Terorisme lahir dari pemikiran radikal suatu kelompok. Napas-napas radikalisme terus dihembuskan dari berbagai celah. Pendidikan kadang pula diperciki oleh paham-paham radikal. Untuk itu, waspada dan mengenali sejak awal napas radikalimse sangat penting.
Pendidikan adalah satu-satunya harapan untuk meningkatkan peradaban bangsa di masa yang akan datang. Melalui pendidikan sebuah ilmu pengetahuan dan ajaran moral ditransfer kepada anak-anak selaku generasi penerus bangsa. Sebagai pahlawan pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara memfokuskan pendidikan yang sifatnya mengayomi dan mendukung tumbuh kembang anak melalui keteladanan yang baik.
Terus memotivasi anak dan memberikan banyak inspirasi. Dengan misi-misi itu, pendidikan menjadi gerbang masuk dalam membentuk karakter yang baik generasi penerus bangsa.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa kabar beredar akan adanya penyebaran radikalisme yang disusupkan pada pelajaran anak-anak. Doktrin kebencian mulai dihembuskan pada mereka yang tidak segolongan. Radikalisme yang berjembatan agama mulai banyak ditumbuh kembangkan pada anak-anak oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab di beberapa lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri.
Penyusupan radikalisme dalam dunia pendidikan bukan lagi hal yang baru. Kejadian itu akan terus berlangsung seiring dengan banyaknya oknum-oknum radikal baik ekstrem kanan maupun kiri yang muncul. Radikalisme seolah mendapatkan dukungan dari situasi gejolak politik maupun pertentangan kepitalisme secara umum.
Aksi-aksi teror tentu saja mengusik ketentraman masyarakat secara fisik. Akan tetapi, serangan nonfisik yang kuat menyerang pola pikir dan sudut pandang masyarakat melalui berbagai propaganda dan doktrinasi.
Beragam cara dilakukan seperti penyusupan paham radikalisme dalam buku, majalah, dan yang paling kuat adalah melalui jejaring internet dan media sosial. Instrument-intrumen penyebaran didesain semenarik mungkin demi menjaring bibit-bibit baru radikalisme.
Ketajaman berpikir dan analisa serta kedalaman pemahaman terhadap radikalisme sangat berperan besar dalam upaya pencegahan masuknya paham radikal dalam diri dan pikiran masyarakat. Jika paham radikal mulai dihembuskan pada anak-anak maka sudah menjadi tugas orang tua untuk berupaya membersihkan pengaruh itu.
Untuk itu, orang tua sebagai pengasuh anak-anak harus paham betul terhadap aliran radikalisme dan bagaimana motif-motif halus yang dibentuk untuk menarik perhatian masyarakat. Tugas bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan mendeteksi penyebaran radikalisme sejak dini.
Beberapa waktu lalu, Mentri Agama Fachrul Razi mengungkap bahwa terdapat tiga pintu masuk paham radikal dalam dunia pendidikan.
Pertama adalah masuknya radikalisme ini melalui kurikulum pendidikan dan soal pendidikan yang dibuat. Hal ini didasari kejadian beberapa waktu lalu di mana terdapat soal ujian yang berisi tentang akhlak Rasulullah saw. yang tidak pantas dicontoh. Mendapati hal tersebut Menag kemudian berupaya untuk memperketat seleksi soal yang masuk.
Kedua yaitu melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Untuk mengantisipasi adanya gerakan penyebaran radikalisme pembina ekstrakulikuler harus melalui rekomendasi guru.
Ketiga adalah peran guru. Menag berpesan kepada seluruh jajaran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan pengajar yang lain untuk senantiasa mengajarkan ajaran-ajaran islam yang Rahmatan lil alamin.
Bahaya tersembunyi radikalisme apabila terus dibiarkan akan mudah merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Paham radikal tersebut sudah seyogyanya dibekukan sejak dini. Pemerintah harusnya selalu fokus terhadap ancaman serangan dari kelompok radikalisme. Lantaran mereka akan menyerang di saat pemerintah tengah gencar melakukan aksi meredam penyebaran paham radikalisme.
Masyarakat pun diharapkan selalu waspada dengan ajakan dan doktrin-doktrin radikalisme yang anti pancasila yang akan memporak-poranda kesatuan dan persatuan NKRI.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews