Bukan cuma mengutip lagu, Agus juga memamerkan pengetahuannya yang luas dengan menyebut kitab sejarah 15 Jilid karya Ibnu Kasir, Al-Bidayah wan Nihayah (ada awal dan ada akhir).
Berbeda dengan citra duta besar pada umumnya yang biasa menjaga penampilan dan perkataan, Agus Maftuh Abegebriel boleh dibilang relatif longgar. Bahkan ada yang menilainya urakan. Tak kaku dengan aturan protokoler. Suka nyablak saat memberikan komentar terhadap sebuah isu yang justru sensitif.
Lelaki kelahiran Semarang, 1 Oktober 1965 itu dilantik Presiden Jokowi menjadi Dubes untuk Arab Saudi dan Perwakilan Tetap di OKI (Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam) pada 13 Januari 2016. Tak sampai setahun bertugas dia mendapat ‘gelar’ “as-Safir al-Adib” atau sang “Dubes Penyair”.
Itu karena kemahirannya menyelipkan puisi dan mendendangkan syair-syair Arab klasik saat memberikan sambutan. Konon berkat kepiawaiannya itulah, Raja Salman akhirnya berkenan untuk bertandang ke Indonesia pada awal Maret 2017.
Saya pertama kali berjumpa muka dengan dosen UIN Sunan Kalijaga itu awal November 2018. Waktu itu dia baru kembali dari Majalengka, menyambangi keluarga Tuti Tursilawati pekerja migran yang baru dieksekusi mati di Saudi. Meski baru pertama kali kenal, dia menyambut kami dengan hangat.
Usai wawancara kami diminta menemaninya ngobrol ngalur-ngidul hingga tengah malam. Karena selama berbincang asap rokoknya terus mengepul, mata saya sepet dibuatnya. Pakaian pun jadi bau nikotin.
Pada Ahad petang, 8 Desember, Agus Maftuh tiba-tiba mengabarkan via WA kalau dirinya sedang di Jakarta. Saya langsung membujuknya untuk bertemu dan wawancara. Pukul 21.00 kami tiba di hotel tempatnya menginap di kawasan Senen. Wajahnya tampak lusuh dan lelah. Asap rokok mengepung seantero kamar dengan dua tempat tidur.
Agar lebih nyaman akhirnya kami pindah ke sebuah lokasi di kawasan Menteng. Setelah ngobrol ngalor-ngidul akhirnya dia setuju untuk kami wawancara. Selain membahas soal Rizieq Shihab, saya sempat menggodanya terkait aksi unjuk rasa sekelompok mahasiswa di Kemenlu dan Kemenko Polhukam. Salah satu poster pengunjuk rasa tak cuma meminta dia dicopot sebagai dubes, juga dihalalkan darahnya.
“La ya gak usah diberhentikan wong masa tugas saya sudah lebih dari tiga tahun. Wajar saja kalau Bapak Presiden dan Ibu Menlu mengganti saya,” katanya enteng.
Tak cuma itu. Dia lantas mengutip sebait lagu milik si Raja Dangdut Rhoma Irama, “Kau yang mulai, kau yang mengakhiri”.
“Pada dasarnya, jabatan itu amanah. Ada awal ada akhir seperti lagu Rhoma.”
Bukan cuma mengutip lagu, Agus juga memamerkan pengetahuannya yang luas dengan menyebut kitab sejarah 15 Jilid karya Ibnu Kasir, Al-Bidayah wan Nihayah (ada awal dan ada akhir).
Dia juga memperlihatkan rekaman lantunan syair Lotfi Bouchnak, budayawan Tunisia, yang artinya: Aku hanya kepingin memiliki negeri yang indah / Negeri tanpa peperangan, tanpa kehancuran, tanpa kegaduhan dan tanpa petaka / Wahai Negeriku, engkau adalah kasihku / Engkau kebanggaanku dan engkau adalah mahkotaku terindah / Engkau kebanggaan rakyat jelata, engkau juga kebanggaan para pejuang dan juga para politisi / Wahai Tanah airku, engkau paling mempesona / Engkau paling berharga dan engkau lebih agung ketimbang kursi-kursi jabatan itu.
Menjelang tengah malam kamerawati kami memberi kode untuk pamitan. Saya memang sudah berjanji akan mengajak mereka makan sop buntut atau sate di Jalan Sabang. Tapi Agus meminta kami bertahan. Seorang kerabatnya membisiki bahwa makanan yang dipesan sudah hampir tiba. “Mubazir nanti kalau gak ada yang makan,” ujarnya.
Benar saja. Tak sampai 10 menit menu yang dipesan tiba. Kami langsung membongkarnya. Dalam setiap kotak putih selain berisi segunduk nasi, ada 5 tusuk sate, sambel goreng ati, gulai kambing, kerupuk, dan pisang. Hal lain yang menarik adalah secarik kertas bertuliskan nama anak yang baru lahir. Kami tersenyum kecil sambil saling lirik.
“Iya… saudara saya di Tebet baru bikin acara aqiqahan anaknya,” jelas Agus sambil menyantap hidangan tanpa sendok.
Saat pamitan, hari sudah memasuki Senin dinihari. Dalam perjalanan menuju kantor tawa kami meledak. Tak menyangka dubes yang satu ini memang supercuek.
“Kirain gue pesan go-food dari restoran Arab. Gak tahunya nasi kendurian,” ujar seorang kamerawan.
Kami pun terbahak. Tak jadi menyantap sate di Jalan Sabang, sate kendurian aqiqah pun jadilah. Syukron Pak Dubes…
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews