Bagaimana Jokowi Menjawab Netizen Super Galau Dan Menekan Laju Harga?

Kalau mau negara selamat Jokowi harus gerak cepat, membabat birokrasi korup, menyingkirkan mereka yang dengan cara halus mulai merubah haluan ideologi lewat pendekatan pada ASN, aparat negara.

Rabu, 6 April 2022 | 08:13 WIB
0
237
Bagaimana Jokowi Menjawab Netizen Super Galau Dan Menekan Laju Harga?
sumber gambar:ekonomi bisnis.com

Apapun dan siapapun pemimpin negeri ini, tidak mudah bisa menyenangkan masyarakatnya 100 persen. Selalu ada sisa rasa kecewa ketika pemimpin idolanya kalah. Walaupun menang pemimpin Indonesia selalu menghadapi gejolak, terutama kumpulan masyarakat yang kalah, dan sebagian akhirnya datang dari mereka yang kecewa bahwa pemimpin yang diharapkan tidak sesuai ekspektasi.

Mereka umumnya terlalu berharap lebih pada kesempurnaan, terlalu mengagungkan hasil sempurna dari kebijakan presiden yang dianggap populis pada awalnya. Yang susah dilawan adalah para politisi kutu loncat. Politisi ini mempunyai sifat seperti bunglon. Ia akan merubah warna dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, namun sifat politisi ini ya angin-anginan mudah berubah, tergantung siapa yang lebih menguntungkan.

Kalaupun Jokowi orangnya jujur dan apa adanya, polos. Banyak orang-orang mendekat karena hanya ada maunya. Mana ada politisi polos menyatakan setuju tanpa tujuan tertentu. Kekuasaan itu seperti madu tapi juga bisa menjadi racun mematikan.

Politik membuat orang yang dulunya mempunyai rekam jejak baik, mendadak berubah. Haluan bisa berganti arah ketika banyak orang yang berada di lingkungannya punya keinginan besar untuk melanggengkan kekuasaan. Apakah Jokowi orang baik, sampai saat ini saya masih percaya, hanya kadang dalam lingkungan politik sebaik apapun orangnya tetap mempunyai strategi licik untuk bisa menaklukkan lawannya tanpa melakukan peperangan.

Bisa dengan menjebaknya hingga terjeblos dalam kasus mega korupsi. Kebaikan yang kadang disalahartikan, kesetiaan yang ternyata membuat seseorang serasa mempunyai kepercayaan lebih ternyata hanya bagian dari sandiwara politik.

Jokowi sendiri menurut banyak pengamat tersandera oleh politik licik orang-orang terdekatnya. Seperti ada orang yang berusaha menyetirnya, berusaha membisikkan cerita-cerita yang membuat terlena hingga baru sadar dan marah besar ketika ternyata banyak pembantunya yang seperti membuat kebijakan sendiri, terutama terkait belanja alat kantor yang lebih senang membeli barang import.

Serasa tidak ada rasa kebanggaan secuilpun terhadap karya bangsa sendiri. Apakah Jokowi menyadari ada brutus sekitarnya. Menurut penerawangan saya pastilah tahu, tetapi untuk memecat dan memberhentikan para pembantunya bukan hal mudah, apalagi yang pembantunya berasal dari partai politik.

Indonesia memang mempunyai ketergantungan pada produk import, alat-alat kantor, seperti pulpen, tinta, peralatan digital merk import, seperti laptop, printer, tinta print, kertas photo copy. Alat Photo Copy. Dan masih banyak lagi barang-barang logistik lainnya.

Kebiasaan pejabat banyak yang lebih demen barang bermerk. Pola pikirnya barang berkualitas adalah barang import. Sebetulnya bukan masalah bangga produk dalam negeri. Tetapi ada transaksi menguntungkan yang bisa mengurangi budget. Misalnya kantor lebih senang membeli alat kantor di toko grosir semacam di Glodok dan Asemka. Banyak orang tahu bahwa barang yang dijual di Asemka atau glodok adalah barang import dari China.

Dengan budget dan anggaran dari pusat, karyawan logistik akan memilih belanja di Asemka daripada belanja di toko buku yang berada di mall, uang sisanya bisa diakali dan digunakan untuk keperluan lainnya yang melahirkan korupsi terbuka yang sebetulnya diketahui.

Yang menjadi korban dari penelusuran KPK adalah manager  logistik atau bagian umum yang dianggap menyelewengkan dan memanipulasi harga. Padahal budaya itu sudah berlangsung lama. Ilustrasinya para pedagang   akan membeli barang grosir yang jauh lebih murah untuk dijual hingga ia bisa untung berlipat ganda.

Merubah mindset ASN, atau pegawai yang sudah mendarah daging bukan hal mudah. Meskipun untuk bisa masuk ASN bukan hal mudah, setiap ASN pasti akan saling sikut untuk bisa melaju dan sukses dalam jenjang karirnya. Menjadi jujur saja kadang malah menjadi korban dari mereka yang biasa menjilat ke atasannya. Orang jujur (pada kenyataannya) banyak yang mentok, dan susah naik jabatan.

Sampai kapan budaya korupsi hilang. Mungkin sebagian para ahli akan menjawab jika ada seseorang yang berani membuat gebrakan dengan memangkas beberapa generasi hingga kebiasaan korupsi benar-benar hanya cerita masa lalu. Mudahkah? Ya diibaratkan seperti menegakkan benang basah.

Sebagus apapun pemimpinnya ia akan selalu mendapat perlawanan. Perlawanan itu bisa berupa menggerakkan orang lain, ataupun sekedar ya dan pura-pura taat meskipun sesungguhnya di luar mereka seperti kesetanan untuk melawan hal yang sebetulnya baik untuk good governance.

Yang bisa kemungkinan besar adalah orang-orang swasta, yang terbiasa disiplin dalam hal keuangan dan pola berpikir bersih.

Sebab sejak awal para pegawai swasta sudah diberi warning, terutama jika fatal melanggar dan ketahuan melakukan persekongkolan atau melakukan tindak korupsi. Sekali ketahuan akan kelar dan tentu saja hadiahnya  dipecat.

Negara adalah sebuah kumpulan komunitas yang kompleks. Banyak ormas, banyak organisasi, baik independen maupun terkoneksi dengan negara. Bukan perkara mudah mengubah perilaku pejabat semacam camat, bupati, gubernur, dirjen,menteri. Sebab ada keterkaitan misalnya bupati atau gubernur,  komisaris dengan partai politik. Ada semacam balas jasa atas dukungan partai dengan suksesnya pemilu. Para petualang politik atau politisi partai  akan menagih janji. Selalu ada hitungan dari politisi sehingga siapapun pemimpin yang terpilih  cukup berat jika menolak dan tidak mau mengangkat kawan politisi masuk dalam jabatan strategis.

Sementara oposisi, selalu mempunyai cara untuk mencari celah menjatuhkan kredibilitas sebuah rezim yang tengah berkuasa.

Bencana alam, pandemi atau bencana kemanusiaan akibat munculnya wabah penyakit ngeri yang meluluhlantakkan perekonomian banyak negara bisa dijadikan amunisi untuk menjatuhkan penguasa yang tertatih-tatih bangkit dari keterpurukan. Banyak negara mengalami inflasi tinggi, susah mengerem laju utang akibat banyaknya industri bertumbangan, masyarakat tiba-tiba berontak menjerit akibat harga-harga melambung tinggi, kebutuhan utama melonjak harganya dan membuat semua orang mengeluh dengan suasana negara yang penuh ketidakpastian.

Saat ini melihat komentar netizen mulai mengarah ke situasi tidak kondusif. Kepala negara banyak digugat karena tidak bisa menstabilkan harga minyak, padahal minyak CPO Indonesia dihargai tinggi di luar negeri.

Para mahasiswa masih menggunakan cara dengan memanfaatkan isu-isu media sosial sebagai amunisi untuk demonstrasi, seperti kencangnya wacana perpanjangan masa jabatan kepala negara. Mereka menuntut Presiden Jokowi bicara jelas untuk isu-isu liar, merubah konstitusi untuk merubah undang-undang dasar batas maksimal kekuasaan kepala negara.

Padahal Jokowi selalu bilang ia taat konstitusi, ia tidak akan memperpanjang masa kekuasaannya. Tetapi mahasiswa, oposisi, politisi, wartawan, pengamat sudah terlanjur emosional dan menganggap Jokowi mengamini upaya julit para politisi.

Jokowi diserang dan seperti biasa Jokowi menanggapi santai dan dingin. Meskipun berulangkali sudah menjawab wacana dengan gamblang tetap saja banyak yang tidak percaya perkataan Jokowi, seolah-olah seperti peribahasa esok dele, sore tempe, menggambarkan betapa plin-plannya pemimpin Indonesia tersebut.

Tetapi benarkah itu sifat Jokowi yang cenderung tindak konsisten. Banyak teman-teman penulis mulai gerah, banyak yang mulai mengkritik dan membuat sindiran terhadap Jokowi. Banyak pemilih yang semula menjadi pembela konsisten mulai beralih. Jokowi ternyata tidaklah sesempurna yang tergambar dalam benak mereka.

Apakah salah Jokowi. Menurut saya tidak seluruhnya salah Jokowi. Terbayang beban Jokowi saat ini sungguh berat, ia mesti mengembalikan kepercayaan masyarakat. Hantaman covid luar biasa pengaruhnya. Fokus utama adalah pemulihan dari pandemi yang panjang. Banyak sektor industri dan usaha kena imbasnya. Ekonomi cenderung menurun, meskipun tidak separah dengan banyak negara di dunia yang bahkan mulai terjerat utang melampaui kemampuan finansial negaranya.

Yang menjadi kekhawatiran pengamat apakah rentang dua tahun ini Jokowi bisa bertahan setelah diserang sana-sini, digugat mahasiswa, didemo ormas-ormas. Muncul banyak perang kata-kata di antara netizen, agresifitas kaum radikal agama mengobrak-abrik tatanan karakter dan sifat keimanan ASN dan pejabat negara.

Pelan-pelan melawan dan membuat budaya ramah, toleran dan gotong royong hanyalah cerita masa lalu. Aturan sudah dibuat namun sengaja dilanggar, apapun instruksi presiden hanyalah sekedar  dianggap angin lalu.

Bagaimana negara bisa maju jika banyak masyarakat sudah cenderung nggugu karepe dewe. Lalu muncul meme atau nostalgia masa lalu yang sengaja dihembuskan. Penak zamanku to. Demokrasi benar-benar di ambang kehancuran.

Kalau mau negara selamat Jokowi harus gerak cepat, membabat birokrasi korup, menyingkirkan mereka yang dengan cara halus mulai merubah haluan ideologi lewat pendekatan pada ASN, aparat negara. Negara dibuat pontang-panting oleh upaya dari dalam untuk merubah pola pikir. ASN yang seharusnya taat setia menjadi lebih mendengar suara- suara sumbang melalui ceramah radikal  para penceramah dan pemuka agama.

Dalam media sosial seakan-akan negara benar-benar semrawut, padahal kalau dilihat dari cerminan masyarakat kota seperti Jakarta misalnya, saat ini mobil-mobil keren masih berjubel dan membuat macet jalan biasa dan tol. Motor-motor tetap memenuhi jalan perkampungan dan gang di Jakarta dan daerah penyangga, semiskin-miskin mereka masih bisa membeli pulsa dan punya smartphone. Masih bisa membeli takjil, makanan untuk buka puasa dan hidangan untuk saur.

Berapapun kenaikan barang tetap saja masih terbeli. Siapa yang menjerit sebetulnya. Penulis pun sebenarnya menjerit melihat harga-harga naik, tapi mekanisme pasar cenderung akan memberi sebuah pengakuan, barang yang sudah naik tidak mungkin kembali ke harga normal. Dan perubahan itu ada di setiap masa. Coba pikir bandingkan harga emas dulu dan sekarang. Apakah harga emas itu kembali ke harga masa lalu. Tentu tidak khan, tetap saja banyak orang membelinya karena mau tidak mau harga-harga akan tetap naik. Masyarakat harus menyesuaikan diri untuk bisa mengikuti harga meskipun harus menggerundel.

***