Tentang Imperialisme dan Kapitalisme Itu

Rabu, 9 Januari 2019 | 19:25 WIB
0
1219
Tentang Imperialisme dan Kapitalisme Itu
Ilustrasi imperialisme (Foto: Greidsmedia.com)

“Imperialisme itulah penghasut yang bersarang menyuruh berontak, karena itu bawalah itu ke depan polisi dan hakim” (Bung Karno)

“Menolak Kerjasama” dengan pihak asing adalah cara Bung Karno untuk menutup peluang Penjajahan Gaya Baru (Imperialisme Moderen), karena Bung Karno sudah sangat faham dengan pola-pola yang dipakai dan cara-cara penjajah menanamkan cengkramannya di Tanah Indonesia. Membangun kekuatan Bangsa Indonesia adalah menjadi tujuannya, dan itulah tujuan akhir dari Kemerdekaan Indonesia.

Imperialisme Moderen bisa masuk lewat Kapitalisme, itu yang diyakininya. Dalam pandangan Bung Karno, Kapitalisme adalah sistem pergaulan hidup yang timbul dar cara produksi yang memisahkan kaum buruh dengan alat produksi. Kapitalisme timbul dari cara produksi, yang menjadi sebab nilai lebih tidak jatuh ketangan kaum buruh, melainkan ketangan pengusaha.

Kapitalisme meyebabkan akumulasi kapital, konsentrasi kapital, sentralisai kapital, dan indutrieel reserve-armee (barisan penganggur). Kapitalisme mempunyai arah kepada verelendung (memelaratkan kaum buruh).

Apa yang ditakuti dan dikatakan Bung Karno dalam Pledoinya “Indonesia Menggugat” di hadapan pemerintah Belanda 18 Agustus 1930, terjadi sekarang ini, fase imperialisme moderen lewat Kapitalisme sudah kita hadapi.

Cengkraman kuku-kuku imperialisme dan bujuk rayu kaum imperialis sudah mulai kita rasakan. Sebagian besar dari bangsa ini menikmatinya sebagai upaya untuk menumpuk kekayaan dengan cara menjadi boneka kaum imperialis, dan sebagiannya lagi merasakan ketertindasan.

Jiwa dan semangat inilah yang kini diwariskannya, dan itu ada didalam kader PDIP. World Bank menyoroti pembangunan infrastruktur, yang tidak memanfaatkan kerjasama dengan kontraktor swasta dan asing, Jokowi Lebih mengutamakan BUMN sebagai pelaksana proyek. Hal tersebut tidak terlepas dari semangat yang diwarisi Bung Karno.

Kita memang butuh investor dan kita butuh pinjaman modal asing, yang menjadi masalah adalah bukan investor dan pinjamannya, yang menjadi masalah adalah sikap pemerintah yang berkuasa dalam mengarahkan kebijakannya.

Prinsip dari sebuah kerjasama dengan investor asing, Negara haruslah diuntungkan, dan rakyat tersejahterakan oleh kerjasama yang dilakukan dengan pihak asing. Ini adalah hal yang tidak bisa ditawar kalau memang harus melakukan kerjasama.

Setiap kebijakan Pemerintah haruslah mengutamakan kepentingan Negara dan bangsa, jangan sampai dari kerjasama yang ada negara tidak diuntungkan, yang diuntungkan hanyalah pihak-pihak yang menentukan kebijakan dan yang ada dalam lingkaran kebijakan, yaitu penguasa, pembuat aturan dan haluan kebijakan, dan rakyat tidak merasakan manfaat apa-apa, terbuka lapangan pekerjaan tidak menjamin peningkatan kesejahteraan, semua tergantung aturan dan kesepakatan kerjasama.

Apakah semua ini sudah sesuai dengan cita-cita Kemerdekaan ? Jelas belum, namun Pemerintah terus berupaya untuk memenuhi cita-cita tersebut. Kedaulatan rakyat tidak bisa diabaikan, kalau kedaulatan rakyat diabaikan, bagaimana mungkin rakyat akan tersejahterakan.

Amanat Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya adalah Mencapai kehidupan rakyat yang Adil dan Sejahtera, memang untuk mencapai itu tidak mudah, tapi juga tidak sulit jika diupayakan.

Mencapai Indonesia Merdeka saja adalah sesuatu yang sangat sulit, tapi hal itu ternyata bisa dicapai.

Imperialisme Moderen lebih pada bentuk penjajahan secara ekonomi, yang dilakukan melalui berbagai politik ekonomi oleh negara-negara yang mempunyai kekuatan ekonomi. Penjajahan ekonomi juga dilakukan lewat industrialisasi dan desentralisasi ekonomi, inilah yang sedang kita alami.

Untuk melawan penjajahan ekonomi jalan satu-satunya adalah menciptakan perekonomian yang mandiri, dengan mengembangkan sentra industri kecil dan menengah, menghidupkan perekonomian rakyat. Selain itu merubah arah kebijaksanaan kerjasama, membatasi investor asing dalam pengelolaan sumber daya alam.

Tahapan ini sudah mulai dilakukan Pemerintah saat ini, 51% saham PT.Freeport Indonesia (PFI), sudah dikuasai Pemerintah melalui BUMN. Beberapa Blok Migas sudah kembali kepangkuan Ibu pertiwi. Itu artinya, usaha untuk memperkecil peluang asing mengusai SDA, perlahan namun pasti, sudah dilakukan pemerintah. Imperiliasme modern semakin kecil peluangnya untuk terjadi.

Kalau tidak ada kesadaran dari penentu kebijakan dalam kerjasama dengan investor asing, maka para imperialis yang berkedok investor akan semakin merajalela, yang terjadi tidak lagi hanya penjajahan ekonomi, tapi juga sosial, budaya dan politik.

Gejala itu pun sudah mulai terlihat nyata. harus ada sebuah generasi baru yang mampu melakukan perubahan secara besar-besaran, yang bisa menghapuskan segala bentuk penjajahan di Tanah Indonesia yang kita Cintai ini.

“Aku satu-satunya presiden di dunia ini yang tidak punya rumah sendiri. Baru-baru ini rakyatku menggalang dana untuk membuatkan sebuah gedung buatku. Tapi di hari berikutnya aku melarangnya. Ini bertentangan dengan pendirianku. Aku tidak mau mengambil sesuatu dari rakyatku. Aku justru ingin memberi mereka,” ujar Soekarno seperti ditulis Cindy Adams dalam buku ‘Bung Karno, Penyambung Lidah Bangsa Indonesia’.

Dikutip dari buku Mahakarya Soekarno-Hatta.

***