Polemik ucapan selamat Natal hampir pasti akan berakhir seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang melarang tetap melarang. Yang membolehkan ya tetap membolehkan.
Setiap musim Natal, sebagian umat Islam terlibat di pusaran polemik bagaimana hukum fiqih umat muslim mengucapkan selamat Natal. Sehingga umat cenderung terperangkap dalam arus komunikasi klobotisme yang tidak produktif. Yang dikhawatirkan justru mengganggu kekhidmatan umat Nasrani dalam memperingati Natal.
“Sejak jaman dulu pola polemiknya sama. Argumentasinya sama. Bahkan sebagian orangnya juga masih yang itu-itu. Dan tidak pernah ada kesimpulan akhir maupun menawarkan solusi,” kata Anwar Hudijono, wartawan senior, Selasa (24/12), sehubungan maraknya polemik seputar hukum fiqih umat Islam mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani.
Istilah klobotisme diambil dari klobot (kulit jagung). Jika tumpukan klobot kering digerakkan akan terdengar kemresek, berisik tanpa nada yang jelas. Kalau sudah berhenti, otomatis suaranya akan hilang tanpa meninggalkan kesan, kecuali telinga krungon-krungonen (trauma dengar).
Mantan wartawan Kompas dan Pemimpin Redaksi Harian Surya Surabaya ini mengaku tidak tahu persis siapa yang melempar materi itu. Juga tidak tahu persis apa kepentingannya melempar isu tersebut.
Kemungkinannya sekadar iseng karena tidak punya materi yang diposting. Apalagi di media sosial. “Kan orang memposting materi atau sekadar komen di medsos itu kadang hanya kayak meludah. Lepas dan tidak diingat lagi. Tapi yang kena ludah itu akan ginjal-ginjal ribut,” katanya.
Menurut dia, kemungkinan memang disengaja untuk memberi bahan polemik. Ibarat melempar bola ke kawanan anak kucing. Jika ternyata bola itu dibuat mainan mereka, akan jadi tontona lucu dan menarik. “Kawanan kucing akan jadi riuh, gaduh. Bola itu tidak bikin kenyang. Tidak bikin tambah pintar. Malah memantik kerah sesama kucing. Kemudian kelelahan,” katanya.
Polemik ucapan selamat Natal hampir pasti akan berakhir seperti tahun-tahun sebelumnya. Yang melarang tetap melarang. Yang membolehkan ya tetap membolehkan. Walhasil, kata Cak Anwar, pergerakan pikir umat tidak maju, hanya berputar-putar.
“Ibaratnya sebagian umat Islam ini seperti naik mainan ombak banyu atau karosel. Kelihatan bergerak, dinamis, seru. Tapi sebenarnya jalan di tempat,” tegasnya.
Cak Anwar mengingatkan bahwa arus kegaduhan itu sangat mungkin sebagai sekenario pihak yang tidak ingin kaum muslimin maju. Ia mengutip Al Quran surah Fussilat 26. “Dan orang-orang kafir berkata, janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al Quran ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya agar kamu dapat mengalahkan mereka.”
Inspirasi yang bisa diambil dari ayat ini, umat diperangkap polemik, kegaduhan yang tidak dproduktif agar tidak sempat mempelajari Quran. Lupa terhadap Quran. Tidak berpikir mendasar, tapi hanya bersilat lidah persoalan-persoalan artifisial. Karena Quran itu sumber ilmu pengetahuan. Quran itu rahmat. “Kalau umat Islam sudah jauh dari Quran, ibarat ikan yang tidak lagi di air kolam tapi di atas tanah. Jadi tinggal nggoreng saja,” katanya.
Untuk itu, dia mengharap agar polemik ucapan selamat Natal diakhiri. Jika ada yang memancing di media, tidak usah ditanggapi meski sekadar emoticon. Biarlah setiap individu muslim memutuskan sikapnya sendiri. Referensi sudah cukup banyak. Apalagi soal ucapan itu persolan privasi. Umat harus belajar itikaf. Menahan diri dari keterlibatan emosi dalam polemik. Dawuh Nabi, fal yaqul khairan au liyasmut, jika tidak bisa berkata baik lebih baik diam. “Daripada bicara yang tidak peroduktif, memancing perseteruan, membuat bising dan kemresek ruang publik, lebih baik diam,” katanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews