PPATK menemukan fakta bahwa ada dana yang masuk dari rekening luar negeri, ke tabungan milik FPI, dan sebaliknya. Penemuan ini membuat penegak hukum menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Karena jika ada transfer lintas negara, bisa ditemukan siapa penyandang dana FPI.
Sejumlah 92 rekening milik FPI dan rekanannya dibekukan oleh pemerintah. Pemblokiran ini dilakukan karena status mereka yang resmi dibubarkan, sehingga segala sumber dana otomatis harus dimatikan. Sementara pembubaran FPI berdasarkan surat keputusan bersama 6 pimpinan lembaga. Sehingga mereka tak bisa berkutik lagi.
Tanggal 24 januari 2021, PPATK menemukan fakta baru bahwa ada transfer uang lintas negara, yang keluar dan masuk ke rekening FPI. Namun Dian Rae, Kepala PPATK, belum menjelaskan lebih lanjut berapa nominalnya, dari negara mana, dll. Ia hanya menjelaskam bahwa PPATK bukanlah lembaga penegak hukum.
Dalam artian, untuk menyelidiki kasus ini, maka yang berwenang adalah polisi. Ketika satu fakta terbuka, maka polisi sebagai penegak hukum di Indonesia berhak melakukan penyelidikan. Tujuannya agar diketahui siapa penyandang dana FPI, mengapa sampai ada transferan dari rekening luar negeri, dll.
Jika ada dana dari luar negeri, maka kasus ini bisa dikembangkan lagi. Karena ada dugaan bahwa penyokong FPI adalah ISIS. Pertama, ada puluhan anggota FPI yang tercokok karena kasus terorisme. Kedua, bisa jadi ada anggota ISIS atau oknum lain yang tidak suka melihat Indonesia jadi negara yang pancasilais.
Ketiga, pernah ada penggalan video ketika Rizieq Shihab terang-terangan mendukung ISIS. Maka dugaan bahwa FPI berafiliasi dengan ISIS makin terlihat. Padahal konsep negara khilafiyah sangat berbahaya karena mereka anti pluralisme. Sehingga tidak cocok diterapkan di Indonesia yang mengakui 6 agama dan terdiri dari banyak suku bangsa.
Publik jangan melupakan fakta bahwa FPI dibentuk untuk membangun negara khilafiyah. Sehingga mereka menolak mentah-mentah pancasila dan UUD 1945. Dugaan transferan dana dari negara luar negeri yang juga berazas khlafiyah makin nampak. Namun sayang penyelidikan ini belum selesai dan publik harus bersabar untuk mengetahui faktanya.
Masyarakat pun mendukung penuh penegakan hukum atas kasus transferan di rekening FPI. Penyebabnya jika ada negara lain yang terbukti cawe-cawe dan ingin merusak Indonesia, dengan memanfaatkan suatu ormas, maka bisa digugat ke pengadilan internasional. Mereka sudah mengganggu kedaulatan Indonesia dan berbuat hal yang sangat tidak sopan.
Penyelidikan kasus ini hendaknya dilakukan dengan cepat. Pasalnya, menurut aturan dari PPATK, pemblokiran rekening hanya bisa dilakukan selama maksimal 20 hari. Namun ketika ditemukan fakta bahwa rekening disalahgunakan untuk terorisme, maka bisa masuk ke ranah pidana dan bisa diblokir permanen.
Ketika Azis Yanuar, eks penasehat hukum FPI ditanya tentang transferan yang masuk dan keluar dari rekening ormas ini, maka ia mengelak. Namun publik hanya bisa menahan tawa, karena ia beralasan bahwa pengeluaran dana ke rekening luar negeri untuk sumbangan alias amal. Sebuah alasan yang sangat terlihat dibuat-buat.
Untuk apa menyumbang jauh-jauh ke luar negeri? Sedangkan FPI bisa saja berdonasi di Indonesia, karena masih banyak anak yatim dan dhuafa di negeri kita. Lagipula, bukankah ketika manusia menyumbang, lebih baik dirahasiakan? Ketika Azis berkata bahwa uang itu untuk donasi, apa tidak takut pahalanya hilang?
Terkuaknya fakta bahwa FPI menerima dana dari luar negeri membuat masyarakat makin percaya bahwa mereka berafiliasi dengan ISIS. Kelompok teroris memanfaatkan ormas lokal Indonesia, yang berusaha merusak negara dari dalam, dengan menggambar-gemborkan negara khilafiyah. Padahal tidak bisa diterima di Indonesia. Penyelidikan kasus ini masih berlanjut dan semoga faktanya ditemukan dengan cepat.
Penulis adalah warganet tinggal di Bogor.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews