KPK sengaja membangun kesan politik dan kekuasaan dicampurkan - yang berdampak merusak independensi presiden Jokowi dalam urusan seperti ini.
Di tengah kehebohan deklarasi koalisi baru Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, mendadak KPK ikut mengumumkan, bakal memeriksa (lagi) Cak Imin terkait kasus korupsi pengadaan sistem pengawasan TKI di tahun 2012 lalu.
Berita yang sungguh mengesalkan.
KPK terkesan kekurangan isu dan aksi, pencitraan melulu dan cari panggung. Tak beda dengan polisi yang suka ngumpet di pojokan, tahu tahu nongol saat ada pengendara yang salah belok atau melanggar lampu merah. Mengesalkan.
Sebab, sudah 11 tahun kasus Cak Imin di Kemenakertrans diusut tak jelas. Kini diramaikan lagi setelah Ketum PKB itu deklarasi jadi Cawapres. Ikut numpang ngetop.
Sesungguhnya saya mendukung sepak terjang KPK - Komisi Pembrantasan Korupsi - sejak awal pendiriannya di tahun 2004 dan senang kalau ada menteri dan pejabat tinggi kena OTT atau dibui - agar ada efek jera untuk pejabat negara yang lain. Termasuk Cak Imin - tentunya.
Masyarakat awam juga memberikan dukungan pada lembaga antirasuah ini - di awal sepak terangnya.
Namun semakin lama citranya makin merosot. Pergantian para pemimpin KPK, makin memerosotkan mutu kerja KPK. Kasus kasus besar, banyak yang kembali ke tangan polisi dan kejaksaan agung. KPK usut kasus recehan.
Puncaknya, pada pengumuman ikut acara Cak Imin di panggung pencapresan 2024 ini, memberi kesan KPK cuma mau ikut tampil di depan camera, mencuri adegan, ikut manggung, cari perhatian - bukan usaha serius untuk mengusut kasusnya.
Sebab, kasus di Kemenakertrans yang heboh dengan “kardus duren” itu seperti dipeti-eskan. Dibiarkan terendam. Kurang lebih sama dengan kasus E-Formula yang diduga melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Anies baswedan, yang juga ramai mau periksa jelang pencapresan dan kini padam.
Selama kasus “kardus duren” diusut, Cak Imin menyelesaikan tugasnya Menakertrans (2009-2014), lalu terpilih sebagai Wakil Ketua DPR RI (2018-2019) dan kini Wakil Ketua MPR RI (2019-sekarang).
Banyak alasannya merendam dan mempeti es-kan kasus itu - suka suka KPK membikin alasan saja - yang intinya pengusutan tidak jalan.
Mendadak kini KPK ikut heboh saat Cak Imin naik panggung sebagai Wapres. Ada kesan, untuk menggertak, “minta 8-6” - seperti modus penegak hukum di masa lalu? Dalam rangka meningkatkan daya tawar - terutama terkait sogokan - uang damai.
Kita lihat juga, setelah Anies Baswedan dipanggil KPK dan dimintai keterangan terkait kasus pengadaan lahan Munjul, Jakarta Timur, untuk rumah susun - kini adem ayem.
Apakah sudah ada “saling pengertian” dan “lapan anem” ?
KPK mengira kita, warga Indonesia, masih sebodoh dulu, ya ?
Dari gedung KPK, Asep Guntur selaku Pejabat Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK ini memastikan akan melakukan pemeriksaan kepada sosok yang menjabat sebagai Ketua Umum PKB itu untuk mengetahui fakta di balik kasus tersebut.
“Semua pejabat di tempus (waktu kejadian) itu dimungkinkan kami minta keterangan. Kenapa? Karena kami harus mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya jangan sampai ada secara pihak si A menuduh si B, si C menuduh si B lalu si B tidak kami mintai keterangan kan itu janggal. Jadi semua yang terlibat yang disebutkan oleh para saksi dan ditemukan di bukti-bukti kami kami akan minta keterangan,” kata Asep Guntur kepada awak media, Jumat, 1 September 2023.
Kendati begitu, Asep belum bisa bicara lebih jauh kapan pemeriksaan Cak Imin dilakukan.
Saat ini, kata dia, tim KPK sedang melakukan upaya paksa dengan menggeledah lokasi-lokasi yang diduga masih bertalian dengan terjadinya rasuah tersebut.
“Itu pun mencari bukti-bukti yang di tahun itu terkait (kasus) itu,” kata Asep, seraya mengakui, lembaga antirasuah juga tengah menunggu hasil perhitungan kerugian negara atas korupsi itu.
Sudah 11 tahun sejak meledak di tahun 2011, masih mencari bukti dan menghitung kerugian negara.
Alasannya, basi banget, ‘kan ?
Presiden Jokowi, dalam dua periode pemerintahannya (2004-2024) bersusah payah menjauh dari intervensi politik ke penegak hukum dan membebaskan intitusi hukum melakukan tugasnya, tanpa “cawe cawe” presiden. Namun aksi KPK yang sering nimbrung isu isu yang sedang panas, tokoh tokoh yang jadi berita - berdampak buruk pada nama baik Lembaga Negara, selaku wakil penguasa.
Maka, dengan mudah KPK memantik reaksi, bahwa hukum memang di bawah kendali “Pak Lurah” : sebutan di belakang panggung untuk Presiden Jokowi.
KPK sengaja membangun kesan politik dan kekuasaan dicampurkan - yang berdampak merusak independensi presiden Jokowi dalam urusan seperti ini.
Tak menyadari atau memang sengaja?
Kenapa KPK sok naif dalam hal ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews