Hari itu, menjadi haul, peringatan 17 tahun wafatnya Theys Hiyo Eluay (ketua Presidium Dewan Papua, yang didirikan oleh mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid). Mendiang adalah salah satu tokoh paling berpengaruh bagi rakyat Papua.
Yanto dan Ronald, serta Boy Eluay (anak pertama mendiang Theys Hiyo Eluay) yang sedang sakit keras, menceritakan pergulatan keluarganya. Pergulatan batin hingga akhirnya memutuskan untuk memaafkan kasus pembunuhan terhadap ayah Theys, 17 tahun lalu.
Sekitar tiga bulan setelah MPR mencabut mandat Gus Dur sebagai Presiden, Juli 2001. Tepatnya, pada 10 November 2001, Theys Eluay dibunuh oleh agen intelijen pemerintah dengan alasan membahayakan kedaulatan RI di Tanah Papua. Para pelaku sudah menjalani hukuman melalui peradilan militer.
Berat. Bahkan sangat berat sekali untuk memaafkan pelaku pembunuhan. Namun keluarga memahami bahwa para pelaku hanya menjalankan perintah dari atasannya. Untuk melupakan peristiwa itu juga sangat sulit.
"Mereka biasa beristirahat di pendopo rumah kami. Makan dan tidur di halaman rumah kami. Tapi mereka juga yang membunuh bapak kami. Sakit rasanya," ujar Ronald.
"Tapi demi Indonesia yang damai, kami ingin peristiwa kelabu itu jangan terus menerus dijadikan komoditas politik. Dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengambil keuntungan. Kami putuskan keluarga memaafkan pelaku dan mendeklarasilan damai untuk Papua yang lebih baik," ucap Yanto.
Kehadiran Lily Chodidjah Wahid (70 tahun) menjadi pelipur lara bagi keluarga besar Theys, karena almarhum Gus Dur bersahabat dengan mendiang Theys. "Bu Lily kami minta menjadi saksi deklarasi damai," ujar Yanto, anggota DPRD Jayapura.
Di dalam mobil dari Jayapura menuju Sentani, Ronald banyak menceritakan kisah sedih keluarga Theys kepada saya dan Lily Wahid. Termasuk saat ia menemani jenazah Theys yang terbujur kaku di rumah sakit, 17 tahun lalu.
"Ada pihak yang mempengaruhi paman Theys sehingga ia berseberangan dengan pemerintah Indonesia. Akhirnya bapak kami dibunuh. Ini adu domba," katanya, bersedih.
"Orangnya si ini. Ia membuat kita diadu domba," ungkap Yanto. Ia minta nama provokator yang memengaruhi Theys Eluay, tidak diungkap kepada publik.
Ya, di hari pahlawan 10 November 2018 ini, menjadi sejarah baru bagi Papua dan bangsa Indonesia. Mari kita ingat kebaikannya saja. Perjuangan Theys yang mengibarkan Merah Putih saat pepera (penentuan pendapat rakyat) pada 1969. Ia mengampanyekan Papua adalah bagian dari Indonesia.Ia pahlawan ketika Papua kembali dalam Pangkuan Ibu Pertiwi. Terima kasih keluarga Theys yang menyambut saya di sebuah tempat dan menceritakan sejumlah hal demi Indonesia damai.
Salam damai, Tuhan beserta kita. Semoga Tuhan memberikan tempat yang layak untuk mendiang ayah Theys.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews