Sejumlah pihak mengimbau masyarakat dan TNI/Polri meningkatkan kewaspadaan menjelang pergantian tahun. Berkaca pada periode sebelumnya, aksi teror sering terjadi di akhir tahun hingga awal tahun baru 2020.
Potensi serangan terorisme menjelang pergantian tahun selalu menjadi topik utama dalam di Indonesia. Terutama bagi pihak pemerintahan beserta aparatur negara. Catatan hitam peristiwa terorisme di Indonesia yang memanfaatkan momentum jelang akhir tahun inilah yang dijadikan dasar peningkatan kewaspadaan. Setidaknya ada sejumlah insiden menjelang pergantian tahun yang masih lekat dalam ingatan, seperti peledakan bom. Bukan hanya di satu wilayah saja, peristiwa peledakan ini menyebar ke berbagai daerah.
Semua catatan tersebut adalah fakta sejarah yang tidak tak mungkin terbantahkan, bahwa momentum Natal dan juga Tahun Baru seringkali menjadi waktu yang rawan akan serangan aksi terorisme. Narasi berkenaan dengan ancaman serangan terorisme memang bak pisau bermata dua. Jika diserbarluaskan, mampu menimbulkan rasa takut dan rasa tidak aman di masyarakat.
Sebaliknya, jika pihak aparat tutup mulut, publik akan memiliki persepsi situasi sudah normal, sehingga tidak perlu khawatir. Jikalau ternyata terjadi serangan bom lagi, aparat keamanan dan intelijen juga yang akan dibombardir protes dan kecaman bertubi-tubi.
Maka dari itu, kewaspadaan tidak boleh melemah, apalagi sampai padam. Presiden Jokowi juga tak henti-hentinya mengimbau agar aparat keamanan terus meningkatkan pengamanan menjelang tahun baru. Hal ini merupakan semacam kode, jika masih terdapat ancaman serangan terorisme di lapangan, sehingga seluruh pihak diminta tetap waspada. Bahkan aparat keamanan sekalipun.
Menurut Janos Kadar, radikalisme dan terorisme ini serupa dengan komunisme. Dalam bukunya, ia menulis bahwa orang-orang komunis sejati tidak pernah "tidur", apalagi melenyapkan ideologi komunismenya.
Kemungkinan mereka bisa terlihat melemah selama puluhan tahun, namun tetap bersikeras untuk bangun di suatu hari. Sama halnya dengan kelompok-kelompok radikal di dalam negeri. Impian untuk mengubah Pancasila dan NKRI di dalam negeri masih tetap kuat, bahkan mungkin makin tak terkendali. Sehingga ancaman radikalisme dan terorisme di negara kita bukanlah isapan jempol belaka.
Bahkan, ancaman pertama bagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah radikalisme dan terorisme. Meski kemiskinan, kesenjangan sosial-ekonomi, juga menumpuknya utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi yang melambat semua itu memang menjadi ancaman serius.
Akan tetapi ancaman paling serius dan mengerikan tetap radikalisme dan terorisme, karena dapat memporak-porandakan sendi-sendi NKRI dan Pancasila!
Persepsi bahwa terorisme bukanlah sebagai tindak pidana memang perlu dilakukan. Oleh sebab itu, penindakan serta penanganannya harus dilakukan secara signifikan dan luar biasa. Maka, keterlibatan aparat TNI, khususnya intelijen TNI, jangan ditunda-tunda lagi.
Sejalan dengan fakta diatas, Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta turut menghimbau masyarakat untuk mewaspadai aksi-aksi teror terutama menjelang Natal dan tahun Baru. Ia menyatakan bom natal yang pernah terjadi serentak di beberapa kota menjadi momok yang menakutkan sekaligus menimbulkan sebuah ancaman. Apalagi menjelang pergantian tahun ini banyak diincar para pelaku teror untuk melancarkan aksinya. Meski demikian, Riyanta mengakui sistem keamanan sudah relatif lebih baik.
Lebih detail, Yenni Wahid menjelaskan, fenomena terorisme yang berlangsung saat ini sudah banyak yang melibatkan perempuan. Ia melihat akhir-akhir ini terjadi pergeseran dimana kaum perempuan terjun langsung ke medan tempur. Tak tanggung-tanggung, membawa bom sendiri dan meledakkannya.
Hal ini dapat dijadikan pelajaran bahwa kaum perempuan juga berpotensi memunculkan daya rusak yang besar. Pendapat Yenny ini mengacu pada peristiwa bom Surabaya yang terjadi tahun lalu. Saat itu, salah satu terduga teroris perempuan meledakkan diri dan turut mengorbankan anaknya.
Sehingga dapat disimpulkan semua kalangan bisa terpapar paham radikal yang berujung tindakan terorisme. Bukan tak mungkin pergerakkan terorisme yang terlihat lamban ini berarti telah hilang. Justru kita harus meningkatkan kewaspadaan. Mengingat, mereka (terorisme) bisa menyerang kapan saja dengan gebrakan yang lebih mengerikan. Ancaman melalui media sosial juga tak bisa disepelekan.
Banyak pihak menganggap meme-meme yang bernada ujaran kebencian hanya dianggap sebagai lelucon. Padahal hal ini juga bisa menimbulkan potensi tindakan radikal serta mampu menyerang siapa saja. Perang argumen satu dengan lainnya yang tak menemui titik penyelesaian akan memunculkan potensi perpecahan yang akan dimanfaatkan oleh para pelaku terorisme ini.
Jadi, tetap cerdas dan bijaksana berperilaku di dunia maya sekalipun. Ingat, teroris selalu mencari celah untuk menghancurkan korbannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews