Pengalaman, Senjata Jokowi Kalahkan Prabowo

Selasa, 26 Februari 2019 | 21:57 WIB
0
490
Pengalaman, Senjata Jokowi Kalahkan Prabowo
Debat Kedua Pilpres 2019 antara Jokowi dan Prabowo/Diolah dari IDNTimes.com

Harus diakui, benar-benar debat yang tidak seimbang!

Debat kedua Pilpres 2019 menghadirkan capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) dan rivalnya capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta pada Ahad malam, 17 Februari 2019. Debat kedua ini benar-benar debat yang sama sekali tidak seimbang. Mengapa penulis mengatakan demikian?

Debat yang  membahas isu sumber daya alam, energi dan pangan, lingkungan hidup, serta infrastruktur secara prinsip panggungnya dikuasai Jokowi. Jokowi begitu apik menjelaskan segalanya, terlihat jelas bahwa Jokowi lebih menguasai masalah. Bahkan, Prabowo pun akhirnya terbawa arus hingga mengakui dan mendukung apa yang telah dilakukan Jokowi selama ini.

Prabowo sepertinya gagal mengeluarkan jurus jitunya secara sempurna. Jurus apa itu?

Seperti sudah kita ketahui, jauh-jauh hari, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi selalu berkoar akan menohok Jokowi dengan beberapa hal yang dianggapnya sebagai kegagalan Jokowi, salah satunya impor pangan yang masih terus berjalan.

Namun, Jokowi ternyata bisa menjawab dengan sempurna,bahkan dengan logika yang juga bisa diterima publik. Apa katanya?

"2014 kita mengimpor jagung 3,5 juta ton, 2018 kemarin kita hanya impor 180.000 ton artinya petani kita sudah produksi 3,3 juta ton. Memang tidak mungkin kita membalikkan tangan dalam setahun dua tahun," ungkap Jokowi.

Di bidang beras, Jokowi pun mengklaim bahwa sejak 2014 sampai sekarang, impor beras Indonesia turun. Sedangkan pada 2018, produksi Indonesia telah mencapai 32 juta ton, dengan besaran konsumsi 29 juta ton. Dengan kata lain, ada surplus 2,85 juta ton.

Yang jadi pertanyaan Prabowo,mengapa masih impor?

Alasan Pemerintah masih saja impor, karena beras impor itu untuk menjaga ketersediaan stok, stabilisasi harga, serta digunakan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu terjadi bencana atau serangan hama.

Jokowi berdalih bahwa hal itu dilakukan sebagai antisipasi jangka pendek dan menengah. Sedangkan untuk jangka panjangnya, Pemerintahannya telah membangun waduk-waduk, embung, dan juga irigasi yang diperlukan ketika sawah-sawah baru akan dibuka. Sawah-sawah baru inilah yang nantinya bisa menjamin ketersediaan stok pangan nasional.

Itulah faktanya, bahwa infrastruktur yang begitu masifnya dibangun, juga ditujukan untuk memperkuat ketahanan pangan kita di masa mendatang. Jadi, pembangunan infrastruktur selama ini  juga bertujuan mengangkat harkat dan martabat rakyat di daerah.

Strategi ketahanan pagan yang dilakukan Jokowi ini, ibarat strategi yang dilakukan Nabi Yusuf, dimana rakyat dikerahkan untuk memanfaatkan tanah-tanah yang dimilikinya atau dipinjami negara untuk bercocok tanam. Pemerintah pun membangun waduk, irigasi, jalan-jalan, penyediaan pupuk untuk mendukung swasembada pangan.

Dari debat yang hanya menghadirkan Jokowi dan Prabowo ini, tampak jelas bahwa Prabowo hanya bisa berorasi dan beretorika, seperti yang biasanya disampaikan  di depan pendukungnya.

Prabowo hanya bisa mengatakan bahwa jika dirinya berkuasa, dia akan melakukan strategi yang berbeda dengan apa yang telah dilakukan Jokowi.

Kita pun tak bisa mengelak, jika sepanjang debat Pilpres kedua, Prabowo Subianto  beberapa kali memuji prestasi pemerintahan Jokowi. Di antaranya, Prabowo memuji kebijakan di bidang energi yang telah dilakukan calon presiden petahana itu.

Mantan Danjen Kopassus ini mengakui Jokowi telah melakukan berbagai kebijakan positif dalam rangka kemandirian energi RI, termasuk mengambil alih Blok Rokan, Blok Mahakam, atau bahan sampai menguasai saham mayoritas 51 % PT Freeport Indonesia yang lebih dari 50 tahun dikuasai Amerika Serikat.

Sudah teramat jelas,  penguasaan blok-blok migas dan saham mayoritas PT Freeport Indonesia ini, merupakan bagian dari pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945, dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam debat kedua ini, tampaknya senjata "kegagalan Jokowi"  yang  disemburkan kubu Prabowo selama ini seakan tak berpengaruh apa pun. Alasannya cukup bisa dimengerti, karena tak ada satu pun janji yang sengaja dikhianati Jokowi. Bahwa apa yang dilakukan Jokowi belum sempurna sesuai harapan rakyat, itu masih manusiawi.  Yang terpenting, arah yang ditempuh adalah arah yang benar.

Hal yang membuat Jokowi lebih menguasai permasalahan kenegaraan adalah, ketika di babak akhir debat, Jokowi mengatakan bahwa dirinya amat bersyukur mendapatkan kesempatan bagaimana mengelola Pemerintahan dalam lingkup kota madya, propinsi, bahkan hingga lingkup negara.

Inilah kelebihan Jokowi yang tidak dimiliki Prabowo. Jika di Pilpres 2014, Jokowi  unggul dalam debatnya dengan Prabowo, itu karena pengalamannya memimpin Solo dan Jakarta. Sedangkan di debat Pilpres 2019, tentu saja Prabowo semakin tak bisa mengejar ketertinggalannya, karena Jokowi sudah melakukan apa-apa yang sama sekali belum dilakukan Prabowo.

Oleh karena itu, di debat Pilpres 2019 ini, pengalaman Jokowi sebagai Presiden jadi bekal penting untuk membuat Indonesia lebih maju lagi lima tahun mendatang. Secara sederhananya, kita bisa  mengambil  jargon yang biasa disampaikan Cak Lontong, "Mikir!"

Salam dan terima kasih.

***

Sumber:

1. CNBCIndoneisa.com (17/02/2019): "Jokowi Sebut Beras Surplus 2,85 Juta Ton, Kenapa Masih Impor?"

2. Tayangan Debat