Sudah bukan rahasia umum lagi, ketika perhelatan politik 5 tahunan menjadi ladang dimana uang "segudang" pun kerap dinilai kurang menjadi modal meraih suksesi. Sadar akan hal itu,kalangan politik harus adu kreatifitas. Prinsip ekonomi dimana modal minimalis harus mampu meraup suara maksimalis menjadi jurus paten bagi kandidat yang berkompeten.
Berbeda halnya dengan kalangan yang justru menilai banyak uang,banyak pula peluang menang. Menggandeng kalangan pengusaha sebagai pasangan pun seakan menambah bobot dan peluang kemenangan.
Belakangan ada hal menarik yang perlu dicermati dari kubu Prabowo Sandi. Setelah mengurangi kadar hoax dan gimmic politik yang membuat heboh jagad permedsosan layaknya artis yang ingin naik daun, percik-percik ketidakkompakan koalisi pengusungnya mulai muncul.
Habis PKS terbitlah Demokrat. Bukan untuk menguatkan koalisi pengusung Prabowo Sandi, melainkan justru terkesan melemahkan. Kecewanya seorang pedagang tempe yang tak dijumpai oleh Sandi, akan berbeda nilainya dengan kekecewaan SBY terhadap Prabowo.
Ya, SBY punya perhitungan matang terkait menang kalah pertarungan pilpres 2019 . Begitu pun dengan Prabowo. hanya saja sudut pandang perhitungan masing-masing pastinya berbeda. SBY yang sudah berpengalaman meraih kemenangan pada masa keemasan Demokrat. Terlihat belum tune ini dengan frekuensi suksesi ala Prabowo Sandi.
Improvisasi lapangan sudah sedemikian menegaskan, bahwa Demokrat punya kepentingan yang berbeda diluar target pilpres 2019. Para caleg Demokrat pun seolah dibiarkan untuk menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Sekiranya diperlukan, mengusung Jokowi untuk mempertahankan perolehan kursi pun seolah sah-sah saja.
Tak cukup dengan strategi yang dimiliki dedengkot Demokrat yang berhasil mengantarkannya memperoleh kursi Presiden, Prabowo terlihat mengedepankan logika logistik. Alhasil partai baru besutan mantan adik iparnya pun cukup menjadi andalan. Selain partai Gerindra sebagai motor utama.
Buaian cita-cita kembali pada kejayaan orde baru membuat Prabowo lupa bahwa Cendana apapun kondisinya sudah tidak seperti dulu. Inikah sebentuk romansa cinta dalam mihrab politik?.
Prabowo-Sandi sebagai pasangan pengantin pilpres harusnya mampu menebar cinta bukan saja kepada rakyat Indonesia yang menjadi lahan perolehan suara. Melainkan pula harus mampu menjaga cinta dari partai politik dan segenap tokoh yang mengusungnya.
Ya, mereka yang tergabung dalam BPN selaku motor pemenangan pastinya memiliki cinta terhadap Prabowo. Begitupun sebaliknya. Prabowo harus mencintai mereka sebagai sebuah tim yang akan bersama-sama meraih kuasa.
Lantas bagaimana dengan Demokrat dalam hal ini SBY?. Jika sedari awal, banyak hal yang membuat cinta Demokrat dianggap tidak sempurna terhadap Prabowo. wajar jika ditengah perjalanan, Prabowo menambatkan hatinya pada Titik Soeharto selaku pion partai berkarya yang notabene mantan istrinya. Cinta lama bersemi kembali alias CLBK? . Tentu sah-sah saja.
Masalahnya adalah ketika logika logistik menjadi prioritas, Prabowo pun seakan menjadi "cowok matre". Dan cinta Demokrat, sebut SBY seolah terhempas.
Mungkinkah logika logistik Prabowo ke Titiek, berlaku juga terhadap SBY terhadap Prabowo? Bagaimana sejatinya perputaran aliran dana kampanye tim Prabowo Sandi beserta segenap jajaran partai pengusungnya?.
Apa mungkin support dana partai berkarya terhadap Prabowo akan digunakan juga untuk mendanai motor penggerak dari Demokrat? Atau malah Demokrat berbesar hati merogoh kocek sendiri untuk suksesi Prabowo Sandi. Itu logika logistik yang liar berseliweran dalam benak saya.
Sejauh ini Demokrat dengan segenap potensi ketokohan SBY-AHY seolah wait and see terhadap konstelasi yang berjalan tiap menit tiap detik. Sementara Prabowo -Sandi melesat bak busur panah masuk ke kantong-kantong massa di beberapa daerah dengan issue "kepenak jamanku tho?".
Terlepas efektif tidaknya issue tersebut ada sisi positif yang bisa diambil dimana Prabowo terkesan memiliki konsep program pembangunan kedepan. Meskipun itu bersifat hanya copy paste dari apa yang sudah ada di bank data Cendana. Setidaknya lebih ada bobotnya dibanding ketika harus bermain dengan isue agama dan hoax yang membabi buta.
SBY tampak terpaku menatap langgap suksesi Prabowo Sandi. Tokoh Demokrat yang pernah dua kali menjabat Presiden RI masih belum bergeming untuk turut berebut suara mengkampanyekan Prabowo. Apakah SBY memang type injured Times? Atau justru hanya menjadi pemain cadangan bagi Prabowo Sandi?
Arena pertarungan menuju pilpres 2019 tentu bukanlah biduk catur dimana pion-pion kecil yang berada di depan yang diharuskan maju terlebih dahulu. baru kemudian Raja, Ratu, Patih bertahan di garis serang belakang. Membaca sikap SBY dalam langgam suksesi Prabowo seakan ada semburat cinta yang terhempas. Entah karena apa.
Jika benar logika logistik yang Prabowo miliki terhadap Titik Soeharto mampu menahan langkah SBY untuk lekas ambil bagian. Harus ada hitungan matematis yang jelas atas gambaran kemenangan bagi Prabowo. Sebab kini, Presiden dipilih langsung dengan sekian mekanisme yang jauh berbeda pada era Soeharto.
Kelompencapir sebagai bentuk pengorganisasian massa level grass root ala Soeharto, tentu belum lah cukup jika harus kembali dihidupkan untuk menandingi para pegiat medsos di era milenials. Wajar jika akhirnya SBY membiarkan cintanya kepada Prabowo terhempas dan tak jelas.
***
Sumber Foto: Kumparan.com
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews