Budaya kontensius di masyarakat Jawa, membikin mereka ogah berdebat kusir, ogah berselisih paham atau ogah adu mulut, yang ujung-ujungnya bakal berkelahi.
Sangat beruntung saya kemarin malam diajak diskusi oleh paguyuban pasar malam Bakul Gong di Sragen. Ini adalah semacam aktivitas bazar kuliner pasar malam di Kecamatan Gemolong, Sragen (Jawa Tengah).
Betapa saya malam itu dibikin kaget. Acara rakyat level kecamatan ini sangat semarak dan "well organised". Padahal pelaku langsungnya adalah masyarakat sendiri yang diiktiraf oleh Dinas Perdagangan setempat. Aktivitas pasar malam ini dimata saya, terlihat gak lagi seperti helatan kelas kecamatan. Hebring pisan!
Saya diturut hadir sebagai pengamat malam itu. Tentu diskusi para aktivis paguyuban yang berlangsung nyaris sampai midnite tersebut saya simak baek dan detil.
Di akhir diskusi, pemimpinnya mensilahkan saya memberi masukan. Ide kreatif yang saya sembur malam itu, semoga menjadi pemantik kreativitas pelaku ekonomi "grass-root".
Saya apresiasi juga secara jujur, bahwa bazar level kecamatan ini sungguh mengalahkan helatan festival level internasional yang beberapa kali saya saksikan langsung di Danau Toba. Bukan perihal skalanya, tetapi soal soliditas manusia d ibaliknya.
Jika ditanya, mengapa kontras kualitas aktivitas masyarakat di dua lokus ini bisa sedemikian jumplang?
Saya menengarai, akibat solidnya budaya kontensius di masyarakat Jawa. Itu menjadi katalis. Sehingga, tatanan sosial dan kultural masyarakat selalu siap graaak berkolaborasi dengan apapun program pemerintah (daerah dan pusat).
Budaya kontensius di masyarakat Jawa, membikin mereka ogah berdebat kusir, ogah berselisih paham atau ogah adu mulut, yang ujung-ujungnya bakal marbada (bahasa Batak: berantem).
Itu!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews