Dinamisnya Jakarta begitu terasa ditengah geliat warung, resto atau tempat kongkow lainnya. Pergeseran arus informasi menjadi trend yang mendukung budaya diskusi pada tiap ruang yang memungkinkan. Kreatifitas begitu nyata saat media sosial mampu menyita sebagian besar kalangan.
Apapun topik pembicaraan seolah menjadi naik kelas ketika sudah diunggah di media sosial. Begitu pun sebaliknya,saat ada tema tertentu di media sosial , banyak pihak menjadi kepo dan ikut menyebarkannya.
Warganet atau Netizen menjadi sebuah komunitas dunia maya namun nyata yang dirasa efektif menyebarkan informasi berita. Hanya bermodal gawai yang terisi kuota internet, konon hidup jauh lebih berwarna.
Dari curhatan pribadi, "pamer" makan minum, "pamer jalan-jalan" hingga segudang aktifitas yang menyertai keseharian dengan mudah dibagikan melalui laman media sosial. Tak hanya sekedar Facebook, Twitter, blog hingga youtube mampu menjadi rumah kedua bagi kehidupan pegiat media sosial.
Plus- minus, Pro -Kontra, positif - negatif tak jarang memunculkan kasus sosial - hukum pun. Begitulah sisi lain dari maraknya aktifitas media sosial yang tak terbendung. Tak sebatas rangkaian kalimat yang bisa dibaca, melainkan juga gambar, bahkan video yang sewaktu-waktu bisa viral.
Konten kreatif media sosial tidak saja menjadi segmen marketing dalma dunia industri bisnis. Misi budaya hingga missi politik kerap muncul di pelbagai laman media sosial. Pelaku dan penikmatnya tak lain tak bukan adalah para netizen atau warganet itu sendiri.
Sadar bahwa saya menjadi bagian dari Warganet, Diskusi bertajuk doa dan Obrolan untuk pemilu 2019 yang dihelat di kawasan tebet dalam utara pun saya datangi. Ya, tema politik menjelang pemilu 2019 menjadi kanal panas yang kerap memisu selisih paham hingga perang opini. Saya orang yang sering merasakan. Bahwa setiap postingan media sosial pasti akan memunculkan tanggapan hingga komentar. Kecuali media sosial disetel untuk ruang Private..
Apalah arti media sosial tanpa respon dan komentar dari mereka yang sama-sama aktif sekedar like. up date status hingga posting aneka rupa konten kreatif. Seni bermedia sosial sejatinya banyak mengharap nilai positif yangbermunculan. Entah kenapa, trend positif mendapat persaingan yang cukup sengit dari konten negatif media sosial berisi fitnah, ujaran kebencian dan keluarga besar hoax lainnya.
Kamis 21 Maret 2019 sedari siang hingga rembang petang menjelang Pegiat media sosial yang berkomitmen untuk melawan Hoax, menolak Golput dan menjaga persatuan dan kesautuan bangsa meluangkan waktuny untuk berkumpul bersama.
Bagi saya sederhana saja. Jika ucapan netizen di media sosial adalah doa, maka obrolan Warganet tak ubahnya dengan doa besama. Sebuah komitmen tulus untuk menjaga berlangusngnya pemilu damai 2019.
Makna sederhana dan jauh dari kesan muluk-muluk. Begitupun saat 3 orang yang didaulat sebagai narasumber yakni Hafydz marshal, duduk didepan memberikan sharing dan tanggapan dari diskusi lebih tepatnya obrolan ringan dari netizen yang sebagian besar berasal dari generasi milenials.
Bukankah sejatinya Media sosial tak ubahnya lapak-lapak kopi tempat kita saling bercengkrama, bertukar ide, gagasan dan menjaga silaturahmi yang mampu menembus batas ruang dan waktu?
Sangat disayangkan jika isue negatif politik sedemikian mengusupi relung hati pegiat media sosial sehingga muncul berbagai kata-kata yangmembuat panas suasana. Hal itu kerap saya alami.
Alih-alih mengkritik kandidat Capres cawapres tertentu, tiba-tiba muncul komentar yang sangat tidka elok untuk dibaca. Padahal saya yakin, capres dan cawapres sendiri tidak akan menanggapi sampai sebegitunya Bahasa kotor yang tidak terdaftar di KBBI (kamus besar bahasa Indonesia pun tak segan untuk dikeluarkan.
Hari ini, sehari setelah doa dan obrolan warganet terselenggara, tiba-tiba media sosial diramaiakn dengan gerakan hastag berbahasa asing yang menurut saya aneh bin Nyleneh. #INAelectionObserverSOS begitu gencar dimainkan oleh sekelompok pegiat medsos. Ketika ditanya maksudnya apa? dijawab dengan kesan enteng tanpa otak bahwa itu hanya sekedar hesteg saja?
Pegiat media sosial lain pun nimbrung menanggapi dengan menyertakan sebuah penjelasan terkait arti dari tiap kata yang terdapat dalam hesteg itu kurang lebih sebagai berikut: : INA : Kode untuk menyebut Indonesia, Elektion memiliki arti pemilihan umum dalam arti pemilu 2019, Observer berarti mengamai dan SOS adalah semacam kode kondisi Bahaya.
Sungguh para pemain Hastag diatas sangat tidak bijak. Apapun hastag yang dimainkan di ranah media sosial harusnya tidak memancing perhatian dunia internasional. Apalagi terkesan mengabarkan kondisi yang tidak pada mestinya.
Disaat kami dan sebagian jejaring pegiat media sosial tengah membagun komitmen untuk menjaga pemilu damai 2019 , yang ada hastag diatas membangun sinyalemen negatif terhadap pemilu di Indonesia.
Maka tiada kata lain selain waspada terhadap pegiat medis sosial yang tidak sekedar menyebar fitnah, hoak , namun sudah memainkan sindikasi hastag yang mengancam ketenangan dan kedamaian kondisi Indonesia.
Salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews