Di Sydney, 41 Tahun Lalu Syahrul Yasin Limpo Berambut Gondrong

Selama dua tahun setemgah, Syahrul dan rekan-rekannya menikmati pekerjaan dan gemerlap malam Sydney.

Kamis, 24 Oktober 2019 | 10:28 WIB
0
756
Di Sydney, 41 Tahun Lalu Syahrul Yasin Limpo Berambut Gondrong
Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok. pribadi)

41 Tahun silam, potongan rambut Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (61) laiknya, Rod Stewart. Gondrong-gondrong grinyols. Bukan di Ujungpandang, haircut itu justru dia pelihara bersama janggut dan misai tipis, kala ia bermukim di Sydney, Australia. 

Melawat sepekan ke Australia, awal Februari 2017 lalu, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo (61), mengaku pulang dengan hati berbunga-bunga.

Ada apa?

Di Perth, barat Australia, Ia berkunjung ke pusat pendidikan peternakan terbesar di Asia Pasific, Muresk Institute. 

Di Sydney, kota terbesar di negara benua itu, — atas nama pemerintah provinsi Sulsel,– dia membuka peluang training kompetensi tenaga pengajar di Sulsel dengan komitmen Letter of Intent dengan Departement Education and Training NSW, untuk berguru di University of Technology Sydney.

Di dua kota penting Australia ini, Syahrul juga dijamu khusus paguyuban warga Sulsel, PKSS.

Dua elite diplomat di kota itu, juga menyambutnya. Suka cita.

Di Perth, Syahrul dijamu Konsulat Jenderal RI Padmo Sarwono. Di Sydney,  Mantan Ketua DPD Golkar Sulsel ini dijemput Konjen Yayan Gandahayat Mulyana dengan tari Paduppa. Ini ritual penyambutan tetamu khas Bugis-Makassar.

lawatan sepekan itu, adalah tindaklanjut kerjasama sektor pertanian dan pendidikan yang ditawarkan Konjen Australia di Makassar, Richard Mathews, awal tahun ini.

Namun, hati berbunga-bunga sang gubernur itu kian mekar di Sydney. Di kota utama negeri Common Wealth Inggris ini, sarjana hukum Unhas ini bertemu dua sahabat lamanya, di dekade awal 1970-an.

“Doni dan Ari mempelihatkan saya foto gonrong waktu merantau 2 tahun di Sydney,” ujar Syahrul kepada Tribun, seraya memperlihatkan foto gaya anak muda hippies di Sydney, 40 tahun silam.

Doni dan Ari bukan sahabat sembarang. “Dia inilah yang bantu saya mengatur jatah makan 30-an pemuda Indonesia yang merantau ke Sydney,” ujar Syahrul. 
Di eranya, Doni dan SYahrul sama-sama anak perwira tentara. AYah Syahrul, menjabat kolonel TNI-AD di Kodam Hasanuddin. 

Sedangkan  Doni, anak seorang perwira senior di KOmando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dekade 1970 hingga 1980-an.

“Kalau saya tidak salah ingat, ayah Doni ini salah satu wakil atau deputi  Laksamana Sudomo di Kopkamtib,” ujar Syahrul kepada Tribun, di sebuah restoran di Jl Pattimura, Makassar, sehari setelah lawatan 6 hari di Negeri Kangguru itu, Minggu (12/2/2017).

Sudomo adalah Panglima Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) (1978-1983), yamg selama 5 tahun sebelumnya juga manjabat wakil Pangkopkamtib, dimana Presiden Soeharto, menjabat Panglima.

Oleh Doni, Syahrul terharu dan sempat mengeluarkan air mata dingin, saat diperlihatkan foto mereka di sebuah flat, atau semacam kos-kosan di sekitar Kings Road, Sydney. 

Doni kini sudah menjadi permanent resident atau warga tetap di Sydney, namun tetap jadi WArga negara Indonesia. 

“Itu foto malam, jelang lebaran kalau ndak salah ingat. Doni dUduk di sampingku, saya yang paling gonrong pakai baju putih itu,” ujar Syahrul seraya memperlihatkan foto jadul yang dia bawa jadi ole-ole dari Australia.

 

Foto Gondrong Syahrul di Sydney, sekitar tahun 1975 atau 1976 bersama kawannya
 
JIka hanya diperhatikan sepintas, foto Syahrul di flat itu, laiknya wanita. “Itu memang gaya rambut hippies saat itu, modelnya Rod Stewart, Paul Mc Carthney, gitu-gitulah gaya gaul kita dulu,” ujar Syahrul.

Beberapa teman spergaulan Syahrul di Sydney juga antara lain saudara-sayara Hari Tanoe Soedibjo, bos MNC Group saat ini. 

“Tapi mereka ndak lama, lalu pindah ke Amerika, lanjut kuliah di sana, saya balik kuliah di Trisakti, lalu pindah ke Atmajaya, dan sempat daftar di Akademi Bahasa Asing (ABA) di Yogya, karena ada teman yang ngajak, sebelum pulang kuliah dan selesai di Fakultas Hukum Unhas,” ujar Syahrul tentang sekelumit hidup masa usia 20 hingga 27 tahun.

Di Australia, Syahrul diceritakan bagaimana dia dipercaya oleh sekitar 30-an pemuda asal Indonesia, kebanyakan dari Kupang dan Timor Timur, untuk memegang bank account dan izin kerja mereka.

“TIap minggu, saya yang pergi ke bank, untuk narik uang hasil kerja mereka selama Di Sydney.

para pemuda itu, dikoordinir dan distribusikan oleh  Syahrul untuk bekerja di sejumlah firma, jasa cleaning service, atau tenaga kontrak di proyek konstruksi. “Semakin tinggi bangunan tempat kerja kita, semakin banyak gajinya,” kata pemuda kelahiran Makassar itu.

Selama dua tahun setemgah, Syahrul dan rekan-rekannya menikmati pekerjaan dan gemerlap malam Sydney.

“Dulu itu, sampai jam 11 atau 12 malam, Kota Sydney masih ramai, sekarang jam 9 atau jam 10 malam, warganya sudah tidur semua, sepimi, mereka kan negara industri dan jasa modern, nanti akhir pekan baru ramai,” ujarnya membandingkan kehidupan Sydney era 1970-an demgan 2017.

***

Keterangan: Tulisan sudah ditayangkan di Blog Personal saya tahun 2017.