Protes Situs Langgar Sorat dan Jimat, Bukti Lemahnya Akses BPWS

Apa yang dicita-citakan Pak Noer ini bisa terwujud jika BPWS bekerja profesional. Kendala utama BPWS selama ini tampaknya karena lemahnya akses BPWS di masyarakat Madura.

Sabtu, 7 Desember 2019 | 11:48 WIB
0
543
Protes Situs Langgar Sorat dan Jimat, Bukti Lemahnya Akses BPWS
Presiden Joko Widodo dan Harun Al Rasyid saat di Jembatan Suramadu. (Foto: Istimewa).

Kawasan Kaki Jembatan Surabaya Madura (KKSJM) di sisi Madura belakangan ini menjadi sorotan. Pasalnya, sempat terjadi protes atas rencana pembebasan lahan yang di dalamnya itu terdapat Situs Langgar Sorat dan Jimat.

Cagar Budaya yang dikenal dengan sebutan Langghâr Sèjimat yang berdiri sejak 1750-an itu sesuai rencana Badan Pengelola Wilayah Suramadu (BPWS) akan dibebaskan. Karena itulah rencana BPWS ini sempat diprotes warga.

Berdasarkan pitutur para sesepuh di Tambhâk Agung dan Sekarbungoh, dahulu tempat ini dijadikan tempat bermusyawarahnya utusan dari Ampel Denta, Ratoh Bangkalan semasa RA Setjoadiningrat Tjakraadingrat V Panembahan Sidhomukti 1745 – 1770.

Di Tambhâk Agung yang bertempat di mushola/masjid ini adalah tempat bermusyawarahnya para utusan yang mulia ini, sehingga masyarakat di sekitarnya memberikan nama Langghâr Sèjimat yang berdiri sejak 1750-an.

Sehingga ketika Mantan Gubernur Jatim R. Moehammad Noer membahas titik nol Jembatan Suramadu digeserlah ke sebelah Timur Langghâr Sèjimat. Bahkan, Pak Noer sudah membuat MoU dengan Tim Perencanaan saat itu supaya jangan dibongkar.

“Pak Noer saking begitu pedulinya terhadap Obyek Vitalitas Benda Cagar Budaya. Hal itu terjadi pada 1993-an ketika saya mendampingi beliau,” ungkap Ketua Forum Komunikasi Cendekiawan Madura (FKCM) Harun Al Rasyid.

Makanya dalam hal terdapat kalimat Labâng yang dalam masa sekarang ini menjadi Pintunya Musyawarah untuk masuk Madura harus melalui hasil kesepakatan musyawarah di Langghâr Sèjimat tersebut.

Di wilayah Dusun Sekarbungoh Desa Sukolilo Barat ini, seperti dalam catatan Manuskript di Ponpes Sirojul Mubtadiin Pasèrèan Sukolilo Tèmor, tertulis di zaman era Kiai Abdul Adzim ada 3 lokasi tanah Dzurriyah-nya: Tambhâk Agung, Lokasi sebelah Barat Tol Suramadu, dan Lokasi sebelah Timurnya Tol Suramadu.

Setelah Harun Al Rasyid “turun tangan”, polemik Langghâr Sèjimat di KKJSM yang semula tampak memanas, akhirnya reda dan clear.

Pada saat itu, M. Nur, mantan Gubenur Jatim dan juga tokoh masyarakat Madura, peduli sekali dengan Langgar tersebut sebagai tempat penyebaran agama Islam. Dulu design jembatan ini sempat di belokkan 5 derajat, karena menembus langgar.

“Saya 30 tahun bersama masyarakat, saya akan bicara dengan Gubenur Jatim Ibu Khofifah dan Presiden Jokowi,” kata Harun Al Rasyid mengkritisi lemahnya kinerja BPWS selama ini yang tidak tampak hasil kerjanya.

Menurutnya, BPWS selama ini kurang berkomunikasi dengan tokoh di Madura. Akibatnya terjadi gejolak di masyarakat terkait pembebasan. Ini bukti lemahnya leadership di BPWS. “Kita akan bicara dengan BPWS dan akan membuat MoU,” tegasnya.

“Pada era Presiden BJ Habibie dan Pak Noer masih menghormati situs ini. Sehingga, siteplan dibelokkan 5 derajat. Masa’ BPWS atasi seperti ini saja tidak bisa,” ungkap Harun Al Rasyid.

Situs Langghâr Sèjimat tidak jadi dibebaskan atas kesepakatan tokoh Polemik Langgar Jimat dan Langgar Sorat di pisisir KKJSM barat dan timur Dusun Sekarbungoh sudah clear.

Protes atas rencana dibebaskannya Situs Langghâr Sèjimat itu dipicu karena miskomunikasi antara warga dengan Kepala Desa Sukolilo Barat Radjeman. Nantinya ada kesepakatan antara ahli waris dengan BPWS terkait pembebasan dan ganti untung.

“Sementara ini, sisi timur dulu yang diukur, setelah selesai kemudian sisi barat,” tutur Kades Radjeman, seperti dilansir Beritalima.com. Lora Khoir, seorang tokoh masyarakat, pihaknya menyilakan ahli warisnya menjual tanahnya.

“Tapi situs itu jangan diubah atau dipindah demi masa depan bersama. Uangnya musholla itu mau diwakafkan ke siapa,” tanya Lora Khoir, seperti dikutip  Beritalima.com, Jum’at  (26/11/ 2019).

Jika mengacu pada rencana semula, Jembatan Suramadu seharusnya nyambung sampai pantai utara Bangkalan untuk infrastuktur Pelabuhan dan Bandara Antar Benua. BPWS dibentuk itu sebagai suatu upaya untuk mempercepat pengembangan wilayah Suramadu.

Wilayah Suramadu tersebut meliputi Kota Surabaya dan 4 kabupaten di Madura: Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.

BPWS dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 27 Tahun 2008 tentang BPWS yang terakhir disempurnakan dengan Perpres Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 27 Tahun 2008 tentang BPWS.

Dengan adanya percepatan pengembangan wilayah Suramadu diharapkan ketidakseimbangan antara wilayah Surabaya dengan Madura dapat diatasi dan pengembangan potensi unggulan Madura bisa dikembangankan secara optimal.

Sehingga pertumbuhjan ekonomi di Madura bisa tumbuh berkembang lebih cepat. Percepatan pengembangan wilayah Suramadu bisa diwujudkan melalui pengembangan klaster yang telah berkembang maupun prospektif berkembang melalui perkembangan sektor-sektor strategis.

Perkembangan sektor strategis melalui keterkaitan ke depan dan ke belakang bisa mendorong pertumbuhan produksi secara keseluruhan, bisa diwujudkan melalui sinergitas pengembangan infrastruktur dan SDM dengan pengembangan kawasan serta memperhatikan sosbudnya.

Madura adalah nama sebuah pulau yang terletak di sebelah timur Jatim yang dipisahkan dari Jawa oleh Selat Madura. Secara administratif, Madura termasuk bagian dari Jatim. Walaupun secara geografis sangat berdekatan dengan Jawa, tapi nasib Madura kurang beruntung.

Karena secara ekonomi, pulau ini tertingal sangat jauh dibadingkan dengan pulau Jawa yang dipisahkan sebuah selat kecil yang jaraknya hanya sekitar 5 km saja. Kondisi alam Madura termasuk minus, sehingga menjadikan revolusi hijau dan revolusi biru yang terjadi di Jawa tak ada di Madura.

Melalui Keppres Nomor 55 Tahun 1990, 14 Desember 1990, Pemerintah telah memutuskan membangun Jembatan Suramadu dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian Madura pada khususnya dan Jatim pada umumnya dengan cara memperlancar arus transportasi.

Dengan ditetapkannya Keppres itu bisa diatasi salah satu kendala kegiatan, yaitu aksebilitas dan sekaligus bisa merealisasikan posisi geografis Madura yang berdekatan dengan Surabaya yang merupakan salah satu potensi Madura untuk mengembangkan perekonomiannya.

Menurut Keppres tersebut, supaya diperoleh nilai ekonomis, maka pembangunan jembatan Suramadu sekaligus dimaksudkan sebagai sarana untuk memacu perluasan kawasan industri dan perumahan di Surabaya dan Madura.

Pembangunan ketiga proyek itu diharapkan bisa mendorong kegiatan sosek di Madura yang sampai sekarang ini masih dirasakan belum banyak tersentuh oleh dinamika pembangunan, selain akan menampung perkembangan sosial ekonomi di Surabaya yang semakin padat.

Ide pembangunan Jembatan Suramadu telah dilontarkan pada 1950 saat Mohammad Noer masih menjabat Patih di Bangkalan, tetapi ide itu belum bisa direalisasikan karena terbentur masalah dana.

Namun dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 55 Tahun 1990, ide Pak Noer yang sempat tersimpan selama 40 tahun lamanya segera terealisasi.

Yang istimewa dengan Keppres tersebut, selain Pak Noer sebagai anggota Tim Pengarah yang diketuai Menristek/Ketua BPPT BJ Habibie, juga mengangkat Pak Noer sebagai koordinator proyek.

Kemudian dengan Keputusan Menristek/Ketua BPPT Nomor 283/M/BPPT/VI/1991 PT Dhipa Madura Perdana (DMP) ditetapkan sebagai pelaksana proyek pembangunan jembatan Suramadu dan pengembangan kasawan industri dan kawasan perumahan.

Sebagai pelaksana proyek, PT DMP yang didirikan Pak Noer pada 3 Mei 1989 bersama William Soerjadjaja dan Edward Soerjadjaja (Summa Group) menyarankan kepada Pemda Bangkalan untuk segera menyiapkan tata ruang Bangkalan.

Kawasan industri yang akan dibangun di Madura dibagi menjadi dua tahap. Tahap Pertama, meliputi 15 ribu ha di bagian selatan Bangkalan di sekitar ujung jembatan sisi Madura, untuk clean industry, yaitu industri elektronik yang non polutif.

Tahap Kedua, di bagian utara Bangkalan seluas 8 ribu ha untuk heavy industry, di sini juga akan dibangun pelabuhan samudera dan bandara internasional. Apa yang dicita-citakan Pak Noer ini bisa terwujud jika BPWS bekerja profesional.

Kendala utama BPWS selama ini tampaknya karena lemahnya akses BPWS di masyarakat Madura.

***