Mereka anak-anak muda desa, membangun desanya tidak dengan uang APBN dan apalagi APBD, baik yang tidak maupun yang istimewa.
Kadang, atau mungkin sering, kita merasa aneh dengan orkestrasi berpikir bangsa ini, atau tepatnya para elite dan pesohor negeri ini. Para kelas atas yang makan bangku sekolahan, bahkan banyak di antaranya lulusan luar negeri. Tapi merumuskan apa yang prioritas bagi bangsa dan negara selama ini tak mampu dan tak mau.
Kemarin ada rektor meminta kita memaafkan orang yang nendang sajen sambil bertakbir. Kayaknya sederhana, tapi jadi kontra-produktif. Kayak ketika Menag ngomong pelaku pemerkosa santri tak ada kaitan dengan pesantren dan apalagi NU.
Memang. Tapi kan persoalannya bukan itu! Ini soal bagaimana agama dipermain-mainkan untuk legitimasi atau pun modus operandi. Terus kemudian Komnas HAM mengatakan hukuman mati tidak manusiawi. Melanggar HAM? Lha perbuatannya melanggar HAM nggak?
Celakanya, kalau misalnya mau dikebiri, ada lagi yang ngomong, lelaki yang dikebiri bisa jadi lebih ganas, liar. Apalagi tanpa efek menghamili.
Saya jadi inget temen saya yang miara kucing-kucing liar, yang semuanya dikebiri. Saya belum dapat laporan apakah kucing-kucing itu melakukan orgy setelah dikebiri.
Tapi, lupakan, kucing kan bukan manusia. Kalau Heri Wirawan sendiri setelah memperkosa lebih dari 20 santriwati yang masih remaja dan kemudian ngaku khilaf? Ya, bukankah manusia letak salah dan lupa? Manusiawi kan kalau khilaf?
Jadi logikanya, permohonan rektor UIN Suka itu, suka tidak suka, atau suka-suka, kita maafin saja baik yang nendang sajen maupun merkosa puluhan santriwati? Wong kalau dihukum mati kata Komnas HAM melanggar HAM, tapi kalau dikebiri kata beberapa aktivis malah lebih membahayakan. Atau di-impotenkan saja, biar nggak bisa lajel? Ruwet kan?
Kemarinnya ada bupati perempuan (kebetulan kabupaten tempat saya tinggal), mengatakan klithih (semacam aktivitas remaja yang acap memakai kekerasan fisik, bahkan menggunakan senjata tajam) bukan kenakalan tapi kreativitas.
Saya nggak ngerti apakah beliaunya jadi bupati karena kreativitas atau kenakalan? Mungkin karena kreativitas, wong dia meneruskan cengkeraman kekuasaan suaminya, yang sebelumnya jadi bupati dua periode di wilayah yang sama. Kelak kalau habis Bu Bupati ini, mungkin akan diupayakan anaknya pula maju jadi bupati. Itu kreativitas.
Senyampang itu, terusa saja ada gerakan saling lapor, saling tuding, sampai ada yang katanya doktor ekonomi tapi nggak percaya ada bayi kemarin sore beli saham puluhan milyar padal cuma jualan pisang! Kalau mau ngomporin bakul pisang, tuh ada doktor ekonomi menghina profesi bakul pisang!
Senyampang itu, ada bupati yang masih belia, ketangkep korupsi oleh KPK. Belum pula ada sebagiannya lagi but-ribut soal Hadiah Nobel. Yungalah. Jadi, apa agendamu sebenarnya, wahai negara dan bangsa Indonesia?
Embuhlah. Kok mbentoyong men mikirin itu. Sementara anak-anak muda menemukan jalannya sendiri, mampu menolong dan mengubah wajah lingkungannya; Lewat pertolongan youtube, lewat pertolongan NFT, lewat google adsense, lewat alibabadotkom, membangkitkan dan mendorong tumbuhnya UMKM.
Mereka anak-anak muda desa, membangun desanya tidak dengan uang APBN dan apalagi APBD, baik yang tidak maupun yang istimewa. Karena pada akhirnya, kayak yang dibilang oleh Mark Twain; It is better to keep your mouth closed and let people think you are a fool than to open it and remove all doubt. Lebih baik menjaga mulutmu tetap tertutup, dan membiarkan orang lain menganggapmu bodoh, daripada membuka mulut hanya untuk menegaskan semua anggapan mereka.
Metharming with love! Jangan lupa bercinta, tulis Yudhistira ANM Massardi dalam kumpulan puisinya. Mumpung belum Senin, karena biasanya harga naik pada hari itu.
Sunardian Wirodono
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews