Papua tak diragukan lagi keabsahannya sebagai bagian dari Indonesia. Namun sayang sekali ada pihak yang ngotot untuk memerdekakan Papua. Entah apa yang ada di pikiran mereka, mengapa selalu ingin berpisah? Padahal Papua sudah resmi menjadi bagian dari NKRI, sejak tahun 1969.
Provinsi Papua dan Papua Barat sering digoda oleh kelompok separatis yang mengesalkan. Mereka membuat aksi teror, baik ke warga sipil maupun aparat, dengan tujuan untuk mendapat dukungan dalam memerdekakan Papua. Menurut mereka, pemerintah saat ini tidak sah, dan lebih baik membentuk Negara Federal Papua Barat.
Padahal OPM salah saat menggugat kemerdekaan Papua. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, Papua sudah fix bagian dari Indonesia. Hubungan Papua dengan Indonesia sudah final, karena Papua adalah bagian dari NKRI. Dalam artian, tidak ada lagi yang bisa menggugat kemerdekaan Papua, karena sudah terintegrasi sejak puluhan tahun lalu.
Pernyataan Mahfud ini menegaskan posisi Papua sebagai provinsi di Indonesia. Memang Provinsi Irian Jaya (sekarang jadi Provinsi Papua dan Papua Barat) baru bergabung jadi wilayah NKRI setelah Pepera, tahun 1969. Namun statusnya sah, karena bekas jajahan Belanda otomatis jadi wilayah Indonesia, menurut hukum internasional.
Mahfud juga menjelaskan bahwa otonomi khusus di Papua pada tahun 2021 bukan diperpanjang. Karena program ini tak pernah dihentikan sejak tahun 2001. Yang diperpanjang adalah dana otsus, bukan programnya.
Ketika ada otonomi khusus maka akan menguntungkan warga Papua. Karena ada aturan bahwa gubernur, wakil gubernur, walikota, dan wakilnya, harus OAP (orang asli Papua).
Sehingga mereka bisa membangun daerahnya sendiri dan diberi kepercayaan oleh pemerintah pusat.
Jika ada aturan seperti ini, masihkah merasa Papua dijajah oleh Indonesia? Di Bumi Cendrawasih, masyarakatnya sudah diberi dana otsus, juga pemberian kekuasaan untuk mengatur daerahnya sendiri.
Jika sudah banyak yang diberi, mengapa OPM masih bergejolak dan ngotot untuk merdeka? Seharusnya mereka lebih mementingkan logika, bukan emosi.
Begitu pula ketika ada yang memplokamirkan kemerdekaan Papua seperti Benny Wenda, maka ia yang sebenarnya sedang melanggar hukum internasional.
Tidak ada tuduhan pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan oleh Benny cs. Karena rakyat Papua merasa nyaman-nyaman saja menjadi warga negara Indonesia.
Tuduhan pelanggaran HAM di Papua hanya hoax yang sengaja disebar demi meraih simpati dari dunia internasional.
Jika ada anggota OPM yang tertangkap lalu dibui, atau kena tembakan, maka itu hal yang wajar. Karena ia berani melawan penegak hukum. OPM dan KKB yang rata-rata menyerang duluan, dan ketika dilawan, maka tindakan aparat sudah benar.
Bagaimana bisa ketika ada anggota OPM atau KKB yang kena pelor lalu dituduh menjadi korban hak asasi manusia? Sedangkan faktanya, ia memiliki senjata tajam dan berniat ingin menyerang aparat, karena menganggap mereka sebagai penjajah di Papua. Aparat hanya melaksanakan tugasnya, demi menjunjung tinggi kedaulatan NKRI.
Papua sudah fix jadi bagian NKRI. Tidak ada yang mampu memisahkan keduanya, karena sudah sesuai dengan hukum internasional dan hukum nasional. OPM dan KKB hanya berulah dan mencari sensasi.
Jika benar mereka ingin menjadi pemimpin Papua, apakah memiliki kapabilitas? Harus dilihat dari segi pendidikan, pengalaman, dan kemampuan, bukan sekadar nafsu ingin berkuasa dan memisahkan Papua dari Indonesia.
Jangan ada lagi yang menyebut tentang kemerdekaan Papua. Karena faktanya masyarakat di Bumi Cendrawasih bahagia menjadi bagian dari Indonesia. Mereka tidak mau memisahkan diri dari NKRI karena memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Juga membenci OPM karena sring bertindak melampaui batas, demi memenuhi ambisi memerdekakan Papua.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews