Banyak yang jadi pengamat abal-abal, jadi analis dadakan soal politik, mengkritik semua kebijakan pemerintah.
Banyak orang kritis dengan isu politik.
Tapi dia gak mau bergabung ke partai politik. Dia hanya mengkritik dunia politik dengan perasaan.
Banyak influencer di medsos mengutuk politik setiap hari, tapi dia sendiri tidak mau ambil bagian dalam perpolitikan.
Dia berbicara dengan nalar langit, ideal, dst. Tapi dia gak mau berjuang memperbaiki keadaan yang menurut dia tidak benar.
Banyak yang jago mengkritik, seolah kalau dia nanti menjadi pejabat, semua masalah bangsa selesai. Padahal dia sendiri memilih jauh dari dunia politik.
Padahal kekuasaan hanya bisa direbut dengan paksa dengan meraih legitimasi rakyat. Bukan berangan angan tanpa kerja.
Mereka memilih jadi komentator, berbicara setinggi langit di medsos setiap hari, menikmati popularitas dan amplop undangan ceramah, undangan seminar, atau royalti jualan buku buku motivasi.
Tapi di waktu yang sama, dia tidak mau berjuang langsung merebut kekuasaan agar bisa memperbaiki keadaan. Aktivis macam apa itu?
Dia hanya teriak teriak dari luar, mencitrakan diri ideal, sempurna, heroik, dst. Padahal dia sendiri gak paham dunia politik dan gak mau terjun langsung berjuang secara keras. Logika macam apa itu?
Banyak yang jadi pengamat Abal Abal, jadi analis dadakan soal politik, mengkritik semua kebijakan pemerintah.
Tapi dia sendiri gak mau ikut berkeringat memperjuangkan nasib rakyat lewat jalur jalur resmi politik. Padahal keahlian lain dia juga gak punya yang bisa dia sumbangan untuk perbaikan dunia politik. Pola pikir macam apa begitu?
Tengku Zulkifli Usman, Pengamat Politik, Pengurus Nasional Partai Gelora Indonesia.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews