Debat Capres 2109 tahap pertama membuka layar lebar tentang Prabowo/Sandi yang selama masa kampanye seringkali membuat pernyataan kontroversial yang mengarah kepada kebohongan kepada publik sehingga mereka berdua dianugerahi "Kebohongan Award". Debat Capres itu menjadi sebuah panggung tontonan bagi publik untuk menilai layak atau tidaknya Prabowo/Sandi sebagai calon pemimpin negara.
Rakyat ingin melihat mereka, bukan semata tampang elok mereka. Bukan pakaian yang dikenakan. Bukan cara hebat mereka bicara. Tapi sikap dan komitmen mereka berdua terhadap berbagai persoalan nyata dalam kehidupan rakyat yang sangat kompleks.
Pada debat itu, komitmen Prabowo/Sandi soal pemberantasan korupsi perlu diragukan. Pernyataan "korupsinya tidak seberapa" yang keluar dari bibir Prabowo menggambarkan sikapnya yang permisif pada korupsi. Padahal korupsi -sekecil apapun- sangat bertentangan dengan prinsip antigratifikasi dan prinsip integritas aparat negara untuk membangun sistem birokrasi yang bersih dari korupsi.
Sulit dibayangkan kondisi dan situasi negara ini bila terjadi pembiaran "korupsi kecil" atas sikap Prabowo selaku pemimpin yang permisif pada korupsi berskala "tak seberapa" (kecil). Akan terpapar secara nyata "korupsi tak seberapa" itu marak di tengah masyarakat yang membutuhkan pelayanan birokrasi. Ketika mereka datang ke kelurahan untuk mengurus KTP, surat jalan, surat nikah, surat ijin usaha kecil dan lain sebagainya, mereka "dipalak" aparat kelurahan pada setiap item atau meja birokrasi yang harus dilewati.
Rakyat yang tadinya ingin mendapatkan pelayanan birokrasi nyatanya masih harus dihadapkan pada pungutan-pungutan liar (pungli) yang "tak seberapa" namun menjengkelkan dan memberatkan kantong rakyat kecil. Kalau rakyat tidak mau menyediakan uang pelicin bagi aparat, maka jangan harap surat ijin, surat keterangan dan lain sebagainya bisa mereka dapatkan secara mudah dan cepat. Padahal rakyat membutuhkan surat-surat tersebut untuk berbagai kelengkapan keberlanjutan hidup mereka, misalnya surat ijin untuk memulai usaha kecil, untuk melamar kerja, dan lain-lain.
Aparat birokrasi yang berada di ujung tombak pelayanan publik berpesta diatas keringat rakyat. Toh yang mereka korupsi "tidak seberapa" dibandingkan korupsi trilyunan yang jadi target utama Prabowo/Sandi andai jadi presiden/wakil presiden.
Kalau Prabowo/Sandi hanya perduli pada korupsi berjumlah trilyunan, maka bukan tidak mungkin justru mereka berdua terjerat godaan nikmatnya bagian dari uang triyunan itu. Toh sikap mereka sangat permisif pada korupsi. Dan itu sudah terbaca oleh para konglomerat trilyunan. Kalau itu yang terjadi, maka secara langsung atau tidak langsung mereka berdua ikut berperan menindas rakyatnya sendiri. Inikah sikap pemimpin rakyat yang baik?
Perlu jadi catatan penting, rakyat kecil lebih banyak jumlahnya dan sangat sering berurusan langsung dengan ujung tombak birokrasi penyelenggara negara. Mereka--rakyat kecil--dengan berbagai keterbatasan ekonomi harus berjuang untuk hidupnya sehari-hari. Dalam prosesnya, mereka tak lepas dari kewajiban urusan birokrasi yang diselengggarakan negara.
Lalu, akibat dari sikap permisif Prabowo/Sandi pada "korupsi yang tak seberapa" menjadi inspirasi para aparat untuk berlaku koruptif terhadap berbagai akses birokrasi rakyat kecil, sehingga menyebabkan rakyat kecil harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk ukuran kantong mereka. Rakyat kecil menjadi menderita, bukan konglomerat yang memiliki banyak uang. Begitulah akibat dari miskinnya komitmen dan integritas sang pemimpin terhadap masalah korupsi di negara ini.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews