Gaya Kepemimpinan Anies Baswedan Memang Beda, Itulah Risiko yang Harus Diterima?

Jangan karena hanya ingin berbeda dengan pendahulunya, lantas apa-apa yang baik untuk rakyat harus terus diabaikan, dengan memilih jalan yang berbeda.

Selasa, 28 Januari 2020 | 01:57 WIB
0
715
Gaya Kepemimpinan Anies Baswedan Memang Beda, Itulah Risiko yang Harus Diterima?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan/Lokadata.id

Menjadi seorang pemimpin bukanlah hal yang mudah. Apalagi masyarakat yang dipimpin begitu beragam. Itulah risiko yang harus dihadapi siapa pun yang ingin menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta. 

Terlebih lagi ketika seorang pemipin itu dipilih langsung oleh rakyatnya. Di sinilah perbedaan itu bisa menjadi penghambat di kemudian hari. 

 Dengan kata lain, siapa pun yang terpilih sudah seharusnya bisa memuaskan semua masyarakat, termasuk yang tidak memilihnya.  Karena kalau tidak, ada saja alasan yang dibuat-buat,  bahwa masyarakat kota ini telah salah memilih orang.

Itulah mungkin sedikit gambaran apa yang di alami Kota Jakarta? 

Terpilihnya Anies Baswedan (dan Sandiaga Uno) tentu saja begitu diharapkan oleh para pendukungnya.  Terpilihnya Anies, juga membuat pedukung Basuki Tjahaja Purnama (alias Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat begitu tersakiti. Bukan karena Ahok-Djarot semata-mata dikalahkan dalam pertarungan Pilkada dua putaran itu. Akan tetapi,  drama-drama bernuansa politik yang dilabeli "agama" yang mengiringi kontestasi Pilkada itu, setidaknya ikut membuat Pilkada DKI 2017 dinilai terburuk sepanjang masa.

Setelah lebih dari dua tahun berkuasa, kita semua bisa melihat apa yang terjadi.  Adalah hal yang wajar apabila mereka yang tidak mendukung Anies akan lebih mudah mengamati sepak terjang Anies memimpin Jakarta.  Sedangkan bagi pendukung Anies, apa pun yang dilakukan Anies akan selalu tampak indah dan harum mewangi. Itulah pandangan yang semestinya bisa dihindari. 

Bagaimana pun kritik harus tetap dilakukan kepada siapa pun yang memimpin, karena Jakarta tidak hanya ditinggali oleh orang-orang yang mendukungnya saat Pilkada, tetapi juga mereka yang tidak memilihnya.

 Gaya kepemimpinan Anies Baswedan tentu saja tak bisa disamakan dengan gaya kepemipinan para pendahulunya. Mereka yang tidak memilihnya tidak bisa berbuat apa-apa, karena itu karakter Anies yang sudah dibawa sejak dirinya dilahirkan. 

Meskipun begitu Jakarta sudah semakin terbuka, sehingga apa pun yang dilakukan pemimpinnya akan degan mudahnya diketahui masyarakat. Berbeda dengan masa-masa lalu.

Adanya sorotan publik terhadap penyusunan anggaran Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2020, terkait ditemukan banyak kejanggalan,itulah buah keterbukaan informasi yang telah dirintis Pemipin Jakarta sebelumnya, Jokowi-Ahok.

Bagaimana masyarakat tidak dibuat kaget dengan munculnya lima anggaran fantastis, yakni anggaran influencer Rp 5 miliar, pembangunan jalur sepeda Rp 73,3 miliar, pembelian lem Aibon Rp 82,8 miliar, pembelian bolpoin Rp 124 miliar, dan pembelian komputer Rp 121 miliar. 

Kalau mau jujur, data-data di atas itu begitu menyedihkan. Entahlah, apakah rasa itu juga dimiliki para pemilih Anies ?

Yang lebih menjengkelkan lagi, Anies berkilah  dan mengatakan, meskipun saat ini Pemprov DKI menggunakan sistem digital, pengecekannya tetap manual. 

Akibatnya, tingkat lolosnya anggaran yang janggal pun terbilang tinggi. Sistem itu, menurut dia, seharusnya bisa dilakukan dengan smart system. 

  Apa kata Ahok? Ahok justru menyebut Anies terlalu pintar. "Aku sudah lupa definisi smart seperti apa karena Pak Anies terlalu oversmart," ujar Ahok saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/10/2019). 

Belum lagi soal penanganan banjir di Jakarta. Anies masih saja berkutat dengan istilah Naturalisasi, dimana air yang jatuh dari langit harus diserap kedalam dalam bumi. 

Inilah yang membuat Normalisasi yang selama ini dijalankan, harus terhenti sejak Anies menjadi Guberur DKI Jakarta.  Akibatnya, apa yang dijanjikan Anies bahwa Naturalisasi akan akan mencegah banjir, sama sekali tidak terbukti. Justru Jakarta dilanda  banjir saat memasuki tahun 2020. 

Begini kata Anies ketika itu, seperti dikutip Kompas.com.

 " Naturalisasi kita jalankan. Bahkan 2019, nanti kita sudah lihat jadi hasilnya (naturalisasi) akhir tahun ini insya Allah sudah selesai," kata Anies di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019).
 

Ya itulah gaya kepemimpinan Anies Baswedan. Kita tak bisa menyamakan dengan siapapun, termasuk para pendahulunya saat memimpin Jakarta.  Oleh karena itu, jika mau disebut dewasa, pilihlah pemimpin yang tidak hanya memiliki popularitas, melainkan juga memiliki kemampuan memimpin.

Pemimpin yang mau menerima segala masukan dan kritik. Kalau itu semua baik untuk rakyat, buat apa kita harus menolaknya. Jangan karena hanya ingin berbeda dengan pendahulunya, lantas apa-apa yang baik untuk rakyat harus terus diabaikan, dengan memilih jalan yang berbeda. 

Bukankah kalau yang namanya 'telur' meskipun itu keluar dari pantat ayam, karena telur itu baik, ya baiknya diambil saja! Jangan ambil yang selain telur.

Terima kasih!

Keterangan: sebelumnya pernah dimuat di Kompasiana.

***