Tolak Demonstrasi Hari Buruh di Masa Pandemi Covid-19

Hentikan saja rencana untuk demo hari buruh sekarang juga, karena masih pandemi.

Jumat, 30 April 2021 | 23:42 WIB
0
148
Tolak Demonstrasi Hari Buruh di Masa Pandemi Covid-19
Aksi buruh (Foto: bisnis.com)

Tanggal 1 mei adalah hari keramat bagi para pekerja, karena diperingati sebagai hari buruh alias may day. Pada tanggal tersebut, mereka beramai-ramai turun ke jalan dan berdemo, umumnya untuk menuntut kenaikan upah. Namun saat pandemi, demo seperti ini dilarang keras, karena bisa menyebabkan klaster corona baru.

Para pekerja yang bergabung dalam organisasi KSPI dan rekanannya, sudah ancang-ancang akan mengadakan unjuk rasa tepat tanggal 1 mei 2021.

Mereka merayakan hari buruh sekaligus memprotes UU Cipta Kerja. Ketua KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa demo besar-besaran akan dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dan dilaksanakan setidaknya 50.000 buruh. Seharusnya unjuk rasa ini tidak usah dilakukan, karena percuma.

Apakah para buruh ngotot untuk berdemo dan menuntut agar UU Cipta Kerja dibatalkan? Mereka tidak berkaca dari kejadian beberapa bulan lalu, saat ada demo UU Cipta Kerja sampai berjilid-jilid, tetapi pemerintah tetap kukuh pada pendiriannya.
Lagipula, demo hari buruh di masa pandemi sangat berbahaya, karena bisa menularkan corona.

Apalagi saat unjuk rasa pasti ada yang melepas masker karena kegerahan. Bagaimana jika mereka berdemo lalu pulang dan beramai-ramai dilarikan ke Rumah Sakit karena terinfeksi virus covid-19? Lalu ketika kamar penuh karena pasien penuh sesak, apa mereka bisa menjamin akan lekas sembuh saat harus isolasi mandiri? Iya kalau para buruh memiliki kartu BPJS.

Bagaimana jika tidak? Biaya perawatan pasien corona tidak sedikit, bisa puluhan bahkan ratusan juta rupiah, tergantung level keparahannya. Hanya karena demo selama beberapa jam, para buruh bisa beresiko kena corona dan terkapar selama minimal 14 hari di Rumah Sakit. Sungguh tidak seimbang dengan pengorbanan fisik dan mental saat unjuk rasa. Jangan lupa bahwa corona makin menggila.

Walau tren sedang turun di level nasional. namun menurut data pemerintah daerah DKI Jakarta, ada klaster perkantoran yang melonjak hingga 2 kali lipat. Bagaimana jika sang OTG ikut berdemo lalu menularkannya ke pengunjuk rasa yang lain? Mereka turut berdosa karena dengan sengaja membuat orang lain sakit keras.

Apalagi saat ini ada mutasi virus corona yang 2 kali lebih ganas. Ketika pengunjuk rasa kena virus corona mutasi yang berasal dari India, entah karena berkontak dengan WNI India atau dengan OTG, maka akan lebih cepat lelah, diare, bahkan tangan dan kakinya membiru.

Kalau sudah terlambat penanganannya, karena virus mutasi ini tidak terdeteksi oleh tes PCR, maka bisa-bisa kehilangan nyawa.

Apa saja manfaat unjuk rasa saat pandemi? Hanya buang-buang waktu, tenaga, dan uang.

Mereka harus izin atau cuti kerja saat berdemo, jika tidak diizinkan oleh perusahaan untuk merayakan may day. Berarti bisa kehilangan upah sehari, jika masih diberi gaji harian karena masih berstatus karyawan kontrak. Saat berdemo dan tak bawa uang, lantas apa lupa tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga?

Pikirkan nasib anak dan istri di rumah, daripada terbawa arus euforia demo hari buruh. Jika mereka kena corona karena tertular pasca demo, apa tega? Mereka tidak bersalah tetapi menanggung akibatnya. Apalagi anak kecil lebih beresiko untuk terinfeksi virus covid-19, dan mereka juga belum diinjeksi vaksin karena belum ada yang untuk balita.

Hentikan saja rencana untuk demo hari buruh sekarang juga, karena masih pandemi. Ingatlah bahwa masa pandemi berarti masa prihatin yang tenang. Jangan malah mengobarkan api yang bergejolak demi menuntut UU Cipta Kerja, lalu pulang dan membawa ‘oleh-oleh’ mengerikan bernama virus covid-19.

***