Dari Restorasi Menjadi Restoran Politik

Inilah yang pada akhirnya memberikan kesan bahwa NasDem tidak sedang melakukan restorasi, tapi sedang membangun restoran politik seperti yang dikatakan Patrice.

Senin, 11 November 2019 | 07:22 WIB
0
377
Dari Restorasi Menjadi Restoran Politik
Foto: Jawapost.com

Dari masih berstatus Ormas, NasDem sudah mengusung jargon "Restorasi", yang mana diharapkan menjadi motor penggerak perubahan. Setelah berubah menjadi Partai Politik, jargon tersebut tetap melekat dengan NasDem.

NasDem kini menjadi pusat perhatian para pengamat politik, terkait berbagai manuver politik Surya Paloh dengan Nasdem-nya yang mencoba mencari keseimbangan baru dengan partai diluar koalisi pemerintah.

Manuver NasDem tersebut kurang etis, padahal, NasDem sendiri sempat bicara soal etika saat Prabowo dan Gerindra merapat ke pemerintah. Sekarang malah NasDem yang dianggap tidak beretika.

Surya Paloh sangat gusar dengan berbagai cibiran yang diterimanya, tentang kedekatannya dengan PKS. Padahal menjalin silaturahmi dengan partai diluar koalisi dianggapnya soal biasa.

Bahkan Paloh menganggap Partai yang katanya Pancasilais malah tidak memberikan teladan yang tidak Pancasilais, entah Partai mana yang dituding Paloh tidak Pancasilais.

Presiden Jokowi sempat menyindir Surya paloh soal kemesraan NasDem dengan PKS, juga soal pelukan Paloh terhadap Presiden PKS, Sohibul Iman yang begitu hangat, sehingga mengundang guyonan Jokowi terhadap suasana itu.

"Bapak Surya Paloh yang kalau dilihat malam ini, beliau cerah dari biasanya, sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibul Iman di PKS," ucap Jokowi disambut tawa hadirin saat acara HUT ke-55 Golkar di Jakarta, Rabu (6/11/2019).

"Wajahnya cerah, setelah beliau berdua berangkulan dengan Pak Sohibul Iman," sambung Jokowi yang kembali disambut riuh seisi ruangan.

"Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman.

Kalau didengar sepintas, pernyataan Jokowi tersebut terkesan seperti guyonan. Padahal di balik guyonan tersebut secara politis Jokowi ingin Surya Paloh memberikan penjelasan padanya, terkait pelukan erat Paloh terhadap Sohibul Iman.

Tapi sebaliknya, Surya Paloh merespon pernyataan Jokowi tersebut sebagai sebuah sinisme. Sedikitpun Paloh tidak merasa pernyataan Jokowi sebagai sebuah penegasan politik, agar Paloh memberikan penjelasan soal hubungan NasDem dengan PKS.

Seperti yang dikatakan Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengatakan agar Paloh tidak memandang remeh sindiran Presiden Jokowi tersebut.

"Surya Paloh nggak boleh dan nggak bisa memandang remeh sindiran Pak Jokowi. Karena Pak Jokowi jarang melakukan sindiran di depan umum seperti itu," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (7/11/2019).

Menurutnya, meski sindiran Jokowi terkesan seperti bercanda namun ada makna tersirat yang dilontarkan dari sindiran tersebut.

Lebih lanjut Hendri mengatakan, sindiran Jokowi itu menyiratkan, upaya untuk meminta penjelasan terkait pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman, beberapa waktu lalu.

"Jadi artinya Surya Paloh diminta menjelaskan dalam waktu dekat pada Pak Jokowi dan anggota koalisi yang lain juga, apa makna dan maksud dari kunjungan bertemu dengan PKS," kata dia.

Yang harus difahami juga oleh Surya Paloh, menurut Hendri, bahwa sindiran Jokowi terhadap Paloh tersebut mengisyaratkan ketidaknyamanan Jokowi melihat pelukan Surya Paloh terhadap Sohibul Iman.

Manuver Surya Paloh ini juga direspon secara negatif oleh pendiri dan juga mantan Sekretaris Jenderal NasDem Patrice Rio Capella, yang melontarkan kritik pedas bagi partai yang sudah membesarkan namanya itu.

Patrice menggelar konferensi pers di Jakarta, Minggu (10/11) yang berisi kritikan bahwa NasDem sudah banyak melenceng dari cita-cita awal.

Dalam konfresi pers tersebut mengatakan bahwa NasDem sudah melenceng dari cita-cita awalnya, yange berjuang untuk kepentingan rakyat, NasDem dianggapnya sudah berubah menjadi "restoran politik",

"Partai NasDem yang awalnya mengusung salam perubahan restorasi Indonesia, sekarang ini sudah benar-benar berubah jadi restoran politik," kata Patrice di sebuah restoran di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/11).

"Partai NasDem kini sudah berubah jadi restoran politik tempatnya masak memasak, goreng menggoreng kepentingan politik yang bukan untuk perjuangkan kepentingan rakyat, bukan kepentingan politik partai. Tapi kepentingan kelompok tertentu di internal partai NasDem," sambung dia.

Sebagai bagian dari Koalisi Pemerintah, seharusnya memang NasDem fokus dan setia memberikan dukungan yang kongkret diawal Periode kedua Pemerintahan Jokowi. Bukan malah kasak-kusuk mencari dukungan diluar Pemerintahan.

Yang lebih tidak etisnya lagi, Pilpres 2024 masih lima tahun, tapi NasDem sudah mulai sibuk membangun koalisi dengan partai diluar koalisi, untuk kepentingan tersebut, bahkan sudah sibuk menentukan pilihan Capres untuk lima tahu kedepan.

Inilah yang pada akhirnya memberikan kesan bahwa NasDem tidak sedang melakukan restorasi, tapi sedang membangun restoran politik seperti yang dikatakan Patrice.

***