Hanum menuliskan itu sebagai anak seorang yang bernama Amien Rais. Seorang politisi yang termehek-mehek mengejar kekuasaan.
Respon pertama manusia normal atas sebuah tragedi adalah empati. Inilah yang membedakan kita dengan Hiu. Seekor Hiu akan malah meleleh liurnya jika mencium bau anyir darah.
Respon pertama Hanum Rais mendengar peristiwa penusukan Wiranto adalah mencurigai korban. Hanum mencurigai Wiranto, yang jatuh berdarah ditikam pisau di Pandeglang.
Hanum Rais mungkin saja tidak sejalan dalam soal politik dengan Wiranto. Tapi melecehkan Wiranto yang menjadi korban menusukan -- dan saat bersamaan-- menudingnya sebagai orang yang memetik keuntungan dari tragedi tersebut, jelas memperlihatkan, Hanum hanyalah seorang anak dari Amien Rais. Tidak lebih.
Kita tidak melihat sosok manusia pada status Hanum di medsos itu. Apalagi manusia yang kuliah di bidang kesehatan. Hanum adalah sarjana kedokteran gigi.
Kita tidak menilat seorang perempuan yang punya perasaan pada tulisan itu. Apalagi seorang ibu yang bathinnya penuh kasih.
Kita tidak melihat sosok perempuan berjilbab yang lembut dan menye-menye seperti dalam novel yang ditulisnya.
Kita tidak menyaksikan mahluk beragama yang diperintahkan merasa kesakitan ketika orang lain sakit.
Saat membaca status Hanum mengomentari tragedi yang dialami Wiranto, saya hanya menemukan sesosok Zombie. Tidak lebih. Sosok yang tidak punya empati.
Hanum mungkin bisa menangis meraung-raung di sebelah Ratna Sarumpaet yang mukanya bengeb. Meskipun, akhirnya kita tahu, tangisan itu sekadar untuk menambah bumbu politis dari kasus Ratna. Alhamdulillah, air mata palsu itu terbongkar.
Sebab tangisan itu bukan karena ada seorang ibu yang wajahnya bengeb. Tangisan itu lebih sebagai drama politik, agar skenario hoax Ratna makin melebar dan nenambah kegaduhan. Tangisan itu bukan empati seorang perempuan, kepada perempuan lainnya.
Tangisan itu hanya bensin yang diharapkan membakar kasus Ratna Sarumpaet ini bertambah besar apinya. Lalu membakar Indonesia. Tangisan itu adalah tangisain politis. Tidak ada manusia yang menangis di sana. Yang ada hanya seorang anak Amien Rais sedang memperlihatkan pada Indonesia, begitulah harusnya merespon sebuah peristiwa poltik. Kipasi!
Sama seperti ketika dia menuliskan status merespon kejadian Wiranto. Tidak ada empati sama sekali, Malah menuding korban. Kita tahu, ketika menuliskan, tidak tersisa empati di sana.
Hanum menuliskan itu sebagai anak seorang yang bernama Amien Rais. Seorang politisi yang termehek-mehek mengejar kekuasaan.
Jadi jika kita tidak menemukan empati di sana, sebab sesunggunya yang kita temukan hanyalah seorang Zombie.
Seekor Hiu, liurnya semakin meleleh ketika mencium bau anyir darah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews