Wajar kiranya apabila kita marah ketika martabat bangsa dilecehkan, namun ingat bukan berarti kita menganggap semua orang sama saja. Padahal setiap insan itu unik dan tidak bisa disamakan dengan sebuah objek, apalagi objek cacian yang tidak pantas.
Isu Rasis sebenarnya telah lama hilang di Nusantara, apalagi setelah munculnya konsep kota ramah HAM yang dicanangkan di beberapa wilayah di Indonesia. Sehingga perbedaan dan keberagaman tidak menjadi halangan untuk menjalin persatuan.
Sebelumnya, sejumlah Ormas menggeruduk asrama Mahsiswa Papua yang berada di Surabaya. Mereka bahkan berusaha masuk ke dalam asrama namun dicegah oleh aparat keamanan yang berjaga di pagar asrama. Pemicunya disinyalir karena Mahasiswa Papua enggan mengibarkan Bendera Merah Putih di halaman asrama. Massa Ormas kemudian melempari asrama mahasiswa dengan batu sembari mengeluarkan kalimat yang bernada rasis terhadap mahasiswa yang saat itu tengah berada di asrama.
Ketua Dewan Adat Serui, Ones Wayoi turut menyayangkan kejadian yang dialami oleh Mahasiswa Papua di Pulau Jawa tersebut. Aksi yang menimpa Mahasiswa Papua jelas tidak sesuai dengan perilaku masyarakat yang faham akan norma adat dan agama.
Pihaknya juga mengatakan, Papua merupakan bagian dari NKRI. Sehingga kenapa harus ada aksi rasisme seperti itu. Jika Indonesia telah menjunjung tinggi nilai Pancasila, maka sudah sepatutnya masyarakat Papua tidak mendapatkan perlakuan seperti itu.
Jika kita pahami apa yang dilakukan oleh Mahasiswa Papua di Asrama Papua yang berada di Surabaya, tentu semestinya perlu dilakukan penanganan dan penindakan secara hukum, bukan penghakiman massa yang disaksikan oleh institusi negara dan direkam oleh wartawan tanpa koran.
Tindakan rasis yang dilakukan merupakan bentuk penghinaan dan penyangkalan terhadap harkat dan kemanusiaan yang jelas – jelas dilindungi oleh UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Berbagai komponen masyarakat sipil dimanapun berada, tentunya patut menunjukkan sikap menghargai eksistensi masing – masing etnis dan agama serta mendorong perilaku non diskriminatif dalam bentuk apapun.
Seluruh komponen masyarakat sipil khususnya ormas dan organisasi kemahasiswaan tentu memiliki peran untuk menyuarakan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi, bebas dari sikap rasis dan stigmatisasi terhadap mahasiswa atau siapapun sebagai wujud dari negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan keadilan.
Jika aksi perlakuan diskriminasi yang dialami oleh Mahsiswa Papua tidak segera dihentikan, tentu akan menimbulkan kebencian dan ketidakharmonisan di kalangan masyarakat di tanah Papua.
Koordinator Lembaga Musyawarah Adat Teluk Saereri, David Rumansara menghimbau kepada pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Walikota Surabaya dan segenap jajarannya untuk dapat memberikan perlindungan kepada Mahasiswa asal Papua sebagai bagian dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara itu warga asli Bumi Papua yang tinggal di luar Papua sudah semestinya tidak terhasut dengan ajakan untuk melakukan aksi demo yang dapat mengganggu ketertiban masyarakat lokal.
Permasalahan yang dialami Mahasiswa Papua di Jawa Timur haruslah diselesaikan dengan cara – cara persuasif dan tidak dengan cara kekerasan.
Suara stop rasisme juga digaungkan oleh Ikatan Mahasiswa Papua Lampung (Ikmapal) yang meminta agar masyarakat tidak terprovokasi dan menghentikan segala tindakan rasis kepada sesama manusia dan anak bangsa Indonesia.
Pihaknya menilai bahwa oknum yang mengatakan rasis tersebut haruslah ditahan karena terbukti telah melakukan pelanggaran HAM.
Di Lampung, Mahasiswa Asal Papua tidak merasakan dampak dari permasalahan tersebut dan semuanya berjalan normal – normal saja.
Pihak kepolisian juga telah datang, untuk menyatakan sikap dan menjamin para Mahasiswa Papua dapat belajar menuntut Ilmu dengan aman.
Bahkan Walikota Bandar Lampung Herman HN juga pernah mengundang Mahasiswa Papua untuk datang ke rumah dinasnya, Herman pun menyampaikan kepada para Mahasiswa asal Papua tersebut atas terjaminnya keamanan mereka.
Hal seperti itu tentu patut dicontoh, sebagai bentuk penerapan semboyan bhineka tunggal ika, yang bermakna berbeda beda tetapi tetap satu jua.
Perbedaan yang ada bukan berarti menjadi halangan untuk tetap menjaga persatuan, keberagaman yang ada sudah sepatutnya disyukuri, karena keberagaman merupakan kekayaan budaya yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain.
Stop Rasisme di Bumi Pertiwi, warna kulit boleh berbeda, namun bukan berarti perbedaan harus menimbulkan luka.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews