Anjing Itu Manusia dalam Bentuk Lain

Betapa akrab dan dekatnya nasib manusia dengan anjing. Mereka bisa menyangkalnya secara verbal, tapi sulit memungkiri secara naluriah....

Rabu, 27 Oktober 2021 | 20:33 WIB
0
217
Anjing Itu Manusia dalam Bentuk Lain
Davina Veronica (Foto: IDN Times)

Bagi saya pribadi, sebenarnya kondisinya saat ini draw saja. Seimbang, bahkan sangat berimbang. Tidak perlu menjadi bijak atau berbudi luhur, untuk (harusnya) bisa paham bahwa perlakuan manusia terhadap anjing di hari-hari ini sangat berimbang. Di satu sisi, anjing "dimuliakan" sedemikian rupa. Di sisi yang lain, selalu akan ada yang merendahkannya juga dengan cara yang paling hina.

Jadi, bila ada satu dua yang merendahkan anjing, ingat-ingatlah saja bahwa masih jauh lebih banyak yang bersedia memuliakannya.

Di banyak kota besar, muncul trend tumbuhnya shelter anjing. Ia menampung anjing dari mana saja. Mereka yang tak lagi dapat tempat di hati pemilik lamanya. Entah karena bosan, atau tiba-tiba "keluarga baru"-nya menolak. Juga bisa saja, mereka masih menyayangi si anjing, tapi lingkungan tempat tinggal barunya menolak. Atau bahkan, yang sedikit beralasan curang, karena tiba-tiba si anjing menua, sakit-sakitan, cacat tersebab hal ini itu. Artinya ada seribu satu alasan untuk membuang si anjing!

Di Jakarta, pelopornya adalah si model cantik, Davina Veronica. Yang entah kenapa, memilih ngopeni anjing-anjing terlantar itu daripada misalnya ngurus suami dan anak. Tentu itu pilihan dan sikap hidup. Mungkin baginya, anjing jauh lebih menarik daripada seorang laki-laki.

Dalam kampanyenya, ia macak sebagai seorang malaikat dengan kedua sayap panjang menjuntai sambil menggendong seekor anjing. Mungkin, ia ingin mengejek para laki-laki "jihadis salah jalan" yang memimpikan jalan gampang mengejar para bidadari surga.

Padahal mereka gak pernah tahu jangan-jangan di dunia lain, di sana itu, bidadari-nya memang cantik dan sexy luar biasa. Tapi yaitu tadi lebih suka menggendong si gukguk. Yaowoh, segitunya!

Reputasi Davina sangat tinggi, ia berupaya dengan berbagai cara untuk dapat menambal sulam kebutuhan hariannya dengan memelihara ratusan ekor anjing. Sejak tahun 2011 lembaga yang didirikannya bersama teman-temannya, Garda Satwa Indonesia memang telah aktif menyisir sejumlah lokasi di Jakarta. Mereka rajin mencari anjing terlantar dan memberi edukasi bagi para pemilik anjing. Karena prestasinya ini, ia kemudian diganjar sebagai Duta Penyelamat Satwa.

Di suatu tempat di daerah Pasar Minggu, seorang dokter bernama Susana Somali di hari tuanya mendirikan Pejaten Shelter yang menampung hingga 1.700 anjing. Bagaimana ia, menghabiskan seluruh pendapatannya yang tentu saja tak akan pernah cukup untuk memelihara anjing sebanyak itu. Herannya, selalu saja ada orang yang datang mengulurkan donasi padanya.

Di sebuah desa di pelosok Tangerang, seorang yang sudah "selesai" dengan dirinya. Ia memiliki pabrik yang cukup maju, justru memilih membangun sebuah sanctuari khusus anjing. Apa itu sanctuari? Ini sejenis tempat di mana anjing-anjing itu tak mungkin lagi memiliki peminat untuk mengadopsinya. Para anjing ini sudah sedemikian tua atau invalid-nya, hingga ia hanya hidup untuk menunggu mati saja.

Tentu hal ini berbeda dengan konsep shelter, di mana ia hanya sejenis rumah singgah, saat si anjing menunggu diadopsi oleh pemilik barunya. Sanctuari adalah panti jompo dalam bentuk lain. Mana ada binatang lain, yang memiliki previlege setinggi anjing!

Jadi, kalau di hari-hari ini orang pada ribut hanya karena aparat satpol keple (eh salah ding satpol PP) di suatu daerah yang menerapkan azas syariah. Justru dengan pertunjukan perilaku menyimpang dengan membantai seekor anjing bernama Canon. Nyaris semua netizen ributnya minta ampun. Hawong perilaku orang sakit kok dikomentarin? Apa anehnya?

Malah cuma membuat yang berkomentar jadi ikut tertular rasa sakitnya. Sebuah kepedulian yang slapstick. Saya pikir ini lebih pada kejengkelan pada perilaku manusianya dan model hukum sektarianis yang berlaku, tinimbang nasib si anjingnya...

Sebenarnya, perilaku mereka-mereka para pembenci anjing ini sama. Orang sejenis mereka ini justru menguatkan premis bahwa "anjing itu manusia dalam bentuk yang lain". Bagaimana mereka memperlakukan anjing adalah sama dengan ketika mereka memperlakukan manusia yang dianggap tidak sama dengan diri mereka.

Mereka akan selalu menuntut orang lain menghormati dirinya, mengatur orang lain dengan hukum yang diberlakukan secara sepihak. Mereka akan selalu menganggap teritorinya adalah "wilayah suci" yang harus dijaga dengan menumpahkan darah orang lain.

Mereka adalah orang sakit yang sialnya punya kuasa dan wilayah!

Saya sarankan, mbok ya sesekali untuk memahami belibetnya atau kuatnya ikatan antara manusia dan anjing itu. Dengan cara menyelisik jenis makian apa yang paling populer dalam satu masyarakat? Baik itu masyarakat muslim maupun non muslim. Di suku atau etnis apa pun. Jenis makian yang paling umum adalah kosa kata "anjing!"

Ia bisa berkonotasi sangat lebar dari bentuk letupan kemarahan yang tak tertahankan, gerundelan yang tertahan di dada. Hingga yang paling moderat justru wujud tata pergaulan yang penuh keakraban.

Dengan demikian makian-makian yang berkonotasi "kebun binatang", apakah itu monyet, babi, wedhus, kadal atau apa pun itu sifatnya hanya pelengkap atau pepak-pepak saja. Tetap saja yang paling akrab dan melodius adalah: anjing! Menunjukkan betapa akrab dan dekatnya nasib manusia dengan anjing. Mereka bisa menyangkalnya secara verbal, tapi sulit memungkiri secara naluriah....

Karena apa? Justru anjing nasibnya sering jauh lebih baik dari manusia. Mungkin karena itu, manusia sering jatuh iri padanya....

NB: Pakyai saya yang suyud, Isni Wahyudi menyitir sebuah kata-kata bijak berlatar ajaran mulia Islam. Saat seekor anjing berkata: "Kalau kau takut najisku, tinggal kau basuh tujuh kali dengan air dan tanah. Namun kesombongan yang menempel di hatimu, takkan bersih walau kau basuh dengan air dari tujuh samudra. Saya percaya itu!