Indonesia 2045, Antara Lumbung Pangan Dunia dan Krisis Pangan

Jumat, 15 Februari 2019 | 23:34 WIB
0
384
Indonesia 2045, Antara Lumbung Pangan Dunia dan Krisis Pangan
sumber gambar: kompas.com

Masa kampanye yang tinggal beberapa minggu lagi membuat intensitas kampanye kian tinggi. Kita sudah mengetahui bahwa kedua kandidat Capres – Cawapres Pilpres 2019 memiliki narasi yang berbeda dalam kampanye politik mereka. Petahana dan penantang, masing – masing memainkan narasi kampanye untuk kepentingan elektoral 2019.

Peneliti, sekaligus Direktur Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo mengatakan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menggunakan narasi pesimisme dalam kampanyenya. Padahal, Prabowo-Sandiaga sebenarnya menyadari situasi di Indonesia tidak separah yang diungkapkan dalam kampanye mereka.

Prabowo pun sebenarnya tahu Indonesia memiliki masa depan yang baik. Tetapi karena situasi politik, maka narasi yang mereka bangun adalah narasi pesimisme.

Salah satu narasi pesimisme yang dilakukan Prabowo adalah pernyataan soal Indonesia berpotensi mengalami krisis pangan pada 2045. Karyono menilai narasi pesimisme semacam ini sah digunakan dalam kontestasi politik. Namun, narasi seperti ini erat kaitannya dengan politik kecemasan. Bisa saja timbul kecemasan di masyarakat akan sesuatu yang belum tentu akan terjadi.

Narasi pesimisme ini juga bertujuan untuk menjual kegagalan lawan politik. Narasi yang dibangun selalu soal kegagalan-kegagalan. Prabowo ingin dilihat sebagai pahlawan dengan membangun narasi kecemasan yang tujuan akhirnya, ia ingin dilihat sebagai pahlawan.

Sementara sebagai Petahana, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor 01 Joko Widodo (Jokowi) – Ma’ruf Amin menggunakan gaya kampanye narasi optimisme. Sudah sewajarnya Jokowi – Ma’ruf menyampaikan keberhasilan, capaian dan inovasi dalam pemerintahannya.

Narasi pesimisme krisis pangan pada 2045 yang dikampanyekan oleh Prabowo, telah terjawab oleh pemerintah melalui Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 karena melihat inflasi pangan Indonesia yang turun selama Pemerintahan Jokowi.

Pencapaian luar biasa empat tahun soal pangan negara, melompati 12 negara besar seperti negara Jerman, Tiongkok, dan negara besar lainya. Belum lagi Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian terus mengalami kenaikan sejak 2013 sebesar Rp 900 triliun hingga 2018 menjadi Rp 1.460 triliun. Lompatan PDB Pertanian merupakan suatu capaian luar biasa dan sudah divalidasi dan ditandatangani oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Pengamat Ekonomi Pertanian IPB, Nunung Nuryartono meyakini Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman bersama jajarannya mampu menyusun dan menyiapkan upaya strategis untuk Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045. Guna mencapai target negara sebagai lumbung pangan dunia 2045, Pemerintah harus memastikan segala kesiapannya di sektor pertanian. Mulai dari penyediaan sarana produksi sampai panen dan seterusnya.

Lebih utama dari itu, menjadikan Indonesia sebagai negara lumbung pangan dunia 2045 tidak dapat mengabaikan tingkat kesejahteraan petani. Bukan hanya sekadar mendongkrak angka produksi pertanian.

Narasi pesimisme dan optimisme ini, seharusnya ditanggapi bijak oleh masyarakat. Masyarakat harus menyadari bahwa dua narasi tersebut dilontarkan demi kepentingan politik. Cara menilai isi dua narasi yang berbeda itu, adalah membandingkannya dengan fakta. Dari situ kita bisa mengetahui siapa yang benar, Penantang atau Petahana. Optimisme atau Pesimisme?

***