Amien Rais bukanlah politisi atau intelektual kemarin sore. Ia sudah terkenal sejak masih mahasiswa. Esai-esainya padat dan tajam. Ceramah-ceramahnya enak dikunyah.
Ia memang bisa menulis dan berbicara sama baiknya. Itulah yang membedakannya dengan Cak Nur, Dawam, atau Kunto. Meski tulisannya bagus, ketiga rekan Amien tadi bukanlah tipikal pembicara yang bisa menyihir pendengarnya. Sementara Amien bisa. Kelemahan putera Solo ini barangkali hanyalah ia tak punya nafas panjang. Sebagian besar tulisannya memang hanya berupa esai-esai pendek.
Sebagai aktivis, pendakwah, sekaligus ilmuwan politik, telah lama Amien bertaruh dengan risiko karena harus bergesekan dengan kekuasaan. Risiko yang dihadapinya tidaklah kecil, karena sejak dulu ia concern dengan isu-isu ekonomi politik.
Ya, ia bukan hanya berdakwah tentang keimanan dan ketakwaan, tapi juga tentang kemiskinan, ketimpangan, dan isu-isu struktural lainnya. Ia tak hanya berkutat di soal-soal normatif dan estetika sosial, tapi juga terjun ke soal-soal politik yang sensitif.
Kritiknya verbal, tak bersifat pasemon dan karikatural sebagaimana sejumlah intelektual atau pemimpin ummat segenerasinya. Tak heran, di ujung kekuasaan Orde Baru, ia mudah sekali menjadi ikon perubahan, menjadi idola di ambang pergantian alaf. Ia memang pantas mendapatkan panggung besar itu.
Di ujung kekuasaan Orde Baru, oleh media Amien digunakan sebagai juru bicara untuk melawan Soeharto. Namun, sesudah Soeharto tumbang, ia mengalami proses "demonisasi". Sepertinya, ada pihak-pihak yang tak menyukai jika karir politik Amien terus moncer.
Dan, mereka mulai mengorbitkan matahari-matahari lain, matahari-matahari yang tiba-tiba saja menjadi raksasa di halaman-halaman dan layar media sesudah pergantian milenium. Mereka dikesankan sebagai brahmana yang lebih suci daripada Amien Rais yang sudah terlalu politis.
Masalahnya, para brahmana tadi tak pernah bertaruh apapun. Atau, paling tidak tak pernah bertaruh banyak. Mereka tak pernah mempertaruhkan jabatannya karena menyinggung pusat kekuasaan. Tak pernah mempertaruhkan nyawanya karena berani menyentuh tabu-tabu politik yang mengusik penguasa.
Rumah mereka tak pernah menjadi incaran peluru nyasar. Mereka, tanpa mengurangi hormat, paling banter juga hanya bisa berjualan isu-isu "kosmetika sosial" belaka.
Amien bukanlah orang suci. Dan ia memang tak perlu dibela untuk alasan-alasan utopis semacam itu. Namun ia pernah bertaruh banyak. Ia sangat pantas diberi kehormatan untuk itu.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews