, virtus magis percepta per habitum quam doctrinam, keutamaan diperoleh lebih karena kebiasaan daripada ajaran… Keutamaan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup Buya.

Di zaman kini, tidak mudah mencari tokoh seperti Buya. Tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah orang-orang yang diakui oleh masyarakat karena dipandang pantas menjadi pemimpin yang disegani dan berperan besar dalam memimpin dan mengayomi masyarakat, sagala ucapan dan tindakannya pantas didengarkan serta ditiru. Dan, Buya adalah salah satunya dari sedikit tokoh yang ada di tengah masyarakat kita. 

Ada ujar-ujaran dalam bahasa Jawa yang berbunyi, sejatiné pemimpin iku kang bisa ngayomi lan ngayemi (sesungguhnya pemimpin itu adalah orang yang bisa melindungi dan menenteramkan). Selama ini, Buya melakoni peran itu. 

**

Suatu ketika, Buya mengatakan “Dalam usia yang sudah sangat larut ini, agenda utamaku adalah turut berbuat sesuatu betapa pun kecilnya agar Indonesia sebagai bangsa dan negara tetap utuh.” 

Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa yang dikatakan Buya itu adalah sesuatu yang sangat penting, di tengah usaha sekelompok orang yang ingin mengoyak rajutan tenun persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. Buya tetap berjuang dengan segala cara dan jalan untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan negara ini. 

Kata Buya, “Indonesia merupakan bangsa besar yang dianugerahi dengan beragam perbedaan seperti agama, suku, adat, bahkan bahasa. Oleh karena itu kita harus menanamkan sikap toleransi dalam diri dengan terus memelihara persatuan, persaudaraan dan kerukunan antar sesama karena Bhinneka Tunggal Ika merupakan nilai bangsa yang harus terus dijaga,”  (Antara, Senin 31 Mei 2021) 

Buya Ahmad Syafii Maarif, Guru Bangsa, Negarawan, Sang Panutan itu kini telah pulang ke haribaan Sang Khalik, Sang Maha Cinta. Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”
Wasiat Buya, agar persatuan dan kesatuan bangsa dan begara terus dijaga dan dipertahankan, menjadi tugas semua anak Bangsa untuk melaksanakannya. 

Terima kasih banyak Buya, atas segala contoh kehidupan yang baik saling hormat-menghormati sesama anak bangsa, toleran, terus berusaha menjaga persatuan dan kesatuan, dan juga piwulang, nasihat-nasihatnya. 

Selamat jalan Bapak Bangsa ..menuju perdamaian abadi….

***