Pada suatu hari, saya masih ingat saat Pasukan Mayor Prabowo, operasi di Timor Timur pada tahun 1983, mengumpulkan Para Komandan Tim (DanTim), di Markas Komando Operasi.
Saya, melihat Komandan, menggelar Peta dan Para Dantim, mengengelilingi Komandan. May. Prabowo, menjelaskan secara singkat tentang Operasi selanjutnya, di daerah Watulari, tepatnya di kaki Gunung Matabean.
Saya, ikut menyimak, seperti seolah-olah saya ikut bertempur? Saya lihat, Komandan, hanya mendelik liat saya antusias memperhatikan Taktik Serangan yg akan dilakukan, dengan sedikit senyum kecil khasnya? Mungkin sambil berkata dalam pikiran Mayor Prabowo: ”Emangnye gua mo ajak loe apa?” Mungkin? Sampai hari ini saya gak pernah tanya soal senyum khasnya itu.
Terakhir setelah penjelasan Taktik Operasi nya, Mayor Prabowo menutup briefingnya, dengan perintah biasa: ”Dukun, kamu Solo Bandung (Standby) di Lanu (Bacau)!”
Saya hanya bisa dan boleh menjawab: ”Siap Komandan.” (bukan yang lain). Padahal, saya maunya diajak oleh Komandan ikut merasakan bagaimana bertempur? Karena saya kan selain Dokter juga Prajurit Komando, yang punya Baret Merah, ikut Pendidikan Komando enam bulan dan seumur hidup ditendang dan ditabok orang ya disini (oleh Pelatih).
Singkat cerita, pasukan menuju Daerah Operasi, dengan menggunakan truk ke arah Kaki Gn. Matabean, sektor Selatan. Dan saya pindah tidur ke Lanu Bacau.
Selama di Lanu Bacau, saya banyak duduk di Ruang Pengendali Operasi (Pusdalops), ikut mendengarkan Komunikasi Radio dari seluruh Pasukan yang bertugas operasi di Timtim, termasuk memonitor Pasukan Bravo yang sedang di kaki Gn. Matabean.
Tiba di radio komunikasi Pusdalops, ada permintaan bantuan tembakan dari Pasukan Bravo yang dikomandani Mayor Prabowo, dengan memberikan Titik Koordinat Bantuan Tembakan Udara (Bantem Udara).
Saya, hanya mendengarkan, sambil melamun dan mendengarkan suara tembakan satu satu tapi cukup ramai dari radio. Tiba-tiba saya didatangi: Kapten Penerbang Panji Utama, seorang Penerbang OV-10 Bronco, dan berkata: ”Dok, mau ikut ke Matabean? Bravo butuh Bantem?”
Saya terdiam sejenak, 'kan tugas saya, bukan ikut terbang, tapi standby di Lanu, bila sewaktu-waktu tenaga saya dibutuhkan utk evakuasi?
Saya mau ijin ke Komandan Prabowo, gimana, lagi seru-serunya tembakan dan pasti gak akan ngijinkan?
Akhirnya saya bilang ke Kap. Panji: ”Siap pak, saya ikut”. Kap. Panji mengingatkan saya: ”Bawa kamera Dok!” Siap kata saya.
Saya ikut briefing Bantuan Udara antara Kap. Panji dan Mayor PNB. Lambert Silooy, Penerbang Sky Hawk.
Saya awalnya agak bingung: Kenapa mesti dua pesawat dengan dua jenis berbeda; Satu OV-10 dan satu lagi Sky Hawk? Tapi saya diam saja dan saya pakai pakaian tempur Pilot atau G-Suit (G-Suit yang didesain khusus agar dapat mengembang dan mengempis sesuai dengan tekanan yang dihadapi oleh pilot untuk menghindari terjadinya G-Loc) dan kami terbang, OV-10 mendahului karena kami pesawat Turbo-Baling2, sedangkan Sky Hawk pesawat Jet.
Kap. Panji menerbangkan pesawat nya sangat rendah, melintas di atas pohon-pohon hutan tropis, atau istilah terbang tempur: ”Tree Top” (diatas puncak pepohonan, agar sulit ditembak dari bawah).
Saya dengar komunikasi antara Kap.Panji (OV-10) dan Mayor Lambert Silooy(Sky Hawk), soal koordinat Bantuan Tembakan Udara. Kemudian saya dengar Kap. Panji komunikasi dengan Pasukan Darat terdepan yang saya ingat dipimpin oleh Letda. Inf. Chaerawan (Pangkat terakhir Mayor Jenderal dan Jabatan terakhir di BIN), tentang sasaran atau titik tembak.
Pesawat OV-10 mutar-mutar dekat daerah sasaran? Kapten Panji bilang ke saya: ”Dok, liat ke belakang atas Sky Hawk sudah keliatan atau belum?”
Saya liat dan saya jawab: ”Sudah ada d iatas kita mutar-mutar”
Saya bertanya: ”Kapten Panji kenapa kita mutar-mutar? Itu Sky Hawk sudah di atas kita?”
Kapten Panji menjawab tenang saja: ”Iya radio pasukan darat tidak bisa kontak langsung ke Sky Hawk, tapi harus melalui radio kita dulu (OV-10), baru dari kita, diteruskan ke Sky Hawk”.
“Waduh”, saya cuma bisa bilang gitu.
Tiba-tiba Kap. Panji memberi tahu ke saya: ”Siap-siap Dok, kita akan ke titik musuh yang sedang bertempur dengan pasukan Bravo”
Saya menjawab singkat: ”Siap Pak!”
Dan pesawat langsung mengarah ke Gunung Matabean sambil melepaskan tembakan udara rentetan ke arah depan. Saya bisa mendengar dengan jelas via head phone yang menempel ditelinga saya.
Tiba-tiba saya dengar, di bawah badan pesawat bunyi seperti besi kena besi?
Saya tanya Kapten Panji: ”Bunyi apa Kapten?”
Kap. Panji, dengan tenang: ”Pesawat kita ditembakin, Dok.”
Saya terdiam, tapi terus mengambil gambar dengan video kamera Jadul Sonny segede gajah.
Dan, saya kerasa pesawat goyang sedikit, rupanya melepas Bom Asap Warna (Merah), yang rupanya itulah titik atau lokasi musuh berada sebagai tanda bagi Sky Hawk.
Saya liat Sky Hawk sudah menukik dari ketinggian langit dan saya beritahu Kap. Panji: ”Kapten itu Sky Hawk sudah di atas kita!”
Dijawab: ”Tenang Dok, kita pergi”.
Akhir nya OV-10 pergi, dan memutar balik ke arah Pasukan Darat, dan komunikasi Pilot dengan Dantim, Letnan Chaerawan, bahwa missi selesai dan akan kembali ke Base (Bacau)
Di akhir komunikasi, Kap. Panji, mengatakan: ”Saya bersama Dukun Bravo”. Letnan Chaerawan dari bawah berkata: ”Halo Mbo ngapain ikut?”
Belum saya, menjawab, tiba-tiba di radio ada suara Komandan Prabowo: ”Dukun ngapain di atas? Saya perintahkan segera kembali ke pangkalan!!”
Dijawab Kap. Panji: ”Siap Komandan, Pull Out!” Saya mendengar suara Mayor Prabowo, singkat: ”Terima kasih”
Kami kembali ke Pangkalan di Bacau dan ternyata Sky Hawk sudah mendarat duluan dan saya liat mereka debriefing berdua.
Saat Pak Prabowo kembali ke Basis Pasukan di Bacau, dan sampai hari ini setelah 35 berlalu, beliau tidak pernah bertanya kepada saya mengapa ‘bandel’ atau saling bercerita tentang kisah di Timtim 1983: ”Boyke Di Udara dan Prabowo Di Darat”
Mungkin dalam hati beliau: “Al-ḥamdu lil-lāh, selamat semua” (Mungkin?)
Kesan saya saat 35 tahun yang lalu terhadap Komandan Pasukan saya Mayor Inf. Prabowo Subianto: ”Beliau seorang Prajurit TNI yang berani, bertempur dan memimpin pertempuran bersama pasukan dan berada di antara anak buahnya. Mengendalikan langsung jalannya pertempuran yang berlangsung.
Di balik ketegasannya, beliau sosok yang bijaksana, tidak pernah menegur dan memarahi saya, malah ketika bertemu sepulang operasi cuma singkat saja: ’Hai, Dok’ (dengan senyum khas kecilnya).
Dan sampai hari ini Beliau tidak pernah cerita kejadian yang telah berlalu, ya mungkin karena kita sama-sama merasakan? Cerita masa lalu mungkin hanya buang-buang waktu. Lebih baik menatap masa depan Bangsa dan NKRI.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews