Sejumlah pihak menolak rencana Reuni 212 karena dianggap mengusung agenda politis. Hal itu mengingat tidak diundangnya Prabowo Subianto dalamyabg saat ini sudah masuk dalam jajaran Pemerintahan.
Persaudaraan Alumni (PA) 212 tentu sakit hati setelah ditinggalkan Prabowo. Mereka kemudian menggandeng Anies Baswedan dan mencoret Prabowo dari daftar tamu undangan reuni 212, sebagai bentuk balas dendam. Bukan hanya telah keluar dari tujuan awal kegiatan dilaksanakan, namun telah berganti haluan ke muatan politik yang dinilai menggiurkan. Bagi sejumlah pihak dunia politik ini merupakan lahan empuk guna mempromosikan diri di dalam pemerintahan.
Beragam asumsi kemudian bergulir, apakah kiranya panggung yang hendak didirikan oleh kelompok yang selalu mengadakan acara bertepatan dengan hari besar keagamaan. Menunjukkan eksistensi diri meski menuai kontroversi, atau menjual politik dengan mengatasnamakan kesejahteraan publik.
Seperti yang kita tahu, kelompok ini sedemikian alergi dengan pemerintahan Jokowi. Mereka layaknya kerikil-kerikil tajam yang siap menghadang langkah pemerintahan. Bukan satu dua kali, namun di banyak kasus ormas ini sengaja menggulirkan sejumlah opini guna menggulingkan kekuasaan Presiden kala itu.
Tersiarnya kabar bahwa PA 212 akan kembali menghelat reuni akbar di Monumen Nasional (Monas), makin ramai saat nama HRS (Habib Rizieq Shihab) didapuk menjadi penceramah di acara ini. Menurut sejumlah laporan, Reuni yang akan dilakukan ini disebut sebagai bentuk persaudaraan bagi para alumni aksi-aksi 212 sebelumnya.
Bukan 212 namanya jika tak menuai pro dan kontra. Rencana reuni akbar ini menelurkan beragam pendapat oleh banyak pihak. Salah satunya ialah Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, yang akan mempersilakan dilangsungkannya reuni pada 2 Desember mendatang.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang merasa sangsi terhadap aksi ini. Banyak pihak menilai, reuni yang akan dihelat malah justru akan menimbulkan kegaduhan sosial dan politik Indonesia yang kondisinya telah mulai mereda pasca Pilpres. Banyak pihak mempertanyakan perihal relevansi gerakan 212. Hal ini tercermin ketika Prabowo Subianto, mantan capres yang diusung ormas ini memilih hijrah ke kubu pemerintahan Jokowi.
Sehingga untuk mengobati kekecewaan ini ada nama lain yang diakan dipromosikan. Yakni, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, serta didapuk menjadi tokoh politik utama dalam kegiatan tersebut. Jubir PA 212, Novel Bamukmin dengan tegas bahkan mewajibkan nama ini untuk hadir pada aksi 212 mendatang.
Berawal dari kasus penistaan agama yang menimpa Mantan Gubernur DKI, Ahok pada tahun 2017 yang kemudian berbuntut pada lahirnya gerakan 212. Gerakan masif yang dimotori oleh sejumlah organisasi massa Islam tersebut akhirnya mampu menggulingkan Ahok dengan diterbitkannya putusan pengadilan Ahok sebagai terpidana.
Kelompok 212 merupakan sebuah gerakan sosial yang muncul akibat adanya collective challenge atau tantangan bersama dari pelbagai kelompok Islam. Tak hanya berhenti pada kasus Ahok, tapi meluas lagi berkenaan dengan keterancaman identitas Islam. Maka, tidak mengherankan, jika beragam narasi yang digulirkan ialah seputar narasi tentang ketidaksetaraan, penindasan terhadap Islam hingga perihal anti-pemerintah.
Kuatnya stempel politis dalam gerakan ini bukan tanpa alasan. Karena, dalam setiap aksi yang dilancarkan, gerakan ini selalu dimotori dan ditunggangi oleh beragam pihak maupun kelompok kepentingan. Gerakan ini secara jelas menyatakan dukungannya kepada Prabowo-Sandi beserta partai barisan koalisinya. Namun, kekalahan Prabowo ini tidaklah menjadi akhir perjalanan ormas ini.
Reuni bertajuk “Munajat untuk Keselamatan Negeri: Maulid Agung dan Reuni Alumni 212” yang akan dihelat tentu menimbulkan berbagai spekulasi. Salah satunya ialah adanya hasrat politik yang dinilai belum tersampaikan dari kelompok ini.
Selain itu, acara reuni 212 memiliki potensi besar dimanfaatkan oleh berbagai kelompok yang kecewa terhadap hasil pilpres serta rekonsiliasi yang tengah terjadi. Bisa jadi kegiatan ini akan menumbuhkan narasi guna "merongrong" kembali pemerintahan yang baru. Hal ini didasari pada dianutnya Ijtima Ulama IV yang mengarahkan penolakan terhadap sistem pemerintahan baru.
Di luar dari polemik acara reuni 212 ini, publik diminta untuk cerdik menyikapi segala bentuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik. Sehingga akan terhindar dari berbagai kemungkinan pemanfaatan massa sebagai bagian dari eksistensi kelompok ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews