Saya belum pernah bertemu Rahman Tolleng. Namun, namanya sering dibicarakan oleh eks tokoh-tokoh Gemsos (Gerakan Mahasiswa Sosialis) yang pernah saya temui. Paling banyak tentu saja berasal dari almarhum Imam Yudotomo, eks tokoh Gemsos Yogyakarta. Gemsos adalah underbouw Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Selain aktivis kawakan, Tolleng adalah pendiri Tabloid Mahasiswa Indonesia yang legendaris itu. Sejak masih hidup, ia telah disebut sebagai “legenda aktivis politik Indonesia”. Hari ini Sang Legenda, orang yang saya kira paling bertanggung jawab telah mencetak banyak sekali aktivis muda berlabel "anak-anak PSI" sejak dekade 1970-an, telah berpulang.
Saya masih menyimpan arsip wawancara Tolleng di Majalah TIARA No. 89, 10-23 Oktober 1993, ketika dia menyebut bahwa Prabowo adalah pelopor gerakan LSM di Indonesia. Ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, kebetulan adalah tokoh PSI.
“Prabowo itu anak istimewa juga. Baru tamat SMA dia sudah mendirikan sebuah LSM. Barangkali dialah yang pertama kalinya membuat LSM gaya baru di Indonesia, Lembaga Pembangunan. Di Jakarta Prabowo mengajak Dr. Alfian hingga Prof. Dr. Emil Salim, dan banyak aktivis lain, termasuk Ciil [Dr. Sjahrir—Red.]. Lalu membuka cabangnya di Bandung, dan saya menjadi salah seorang direktur (1970-1972) dalam Lembaga Pembangunan Jabar. Salah satu usaha LSM itu, menggarap Desa (sepatu) Cibaduyut," demikian ujarnya.
Penilaian Tolleng itu sepertinya tak berlebihan. Bina Swadaya, yang bisa disebut sebagai LSM tertua dan masih eksis hingga kini, baru berdiri pada tahun 1967. LP3ES, LSM tua lainnya, yang juga dibidani oleh ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusumo, berdiri pada 1971. Maka tak berlebihan jika Lembaga Pembangunan yang didirikan Prabowo pada medio 1969 dianggap sebagai salah satu pelopor gerakan LSM di Indonesia.
Nama Rahman Tolleng pastilah akan dikenangkan. Dan ia memang patut mendapatkannya.
Selamat jalan, Om.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews