Masalah terbesar dari kebobrokan pembangunan Jakarta bukan hanya ketimpangan terhadap antisipasi bencana, tetapi kehancuran nilai moral yang menjadi pondasi kehidupan bernegara.
Tulisan ini merupakan bentuk keprihatinan mendalam saya terhadap kebobrokan kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang selalu lepas dari tindakan tegas pengawasan atau lebih pantas dikategorikan sebagai pembiaran dari masyarakat luas yang justru terkena dampaknya langsung.
Bagaimana mungkin?! Seharusnya bencana banjir di DKI Jakarta sejak awal tahun 2020 hingga belakangan ini membuka mata kita tentang apa yang sudah dilakukan Pemprov DKI Jakarta di bawah pimpinan Gubernur Anies Baswedan.
Tidak ada langkah konkret yang terlihat dari upaya Pemprov DKI Jakarta untuk menangani potensi bencana di wilayah teritorialnya. Bahkan jauh dari upaya urgensi, Anies Baswedan selama ini hanya dapat menyaksikan wilayah DKI Jakarta terendam tanpa mampu memberikan kepastian langkah Pemprov Jakarta dalam mengantisipasi bencana banjir yang sifatnya kiriman maupun lokal.
Silakan kita perhatikan apa yang Anies Baswedan sudah lakukan untuk mengantisipasi maupun mengatasi terjangan banjir di DKI Jakarta. Tanpa kehadiran Anies Baswedan, Presiden Jokowi sempat akhirnya turun tangan langsung mengecek kesiapan pompa di Jakarta dalam menanggulangi banjir tak lama setelah banjir melanda DKI Jakarta pada awal tahun ini.
Diketahui kemudian ternyata tidak seluruh pompa untuk mengatasi banjir di Jakarta itu berfungsi secara maksimal sehingga bencana banjir meluas tidak terelakkan. Beban masalah yang seharusnya dipikul Pemprov DKI Jakarta dalam menertibkan perumahan ilegal di bantaran Sungai Ciliwung juga terhenti sejak Anies Baswedan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Terlantarnya penertiban rumah warga di bantaran sungai sejak 2017 telah menghambat upaya normalisasi sungai yang seharusnya sudah dapat dilanjutkan oleh pemerintah pusat sejak 3 tahun lalu.
Setelah tidak serius menangani upaya normalisasi sungai yang disebutnya naturalisasi, Anies Baswedan justru menilai upaya ini tidak efektif mengatasi banjir di Jakarta. Akhirnya penanganan banjir untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya diambil alih oleh pemerintah pusat.
Lalu, apakah dengan adanya pengambilalihan tugas ini memungkinkan Anies Baswedan untuk fokus dengan tugasnya mengantisipasi banjir di wilayahnya? Banjir lokal yang meluas di DKI Jakarta sejak 23 Februari 2020 menjadi jawabannya.
Penduduk DKI Jakarta sampai hari ini pun belum melihat tindakan nyata dari keseriusan Anies Baswedan mengatasi banjir belakangan di Jakarta. Bukan menyampaikan rasa bersalah dan tanggung jawab atas bencana banjir yang makin rutin di Jakarta, Anies Baswedan justru lebih peduli untuk tetap menggelar Formula E walaupun mendapatkan penentangan dari berbagai pihak.
Dalam APBD DKI 2018, anggaran penanganan dan pengendali banjir dialokasikan sebesar Rp 2 triliun. Namun, pada tahun 2019 alokasi anggaran menurun dan menjadi Rp 1,75 triliun. Anggaran tersebut dalam APBD DKI 2020 semakin menyusut dan dialokasikan hanya sebesar Rp 1,48 triliun.
Alokasi APBD bagi penanggulangan banjir di Jakarta tahun 2020 akhirnya menjadi hanya 1,1 persen dari total APBD DKI Jakarta atau Rp 96,7 miliar. Sementara anggaran untuk penyelenggaraan Formula E memperoleh porsi sebesar Rp 1,6 triliun.
Kasus ini belum termasuk temuan anggaran siluman dalam RAPBD 2020 yang diusulkan dalam Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Daftar masalah jadi bertambah panjang apabila dirangkai dengan kasus keberadaan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bentukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kehadiran TGUPP sudah lama dipertanyakan, mulai dari urusan transparansi, tingginya gaji, hingga kinerja TGUPP itu sendiri. Sementara keberadaan TGUPP dinilai tidak relevan karena menggunakan APBD, bukan dana operasional Gubernur DKI Jakarta, sehingga rawan untuk digelembungkan.
Kinerja TGUPP tidak dipertanggungjawabkan ke DPRD sebagai representasi masyarakat. DPRD sendiri seakan tidak berdaya untuk solid mengambil tindakan tegas terhadap Anies Baswedan karena Gubernur DKI Jakarta tersebut selama ini menyetujui kenaikan alokasi anggaran APBD bagi DPRD.
Sudah saatnya pemerintah pusat, dalam hal ini secara langsung Presiden Jokowi, mengambil tindakan tegas untuk mengatasi kebobrokan moral pejabat publik dari upaya yang berdampak terhadap keterpurukan pembangunan di Provinsi Jakarta yang saat ini sedang berlangsung.
Pak Jokowi, masalah terbesar dari kebobrokan pembangunan dari Jakarta ini bukan hanya adanya ketimpangan di mana-mana terhadap antisipasi bencana di DKI Jakarta dan sekitarnya, tetapi lebih besar dari itu, yaitu kehancuran nilai moral yang menjadi pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews