NU dan Muhammadiyah sudah lebih dari cukup keberadaannya untuk menjaga Indonesia. MUI tidak diperlukan lagi kalau isinya bukan ulama.
Sejak lama MUI seolah menjadi pengadil masuknya manusia ke surga dan neraka. Kisah MUI sebagai ormas Islam merajai kekuasaan agama.
Fatwa MUI menjadi hukum tertinggi. MUI digunakan oleh eyang saya Presiden Soeharto untuk melegitimasi kekuasaaan. Persis sama dengan Wahabi digunakan rezim Saudi untuk memberangus keagamaan multi-mazhab di Saudi.
Zaman berubah. MUI menjelma menjadi kekuatan keuangan, pengeruk fulus sertifikasi halal. MUI menjadi satu-satunya ormas yang bisa mengeluarkan fatwa, sertifikasi halal, termasuk penghalalan dan pengharaman aksi dan barang. Bahkan kulkas, mesin cuci, pun yang bukan makanan diberi label halal, meski tidak ada satu orang pun di dunia dan akhirat makan kulkas dan mesin cuci.
MUI dan pemilik label halal pun melakukan pembenaran: prosesnya yang halal. Sertifikasi kulkas yang tentu ditertawai oleh para ulama yang waras seperti Gus Mus. Dia menyebut MUI sebenarnya makhluk apa itu. Karena sepak terjang MUI dinilai kebablasan. Ngawur.
Itu tentu sangat bisa dipahami karena MUI saat itu diisi geng 212 seperti Din Syamsuddin, Tengku Zul, dan Bachtiar Nasir, Yusuf Martak. Mereka bukan ulama bisa masuk jajaran pengurus MUI. Bahkan Yusuf Martak bekas pekerja Lapindo. Kombinasi kepentingan sertifikasi halal dan bercokolnya politikus haus kuasa seperti di atas yang membuat kisruh politik. Termasuk di dalamnya tentu kepentingan politikus Ketum MUI Ma’ruf Amin.
Untung MA mau berbelok kiblat masuk ke dalam gerbong pertobatan politik. Masuk ke kubu Jokowi sehingga pembersihan kasus Ahok mensucikan secara politik. Pasca Ma’ruf Amin seolah sudah tersingkir kaum politikus.
Namun, senyatanya masih bercokol para politikus pendukung FPI: Anwar Abbas. Dia adalah representasi kaum pembenci pemerintahan Jokowi. Politikus MUI kaki tangan FPI Anwar Abbas mengomentari kerumuman kunjungan Presiden Jokowi di NTT seperti kerumuman Muhammad Rizieq Shihab yang tengah dibui.
Anwar Abbas ingin menunjukkan kepada tuannya yang mendudukkannya di dalam MUI. Bahwa dia tetap menjadi perwakilan FPI dan kaum 212 setelah mereka terdepak. Maka menjadi tak mengherankan jika Anwar Abbas menyerang pemerintah. Dia bermimpi ingin menciptakan kisruh politik lewat fatwa atau pernyataan yang rakyat akan mengikuti.
Publik kini makin percaya kepada PB NU dibandingkan dengan MUI. PB NU dan sebagian Muhammadiyah cukup menjadi penjaga marwah Islam dan keindonesiaan yang menyejukkan. Sementara MUI mengeluarkan pernyataan politik, fatwa, yang tak lain-tak bukan hanya ormas.
Baca Juga: Srikandi di Sekeliling Joko Widodo
Legitimasi pemaksaan kehendak politik MUI melalui fatwa keagamaan sudah tidak akan laku. Rakyat dan pemerintah bukan kambing congek seperti pada masa 212.
Kini 212 dan FPI serta para cukung sudah tenggelam. Bahkan Rizieq dan para pentolan FPI tengah menunggu bui akibat pelanggaran hukum. Maka ketika Anwar Abbas membela FPI justru membuka kedok MUI sebagai bagian dari masa lalu. MUI tetap tidak berubah meski para pentolan MUI sudah berganti manusianya.
Relevansi keberadaan MUI pun perlu dipertanyakan. Seperti Gus Mus memertanyakan tentang MUI. Ormas NU dan Muhammadiyah sudah lebih dari cukup keberadaannya untuk menjaga Indonesia. MUI tidak diperlukan lagi keberadaannya kalau isinya bukan ulama: seperti Anwar Abbas.
Ninoy Karundeng
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews