Meski HTI sudah resmi dilarang keberadaannya di Indonesia. Namun ideologi mereka masih tetap ada, hal ini dibuktikan dengan hadirnya Eks Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto dalam Ijtima Ulama IV di Sentul Bogor.
Pada saat acara dimulai, agenda pertama adalah mendengar ceramah Habib Rizieq Shihab (HRS) melalui rekaman suara yang ditayangkan secara langsung di akun Youtube FrontTV di Arab Saudi.
Dalam sambutannya itu, Habib Rizieq mengatakan bahwa kemenangan umat Islam telah dirampas di Pilpres 2019. Oleh sebab itu ia meminta para pengikutnya tidak putus asa dan terus berjuang memenangkan pertarungan.
Kehadiran mantan tokoh HTI tersebut tentu menguatkan asumsi bahwa Ormas FPI sebagai salah satu ormas yang ada dalam ijtima ulama tersebut turut serta dalam mendukung khilafah seperti halnya HTI.
Ketua PA 212 Slamet Maarif mengatakan, Ismail sengaja diundang karena pertimbangan rekam jejak pemikirannya.
Jika memang demikian, Ijtima Ulama IV tersebut tentu menjadi ancaman bagi demokrasi, apalagi jika mereka berupaya berkonsultasi dengan eks juru bicara HTI.
Dalam pertemuan tersebut FPI dan PA 212 telah sepakat untuk menerapkan sistem syariah dan penegakan khilafah, dimana penegakan khilafah adalah kewajiban agama Islam.
Pertemuan tersebut dikabarkan juga membahas perihal hasil Pilpres, jika memang benar demikian, tentu Ijtima Ulama 4 tidak memiliki sikap legowo untuk hidup di negara demokrasi, padahal sudah jelas segala sengketa telah dibahas bahkan sampai ke ranah mahkamah konstitusi.
Kita semua tentu tahu bahwa PA 212 merupakan salah satu kelompok Islam yang aktif mendukung Prabowo – Sandiaga pada saat Pilpres 2019. Selama Pilpres 2019 pun mereka kerap menjadi aktor dalam drama – drama politik yang selalu mengusik perhatian publik.
Ijtima Ulama yang digelar bertujuan untuk menentukan berbagai sikap politiknya saat Pilpres 2019. Hingga kini, sudah 4 kali mereka menggelar Ijtima Ulama.
Namun dari kesemua Ijtima Ulama tersebut, tidak ada sedikitpun keputusan ijtima yang menyangkut kerohanian, keislaman atau keulamaan, sesuatu yang semestinya dibahas dan diputuskan oleh para ulama dalam sebuah pelaksanaan Ijtima.
Meski acara tersebut mengundang ulama yang tidak sedikit, pembahasan dalam acara tersebut cenderung berbau hal duniawi dan politis. Terkait siapa yang akan didukung dan strategi mereka dalam mengalahkan lawan poltiknya, bukan lantas berupaya agar Indonesia menjadi damai dalam perbedaan yang ada.
Jika kita menengok pada Ijtima Ulama 1, saat itu mereka telah merekomendasikan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Namun rekomendasi tersebut seakan mentah hingga akhirnya Sandiaga Uno lah yang mendampingi Ketua Umum partai Gerindra tersebut.
Meski ada sedikit kekecewaan, namun dukungan dari ulama PA 212, FPI dan GNPF tidak pernah kendor, bahkan ketika Prabowo menyerukan untuk tidak datang ke MK, mereka tetap berjuang, dan “berjihad” untuk datang ke MK.
Namun apa yang terjadi, Prabowo tetap kalah, dan sudah mengakui kemenangan bagi Jokowi, kedua rival politik itupun sudah berdamai, berpelukan dan makan bersama. Namun Ulama yang bernaung pada Ijtima Ulama tetap saja menunjukkan ketidaksukaannya, hingga menganggap Prabowo pengkhianat. Sungguh aneh upaya untuk damai malah dimusuhi.
Baca Juga: Bernuansa Politis, Ijtima Ulama 4 Tidak Perlu Digubris
Pada Ijtima Ulama yang ke tiga, pembahasan juga tidak seputar kerohanian, namun lagi – lagi politik masih menjadi perbincangan yang terus digoreng dalam forum tersebut. Mereka telah berasumsi bahwa Pilpres 2019 telah berlangsung curang secara Terstruktur, Sistematis dan Masif TSM. Sehingga mereka menuntut kepada MK untuk mendiskualifikasi paslon Jokowi – Ma’ruf Amin.
Karena bagaimanapun Indonesia berdiri diatas keberagaman, suku dan Agama. Pancasila sudah final dan tidak dapat diganggu gugat, semboyan Bhineka Tunggal Ika sudah semestinya dihayati oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Dengan adanya pandangan hidup tersebut, sudah sepatutnya kita mempertanyakan maksud ijtima ulama tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews