Provokasi China: Prabowo Bisa Terapkan Hankamrata!

Jumat, 3 Januari 2020 | 17:01 WIB
0
321
Provokasi China: Prabowo Bisa Terapkan Hankamrata!
Kapal China di perairan Natuna. (Foto: Dinas Penerangan Angkatan Laut)

Sejarah Perang Rakyat 10 November 1945 di Kota Surabaya telah membuktikan pada dunia bahwa pertahanan rakyat adalah jalan terakhir yang ditempuh rakyat Indonesia ketika asing menyerang Indonesia. Tak ada rasa takut pada diri rakyat Indonesia!

                                                                                    Konsep Pertahanan Rakyat Semesta (Hankamrata) yang akan melibatkan seluruh komponen bangsa bisa tetap diberlakukan karena telah teruji oleh sejarah, selain memiliki kehandalan dalam melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.

Hal itu disampaikan Menhan Prabowo Subianto dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (11/11/2019). Prabowo mengatakan, untuk mempertahankan sistem pertahanan tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang RI No 34 Tahun 2004.

“Pertahanan keamanan rakyat semesta adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan semua ini untuk melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman,” katanya.

Meski teknologi pertahanan Indonesia saat ini jauh tertinggal dengan negara-negara lain, tapi melalui konsep Hankamrata Indonesia diyakini akan bisa memenangkan sebuah perang. Tak akan ada yang bisa mengalahkan rakyat Indonesia!

“Kita mungkin tidak bisa mengalahkan kekuatan teknologi bangsa lain, tetapi pertahanan kita yang berdasarkan pemikiran, konsep pertahanan rakyat, semesta perang kalau terpaksa kita terlibat dalam perang,” tegas Prabowo.  

“Perang yang akan kita laksanakan adalah perang rakyat semesta. The concept of the total people war,” katanya dalam paparannya di komisi DPR yang menangani soal pertahanan dan keamanan tersebut, seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu menyebutkan bahwa konsep pertahanan tersebut sudah terdoktrin oleh masyarakat Indonesia sejak dulu kala. Sehingga dengan konsep ini, perlu dilakukan program “Bela Negara” bagi warga Indonesia.

“Itu adalah doktrin Indonesia selama ini. Lahir dari sejarah kita bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut bela negara,” katanya. Ia mengutarakan, bangsa Indonesia tidak akan diduduki oleh negara lain, apabila seluruh rakyat menjadi komponen pertahanan negara.

“Jadi mungkin kita bisa dihancurkan prasarana kita, tapi saya yakin bahwa Indonesia tidak mungkin diduduki bangsa lain karena seluruh rakyat akan menjadi komponen pertahanan negara,” kata Prabowo.

Belakangan ini, Indonesia protes kepada China yang menuding kapal ikan Tiongkok sempat memasuki perairan Natuna, Kepulauan Riau, secara ilegal baru-baru ini. Dan, China menolak protes Indonesia tersebut.

"China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha yang terletak di LCS) dan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, dalam jumpa pers rutin di Beijing, Selasa (31/12), seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri China.

Geng menegaskan China juga memiliki hak historis di LCS. Menurutnya, nelayan-nelayan China telah lama melaut dan mencari ikan di perairan itu dan sekitar Kepulauan Nansha, yang menurut Indonesia masih merupakan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Padahal, klaim China atas perairan yang menjadi jalur utama perdagangan internasional itu juga tumpang tindih dengan sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei.

Geng juga berdalih, kapal yang berlayar di kawasan itu baru-baru ini adalah kapal penjaga pantai China yang melakukan patroli rutin. “Patroli rutin untuk menjaga ketertiban laut dan melindungi hak-hak dan kepentingan rakyat kami yang sah di perairan terkait,” kata Geng.

Akibat insiden itu, Kemlu RI telah melayangkan protes kepada China dengan memanggil duta besarnya di Jakarta pada awal pekan ini. Melalui pernyataannya pada Rabu (1/1), Kemlu RI menolak “klaim unilateral” China tersebut.

“Klaim historis China atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982,” kata Kemlu RI.

“Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016,” tegas Kemlu RI.

“Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah 'relevant waters' yang diklaim oleh RRT karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” tegas Kemlu RI.

Meski berbatasan langsung dengan LCS, Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah dengan China di perairan tersebut. Namun, Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung kode etik LCS segera diterapkan.

Kode etik itu dibentuk sebagai pedoman negara-negara bertindak di perairan kaya sumber daya alam tersebut demi mencegah konflik.

Provokasi China

Ambisi teritorial China jelas terencana dengan rapi. Mereka tak akan berhenti di Kepulauan Spratly yang berposisi lebih dekat ke Filipina. China mulai mengganggu Kepulauan Natuna milik Indonesia. China mulai provokasi Indonesia!

Tercatat, pada 10 Desember 2019, Coast Guard China muncul di perbatasan laut di perairan bagian utara Natuna. Kapal itu dihadang oleh kapal Bakamla Indonesia. Karena dihalau, tak jadi menerobos ke dalam perairan Indonesia.

Pada 23 Desember 2019, dua Coast Guard China masuk lagi. Kali ini, kedua kapal bersenjata itu mengawal sejumlah kapal penangkap ikan China yang sedang melakukan pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia di utara Natuna. ZEE Indonesia itu diakui PBB.

Kali ini China unjuk kekuatan. Dua kapal penjaga pantai yang bersenjata itu dibekingin oleh satu kapal frigat (kapal perang) dari kejauhan. Artinya, angkatan laut China siap melakukan tindak kekerasan.

Kapal Bakamla KM Tanjung Datuk 301 mencoba mengusir kapal-kapal China itu. Mereka menolak dengan alasan, berada di wilayah laut China. Pejabat senior Bakamla, Nursyawal Embun, mengatakan pihak China pasti tahu bahwa mereka berada di ZEE Indonesia.                     

Sebab, cukup jauh jaraknya dari wilayah laut yang dikuasai RRC. Pada 30 Desember 2019, Kemenlu RI melancarkan protes ke China. Tapi, hari berikutnya, 31 Desember 2019, kapal-kapal China masuk lagi ke perairan utara Natuna. Kemenlu kemudian memanggil Dubes China di Jakarta. Protes keras disampaikan.

Wartawan Senior Asyari Usman mencatat, modus ekspansi laut China sangat jelas. Mereka kirim dulu kapal-kapal nelayan ke perairan Natuna. Kapal perang melakukan pengawalan. Ini membuat Bakamla akan berhati-hati bertindak tegas. Sebab, di belakang kapal-kapal nelayan itu ada kapal perang China yang stand-by.

Bakamla tentu bisa meminta bantuan ALRI. Tapi, kekuatan AL China pastilah jauh lebih besar dan lebih tangguh. Dan, kalau sampai kapal perang Indonesia terpancing menggunakan kekerasan, itu akan dijadikan alasan oleh China untuk mengerahkan armada AL mereka lebih banyak lagi ke perairan ZEE Indonesia.

Di sini perlu ketegasan Presiden Joko Widodo atas klaim China di laut Natuna itu, seperti yang pernah diucapkannya saat Debat Pilpres 2014, “Kita bikin rame!” Inilah saatnya Menhan bisa terapkan Konsep Hankamrata!

Saya yakin, rakyat Indonesia tidak akan pernah takut jika harus berkonflik (baca: perang) dengan negara asing!

***