"Wolo Wolo Kuato"

Pemerintah pusat sekarang ini benar benar ketar ketir karena ekonomi Indonesia di kuartal pertama anjlok sampai. 2,97 persen atau yang terburuk sejak 2001.

Selasa, 12 Mei 2020 | 06:42 WIB
0
240
"Wolo Wolo Kuato"
Ilustrasi anggaran Corona (Foto: serayunews.com)

Saya duga terjadi debat sengit di Istana soal mudik. Persoalannya, kocek negara sudah hampir terkuras habis. Hutang 1.000 trilyun sudah dipergunakan setengahnya. Itu keuangan negara.

Belum lagi keuangan daerah. Entah bagaimana, Jakarta didakwa kehabisan uang yang keras dugaan karena banyak malingnya akibat kepemimpinan Anies yang tidak tegas.

Bisa jadi kocek Pemda lain juga habis terkuras untuk menahan wabah. Tinggal masalah waktu saja.

Ini yang saya duga, Istana gaduh pada bagaimana pendulum kebijakan Covid 19 bisa berada ditengah. Antara kesehatan dan perekonomian.

Disini debat sengitnya.

Covid 19 belum ketauan kapan akan berakhir. Yang cuma bisa dilakukan adalah menaikkan angka infeksi lewat test massal agar rasio kejangkitan terhadap kematian atau Case Fertility Rate (CFR) turun.

Sekarang baru 7,22 persen. Harus turun 5 atau 4 persen. Jadi kejangkitan boleh naik lewat test massif tapi angka kematian rendah atau kalaupun naik percepatannya melambat.

Jadi jualan persepsi sebenarnya.

Bahwa Indonesia bisa mengontrol wabah dengan kematian minim meski angka infeksi naik. Sambil melakukan kondisionalitas bahwa masyarakat harus hidup dengan Covid 19 sampai anti viirus ditemukan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Pak Jokowi hari Kamis ( 7/5).

Artinya apa?

Pelonggaran secara bertahap PSBB atau apapun namanya.

Mulai 7 Mei 2020.

Caranya?

Mendiamkan inkonsistensi dan pelanggaran.

Kok begitu?

Lihat kenyataannya.

1. Di Jabar ojol boleh bawa penumpang.
2. Tidak bisa melarang sholat Jamaah di Masjid.
3. Bali dan Jateng kongkalikong bolehkan mudik orang yang kena PHK.
4. Surat edaran soal mudik sengaja disisakan pasal karet bahwa yang diperbolehkan mudik adalah yang punya kepentingan mendesak.

Saya ingin bahas nomor 4 ini agak rinci.

Pasal ini bisa digunakan untuk mudik bagi yang kena PHK dan kehilangan penghasilan. Tapi semuanya harus dengan persetujuan ketua gugus tugas Covid 19.

Siapa ketuanya?

Di pusat dipegang oleh ketua BNPB dan di daerah adalah....

Gubernurnya.

Yang bisa melakukan bypass kebijakan ketua pusat gugus Covid 19.

Mereka tidak takut dengan pangkat jenderal sekali pun.

Jadi gubernur bisa memberangkatkan mereka yang sehat tapi terdampak hebat perekonomiannya untuk mudik.

Itu yang dilakukan Gubernur Bali dan Jateng.

Atau melakukan aneka diskresi kepala daerah yang sebenarnya bertentangan dengan kaidah PSBB.

Pemerintah pusat, termasuk Gugus Tugas Covid 19 tingkat nasional membiarkan ini terjadi. Toh resikonya bakal ditanggung sang gubernur.

Tujuannya apa?

Menyelamatkan perekonomian sambil bilang bahwa angka kejangkitan tidak menimbulkan kematian dalam jumlah besar.

Pemerintah pusat akan memamerkan angka CFR yang rendah.Seraya menjabarkan bahwa kerusakan ekonomi jauh lebih besar dari wabah itu sendiri.

Pemerintah pusat sekarang ini benar benar ketar ketir karena ekonomi Indonesia di kuartal pertama anjlok sampai. 2,97 persen atau yang terburuk sejak 2001.

Kocek terkuras pendapatan tidak ada.

Pemerintah juga melihat menurunnya daya beli yang berakibat deflasi. Pemerintah sejauh ini keluarkan biaya milyaran untuk beli ayam dan telor agar harganya tidak jatuh. Tapi itu tidak bisa terus-terusan.

Mesti ada uang yang bergerak. Untuk itu perlu aktivitas ekonomi. Toko-toko buka dan orang dapat penghasilan lagi hingga tidak ragu mengeluarkan uang.

Sebab saat ini, masyarakat yang diminta kerja di rumah sudah mulai berhemat hingga tidak belanja banyak. Akibatnya pasar, supermarket, gerai makanan kehilangan pelanggan. Sayur dan buah membusuk. Order makanan online makin menurun. Dan masyarakat akan lebih berhemat lagi jika PSBB terus diperpanjang.

Ini sangat berbahaya karena mesin ekonomi bisa mandek.

Gejolak sosial juga tidak akan bisa dielakkan. Orang nekad turun ke jalan untuk jualan. Atau rame rame mudik dengan resiko apapun.

Termasuk nekad bentrok dengan petugas keamanan.

Sekali peluru lepas mengenai kepala orang.

Dor....

Habislah kita..

Skenario itu yang menurut saya ingin di elakkan pemerintah.

Sebagai orang Jawa, pak Jokowi berprinsip kejawen yakni menjaga keseimbangan kosmo kekuasaan dan kekuatan yang bergerak di Istana. Memilih yang berbaik diantara pilihan yang semuanya buruk. Termasuk soal kisruh transportasi.

Sambil mungkin beliau merapal mantra Jawa Kuno khas Solo yang biasa dilantunkan lirih manakala terjadi pagebluk agar malapetaka ini segera berlalu.

Kaki Grigit Nini Grigit
Ojo Mangan Balung Kulit
Mangano
Padas Watu Alas Panggonanmu
Wolo wolo kuato
Tombo teko loro lungo.

***