Neng Farah, dari London untuk Kabupaten SMS

Lewat rumah aspirasi yang dikelolanya bersama para relawan, dia juga menjanjikan untuk terus memberikan berbagai pelatihan agar warga di kabupaten SMS bisa lebih mandiri.

Selasa, 1 Oktober 2019 | 18:45 WIB
0
635
Neng Farah, dari London untuk Kabupaten SMS
Farah Putri Nahlia (Foto: Dok. pribadi)

Dari 575 anggota DPR terpilih yang akan dilantik pada 1 Oktober 2019, sekitar 20-an di antaranya berusia muda, di bawah 30 tahun. Dari jumlah itu, tiga di antaranya malah baru berusia 23 tahun, yakni Hillary Brigitta Lasut dari Nasdem, M. Rahul (Gerindra), dan Farah Putri Nahlia dari PAN.

Berbeda dengan Hillary, Rahul, dan anak-anak milenial lainnya yang lolos ke Senayan, Farah bukan berasal dari dinasti keluarga politisi. Juga bukan kepala daerah atau pun tokoh masyarakat. Ayahnya, M. Fadil Imran berasal dari Makassar, berpangkat jenderal. Jabatannya Direktur Pidana Tertentu di Bareskrim.

Jabatan ini tentu tak terlalu mentereng dan strategis, karena dia tidak memimpin wilayah. Apalagi memimpin wilayah di daerah tempat anaknya sedang berupaya mendulang suara dukungan agar bisa ke Senayan.

Neng Farah, begitu dia disapa, yang lahir di Semarang dan melalui masa remajanya di Jakarta, oleh PAN ditempatkan di kabupaten SMS (Subang, Majalengka, Sumedang), Dapil IX Jawa Barat.

Ajaib. Dalam tempo setahun melakukan sosialisasi di tiga kabupaten tersebut dia berhasil meraih suara tertinggi, 113.263 suara. Jumlah ini menggungguli dua politisi senior yang menjadi pesaingnya, Letjen (Purn) TB Hasanudin dari PDIP (104 ribuan) dan KH Maman Imanulhaq dari PKB (58 ribuan).

“Sejujurnya enggak nyangka. Saya memang ada target lolos, tapi tidak dengan raihan suara sebanyak itu,” kata Farah dengan wajah berbinar.

Tak seperti di poster-poster dan penampilannya sehari-hari selama masa kampanye, perempuan kelahiran 1 Januari 1996 itu tak lagi berkerudung. Dua lelaki muda berbadan tegap mengintili setiap langkahnya selama mengikuti pembekalan di Gedung Nusantara IV.

Peraih master bidang politik dan hubungan internasional dari London University itu mengaku tak melakukan strategi khusus. Hanya sebagai anak muda Farah banyak memanfaatkan semua platform media sosial untuk mensosialisasikan gagasan dan menyerap aspirasi masyarakat.

Selain itu, mulai Februari 2018 dia juga menghimpun sejumlah relawan dan mendirikan rumah aspirasi. Di Subang ada 600 relawan, Majalengka (300), dan Sumedang (1.800).

Sebagai petahana, Maman mengakui kerja-kerja taktis Farah dan para relawannya. “Saya harus akui dia politisi milenial potensial. Tim relawannya tetap bekerja meskipun pemilu sudah selesai. Salut saya,” kata Maman saat bertemu penulis di sela-sela acara pembekalan anggota DPR/MPR, Minggu (29/9).

Normatif

Usai dilantik menjadi anggota DPR, 1 Oktober besok, Neng Farah berharap dapat aktif di Komisi I DPR-RI. Dia ingin memanfaatkan pengetahuannya di bidang politik luar negeri, antara lain untuk membantu melindungi para TKI. Maklum, Kabupaten Subang dikenal sebagai salah satu daerah pengirim TKI terbesar.

Lewat rumah aspirasi yang dikelolanya bersama para relawan, dia juga menjanjikan untuk terus memberikan berbagai pelatihan agar warga di kabupaten SMS bisa lebih mandiri. Bisa punya keterampilan tertentu untuk menopang hidup mereka sehari-hari.

“Di Majalengka itu banyak oleh-oleh menarik. Saya berharap dengan ada pelatihan, produknya lebih inovatif dan berkualitas sehingga bisa dijual di sekitar Bandara Kertajati,” kata Farah.

Tapi saat ditanya soal isu-isu aktual, seperti revisi sejumlah UU, jawaban gadis penggemar lumpia dan kerak telor itu cenderung normatif. Begitu juga pendapatnya soal aksi-aksi demonstrasi mahasiswa. “Sejauh dilakukan dengan damai, tentu baik. Tapi kalau anarkis, itu akan merugikan banyak pihak,” ujarnya.

Ah, normatif sekali...

***