Tony Sumampow, Mantan Pemain Sirkus Pemilik Taman Safari Indonesia

Ekowisata bisa terwujud ketika wisata tersebut dapat bertanggungjawab terhadap kelestarian alam.

Kamis, 19 Oktober 2023 | 06:46 WIB
0
266
Tony Sumampow, Mantan Pemain Sirkus Pemilik Taman Safari Indonesia
Tony Sumampouw (Foto: suarasurabaya.net)

Siapa sanggup menampik Taman Safari Indonesia sebagai ikon wisata habitat satwa liar, kini tersohor seantero Indonesia? Namun, berapa banyak yang tahu jika sang pemilik, Tony Sumampow adalah mantan pemain sirkus? 

Di suatu siang akhir pekan bulan Oktober lalu, penulis berkesempatan menggali kisah hidup Tony, begitu dia biasa disapa, di salah satu kafe miliknya ¹

“Tahun 1960-an daerah ini merupakan basis DI/TII. Daerah Puncak saja masih belum aman waktu itu,”pandangan Tony menyapu barisan hutan lindung yang terhampar.

Berbincang dengan Tony, seperti membuka lembaran sejarah tersembunyi. Menurut Tony, lokasi Taman Safari Cisarua sebelumnya merupakan daerah perkebunan kina terlantar. Tony mengenang dari tahun 1979 mereka terus menanaminya pohon, hingga menjelma hutan rimbun seperti sekarang. Tahun 1983 awal pembukaan dengan lahan seluas 50 hektar, dia cukup membayar murah untuk ongkos para penggarap. Kini luas kebun binatang Cisarua telah mencapai 250 hektar.

“Ide membuat taman safari itu karena saya berasal dari keluarga sirkus,” Tony membuka lembaran kisahnya.

Ayah Tony adalah pemilik sirkus keliling sejak zaman Presiden Soekarno masih berkuasa. Pria kelahiran 75 tahun lalu ini, sejak kecil telah biasa bergaul dengan binatang hingga tumbuh rasa cintanya. Menghabiskan masa kecil di Manado Sulawesi Utara, Tony paling tidak suka jika melihat hewan-hewan diintimidasi, ditangkap, ataupun dijerat. Jika melihat ada binatang yang dijerat, dia akan menyelamatkan mereka dengan cara membelinya. Dia tak mau binatang itu dibunuh.

Ketika keluarga mereka pindah ke Sumatra, Tony masih meneruskan kebiasaannya sebagai penyelamat binatang. Binatang-binatang itu kemudian dia titipkan ke Kebun Binatang Bukittinggi. Sampai suatu ketika Pak Walikota Bukittinggi mengabarkan ke Tony bahwa kebun binatangnya sudah penuh.

 “Ambil saja macannya,” Tony terkekeh mengingat perintah Pak Walikota agar mengambil kembali macan yang telah dia titipkan. 

Memelihara macan itu tak gampang, karena butuh biaya yang tidak sedikit untuk makanannya. Bayangkan, seekor macan saja dapat menghabiskan delapan kilogram daging dalam seharinya. Hitung sendiri berapa kilogram yang dibutuhkan untuk berpuluh ekor macan?

Menuruti perintah Pak Walikota, akhirnya Tony membawa pulang seekor macan betina berumur enam tahun. Macan itu sebesar anjing, kenangnya. Namun tak dinyana macan itu membawa petaka bagi dirinya. Empat belas hari setelah dibawa pulang, macan itu menerkamnya. Tragisnya, gigitan itu membuat cidera saraf radial di lengannya, hingga mengakibatkan tangannya lumpuh. Bencikah dia pada binatang setelah itu? Jika iya, Taman Safari Indonesia mungkin tak akan pernah berdiri.

Petaka Membuka Peluang

“Gereja akhirnya mengirim saya untuk berobat ke Australia, karena di Indonesia pada 1970-an kan belum ada rumah sakit yang bisa menangani gigitan macan seperti itu.” 

Tony memperlihatkan guratan di lengannya yang cukup dalam dan masih jelas terlihat. Perlahan, tangan Tony mulai membaik karena pengobatan di rumah sakit Australia. Saat di Negeri Kanguru, Tony berkesempatan melihat sebuah taman safari di dekat Melbourne, pinggiran Victoria. Kini taman safari itu telah tutup, ceritanya. Pemilik taman safari itu juga mantan pemilik sirkus. Dia tahu jika Tony juga main sirkus dan bisa menjinakkan harimau. Dia minta diajarkan cara menjinakkan harimau. 

Tony akhirnya bekerja di taman safari tersebut sekitar tiga tahun, sampai suatu ketika orang tuanya menawarkan ide agar mereka mencari dana untuk membuka kebun binatang seperti itu. Mereka bisa memindahkan hewan-hewan sirkus di lahan terbuka.

“Daripada kerja di negeri orang, lebih baik bikin usaha kecil-kecilan di Indonesia,” bujukan orangtuanya mampu membangkitkan rasa nasionalisme Tony.

Hanya saja konsep Taman Safari Cisarua akhirnya berbeda dengan kebun binatang Australia tempat Tony pernah bekerja, lebih mengadopsi taman safari di Afrika sana. Di mana binatang-binatang ditempatkan di lahan terbuka dan menyerupai habitat aslinya. 

Sambil menyesap secangkir kopi panas yang terhidang, Tony mengenang perjalanan berlikunya dan orang tuanya untuk mewujudkan impian mereka, mendirikan Taman Safari Indonesia. Saat mulai membuka lahan, ada penolakan dari golongan masyarakat yang menamakan diri mereka kelompok 10. Mereka adalah gabungan dari pemilik kebun binatang, lingkungan, dan lain-lain. 

“Intinya mereka tidak setuju dan menanyakan mengapa kami mengambil alih lahan untuk membuat kebun binatang, sementara semua kebun binatang sedang merugi dan minta disubsidi. Sekarang ada pihak swasta yang ingin mendirikan kebun binatang,”jelas pria yang hobi menyusuri pulau-pulau Nusantara ini.

Permohonan izin mereka ditolak. Hanya saja Bupati Bogor saat itu mengeluarkan izin lokal untuk mengelola kebun binatang secara kecil-kecilan. Keluarga Tony mulai membangun taman safari dari tahun 1983 sampai 1986 yang ditujukan untuk pangsa pasar lokal: Bogor. 

Pada 1990 Emil Salim sebagai  Menteri Lingkungan Hidup saat itu bertandang ke taman safari dan heran mengapa kebun binatang sebagus itu tidak dibuka untuk umum. Toni menjelaskan karena tidak mendapat izin dari lingkungan hidup. Menteri Parpostel Susila Sudarman datang juga, ikut pula terkesan. Dia langsung meresmikan Taman Safari Cisarua sebagai objek wisata nasional. 

Kini, Taman Safari Cisarua telah memiliki beragam fasilitas dan wahana, seperti: Bird Aviary tempat berbagai jenis burung langka, Komodo Dragon Island menjadi habitat komodo, Kampung Papua menjadi tempat berbagai hewan asli Papua, dan salah satu paling ikonik adalah Istana Panda.

Penulis sempat terpana menyaksikan rumah bagi dua ekor Panda yang diberi nama Hu Chun dan Cai Tao itu, ternyata memang istana sungguhan.

Sungguh-sungguh istana untuk seekor panda. Istana itu berwujud bangunan beraksitektur Cina di kaki Gunung Pangrango yang seringkali tertutup kabut. Jika udara dingin, istana itu seperti menyembul dari sela-sela kabut membawa fantasi pengunjung ke negeri asal panda: Cina.    

Cerita mengapa panda sampai mendunia, itu tak terlepas dari campur tangan politik negara Adidaya Amerika Serikat, Tony tersenyum penuh makna. Pada 1980-an Cina pernah memberikan panda mereka secara cuma-cuma ke Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat (AS). Ketika populasi panda mulai menurun di Cina, AS mengusulkan agar negara-negara yang memelihara panda ikut menyumbang dana konservasi untuk pelestarian panda. Hanya saja sumbangan dari AS cukup fantastis untuk seekor panda. Sejak itu setiap negara yang ingin mengoleksi panda dalam kebun binatang mereka, harus merogoh kocek dalam-dalam.

“Namun kita dapat harga sewa panda lumayan murah dari Cina setelah melalui negosiasi yang melibatkan pemerintah juga,”Tony kembali tersenyum.   

Dia menggambarkan bagaimana permohonan agar pemerintah Cina bersedia menyewakan pandanya ke Indonesia telah dimulai sejak masa Pemerintahan Megawati, namun gagal. Baru kemudian masa kedua Pemerintahan SBY, permohonan Indonesia dikabulkan. Syaratnya agar dibangunkan fasilitas kandang yang bagus untuk panda mereka. Keinginan mereka dikabulkan, dengan membangun Istana Panda untuk Hu Chun dan Cai Tao si panda raksasa.

Jika pemerintah Cina mampu menangguk segunung Yuan dari penyewaan panda mereka, mungkinkah Indonesia melakukan hal yang sama untuk hewan-hewan endemik Indonesia? Tony menghembuskan napas panjang, seolah ingin melepaskan unek-uneknya.

Fauna Endemik dan Jati Diri Bangsa

“Banyak fauna kita yang diakui negara lain. Bekantan diakui Malaysia. Padahal kan jumlah terbanyaknya di Kalimantan, wilayah Indonesia. Badak Sumatra diakui Malaysia. Kemudian, tapir itu tidak dipercaya dari Indonesia, karena namanya saja Malayan Tapir,” Tony mengungkapkan keprihatinannya.

Dia telah melakukan perjalanan panjang ke wilayah-wilayah terpencil Indonesia dan menemukan banyak hewan-hewan endemik Indonesia yang perlu dikenalkan pada dunia. Bahkan beberapa hewan keberadaannya terancam punah. Sebut saja rusa Bawean yang populasinya tinggal sekitar 200 ekor di Pulau Bawean. Mendiami habitat yang kecil, mereka terus diburu masyakarat sekitar. Selain itu ada juga elang Bawean merupakan hewan endemik di pulau tersebut.

Bahkan para peneliti BRIN menemukan spesies Burung Kacamata Wangi-wangi berbulu cerah dan indah seperti mengenakan kacamata di Kepulauan Wakatobi. Burung itu mulai langka, sehingga terancam punah. Karena itu edukasi mulai dilakukan ke sekolah-sekolah Wakatobi agar mereka tidak menangkap Burung Kacamata Wangi-wangi lagi, cerita Tony.

Kecintaan Tony pada fauna tak perlu diragukan lagi. Dia bahkan membangun rumah sakit gajah yang bagus di Way Kambas, Lampung, karena prihatin saat ada gajah yang sakit tak dapat diobati. Bahkan suatu ketika enam ekor anak gajah mati terkena herpes. Dia juga menyediakan dokter hewan untuk merawat hewan-hewan di Taman Safari Indonesia yang sakit.

Kini Taman Safari Cisarua telah berkembang pesat dan memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar. Membuka lapangan kerja untuk penduduk setempat. Satwa-satwa penghuninya hidup sehat dan lingkungan terpelihara baik dengan flora yang tumbuh subur. Hutan lindung di Taman Safari Cisarua terlihat rimbun dan lebat. 

Kesuksesan membuka Taman Safari Cisarua membuat Tony meluaskan usaha dengan membuka cabang Taman Safari Indonesia di Prigen, Pasuruan Jawa Timur dan Bali. Harapannya ke depan adalah Taman Safari Indonesia dapat menjadi pionir ekowisata atau ekoturisme untuk wisata satwa di alam liar.

Ekowisata bisa terwujud ketika wisata tersebut dapat bertanggungjawab terhadap kelestarian alam, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat. Intinya adalah ekowisata merupakan gerakan konservasi. Harapan Tony tak berlebihan, Taman Safari Indonesia sedang merintis jalan ke arah sana.

Obrolan kami terhenti. Matahari mulai bergerak perlahan ke arah barat, melukis bayangan pepohonan yang semakin memanjang. Waktunya untuk pamit. Terlihat siluet surya menyinari rambut sang pemilik kebun binatang, berkilau keperakan. Itu adalah sketsa perjalanan hidupnya: terjal mendaki hingga gemilang mencapai puncak.

***