Kebijakan ini secara politik sangat mudah ditunggangi oleh kelompok, yang memang menginginkan situasi 'Chaos', itu kalau semua tidak mewaspadai. Itu jangan sampai terjadi di Indonesia.
Dalam situasi yang serba darurat, mekanisme kerja dan birokarasi pun harusnya lebih lentur, namun tetap dalam koridor konstitusi. Setiap instruksi Presiden direspon dengan prepentif, dan dilaksnakan secara efektif.
Tidak berjalannya intruksi Presiden, akan berakibat pada patal bagi pemerintah dan masyarakat. Kenapa masing-masing daerah sudah tidak satu komando dengan pemerintah pusat? Apa yang salah dengan kordinasi?
Para menteri pun harus bekerja dengan penuh inisiatif, tidak cuma menunggu instruksi. Pada akhirnya, Visi dan Misi Presiden menjadi bumerang bagi Presiden sendiri, karena tidak dimaknai secara benar oleh para menteri.
Kalau saja dalam situasi yang sangat darurat seperti sekarang ini, para menteri efektif dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pada kementerian masing-masing, pastinya apa yang dikerjakan pemerintah saat ini akan berjalan dengan cepat dan tepat.
Pemerintah yang pada awalnya memang belum terpikirkan, untuk memberlakukan lockdown, namun harusnya sudah diantisipasi kalau tindakan itu perlu dilakukan, jika situasinya memang mendesak harus dilakukan.
Artinya opsi untuk melakukan lockdown pun sudah sudah disiapkan jauh-jauh hari. Bayangkan ditengah situasi yang sudah mendesak, pemerintah baru menyiapkan Peraturan pemerintah (PP), dan itu butuh waktu untuk menyiapkannya.
Sekarang ada masalah yang mendesak lainnya, dengan diberlakukan physical distancing, banyak masyarakat yang sudah dirumahkan, sementara diantaranya banyak buruh harian, yang mengandalkan hidup dari honor yang dibayar harian.
Dengan adanya kebijakan di rumah saja, maka mereka kehilangan penghasilan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Konon kabarnya pemerintah menyiapkan bantuan langsung tunai, bagi para pekerja harian. Pertanyaannya adalah:
- Apa kriterianya penerima BLT ini?
- Seperti apa pola distribusinya?
- Siapa yang mengawasi penyaluran BLT ini?
- Dibutuhkan waktu berapa lama bantuan tersebut sampai kepada yang berhak?
Sampai hari ini masih banyak pekerja harian yang masih teriak, dan tidak tahu kalau pemerintah menyalurkan BLT bagi pekerja harian. Apakah perlu Presiden mengawasi penyaluran BLT tersebut? Sementara ada menteri yang berkompeten untuk mengawasinya.
Bukankah seharusnya apa yang disampaikan Presiden itu sudah harus berjalan? Karena mereka yang bekerja dirumah sudah harus tetap terpenuhi kebutuhannya. Physical distancing itu efektif kalau hajat hidup mereka terpenuhi.
Begitu juga pemberlakuan karantina wilayah, seperti apa pemerintah bisa memenuhi kewajiban dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini sangat rentan untuk dihambat, dan akibatnya akan patal bagi kondisi sosial masyarakat.
Para menteri tidak bisa cuma duduk-duduk manis dalam menyikapi keadaan, harus memiliki peranan dan inisiatif, agar tidak terkesan Presiden hanya bekerja sendiri. Banyak yang bisa dikerjakan menteri, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing kementerian.
Kita cuma melihat, menteri yang bekerja cuma yang itu-itu saja, sementara yang lain kita tidak pernah tahu sedang mengerjakan apa. Kondisi sosial masyarakat yang terdampak kebijakan physical distancing, sangat membutuhkan perhatian, apalagi kalau kebijakan lockdown diberlakukan.
Kita harus belajar dari India dan Mexico, yang pemerintahnya belum siap memberlakukan kebijakan lockdown, yang akibatnya terjadi kericuhan di masyarakat. Karena subsidi terhadap masyarakat yang terdampak kebijakan tidak terpenuhi.
Kebijakan ini secara politik sangat mudah ditunggangi oleh kelompok, yang memang menginginkan situasi 'Chaos', itu kalau semua tidak mewaspadai. Itu jangan sampai terjadi di Indonesia.
Lihatlah inisiatif Ahok yang cuma Komisaris Pertamina, yang memberikan fasilitas Rumah Sakit Pertamina untuk digunakan sebagai Rumah Sakit khusus bagi korban covid-19. Itu sebuah sumbangsih yang luar biasa bagi pemerintah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews